08/06/2025
Rinjani kembali meremas ujung kebayanya. Hatinya bagai teriris pisau saat mendengar ijab kabul Pratama Putra, kekasihnya, yang kini menikahi kakak kandungnya sendiri. Impiannya hancur berkeping-keping. Seharusnya, pria dengan baju pengantin itu menyebut namanya dalam janji suci tersebut. Namun, peristiwa dua bulan lalu menghancurkan mimpinya menjadi istri sah Tama.
Semua itu bermula ketika Rinjani memergoki kakak dan kekasihnya sedang memadu kasih. Ia memejamkan mata, teringat kembali kejadian pahit malam itu. Rinjani, yang baru saja pulang dari luar kota, mendadak merasa tak tenang saat melihat mobil kekasihnya terparkir di halaman rumah. Ia mengerutkan dahi, menyadari bahwa hanya kakaknya yang ada di rumah, sementara kedua orang tuanya sedang bepergian. Dengan hati yang kacau, ia segera masuk. Untungnya, kunci duplikat memudahkannya. Ruang tamu gelap seperti biasa, namun suara samar dari kamar sang kakak menarik perhatiannya.
Jantung Rinjani berdetak kencang saat desahan-desahan menggelikan semakin jelas terdengar seiring langkahnya mendekati kamar kakaknya.
"Ah... enak, Sayang. Lagi," suara manja sang kakak terdengar begitu jelas.
Tangan Rinjani bergetar saat memutar kenop pintu.
"Astaghfirullah, apa yang kalian lakukan!" pekiknya, menutup wajahnya karena malu melihat kedua pasang tubuh tanpa sehelai benang pun. Lebih menyakitkan lagi, kekasihnya berada di atas kakaknya.
Kedua pasangan itu menghentikan aktivitas mereka. Tama segera memakai baju dan mencoba mengejar Rinjani yang berlari ke kamarnya.
"Jani, dengarkan aku!" Tama menarik lengannya dengan kasar.
"Cukup! Jangan pernah sentuh aku, aku jijik sama kalian," Rinjani menjaga jarak.
"Aku bisa jelaskan," ucap Tama.
"Menjelaskan jika kalian ada hubungan? Apa yang aku lihat sudah cukup membuktikan kalian itu pasangan selingkuh yang menjijikkan." Rinjani menarik napas dalam. Ia tidak pernah membayangkan akan memergoki kekasihnya memadu kasih dengan kakak kandungnya sendiri.
"Jani, dengarkan aku," Tama kembali mencoba menjelaskan.
"Lepas! Sejak saat ini kita sudah tidak ada hubungan apa-apa lagi. Dan, itu 'kan yang kamu mau? Apa yang kamu dapat dari Kak Ratna, apa yang enggak pernah aku kasih. Aku bisa mengerti, tapi setidaknya jangan sama kakak aku!" pekik Rinjani.
"Ratna yang merayu aku, Jani."
Sebuah tamparan keras mendarat di p**i Tama. Tangan mungil Rinjani sudah tak tahan untuk menghajar pria di depannya. Setelah mencicipi "cawan indah" dari sang kakak, beraninya ia mengatakan sang kakak yang merayunya.
"Satu hal yang kamu harus ingat, enggak akan ada asap jika tidak ada api."
***
Bayangan menyedihkan itu buyar seketika. Rinjani mengusap embun di mata yang hampir tumpah saat seseorang menepuk lembut pundaknya.
"Sabar, ya, Sayang," suara lembut sang ibu menenangkannya.
"Apalagi yang bisa aku lakukan selain sabar? Aku berada di sini pun dengan perasaan tak karuan. Bahkan Mama dan Papa memintaku tetap tenang melihat pernikahan ini." Rinjani sebenarnya tak mau hadir, tetapi ia harus membuktikan pada sang kakak bahwa dirinya sudah move on.
"Maafkan Kakakmu, Jan," ucap wanita berkebaya merah muda itu.
"Harusnya dia yang meminta maaf padaku, bukan Mama," balas Rinjani.
"Mama tahu."
Rinjani beranjak dari tempat duduknya, memilih meninggalkan tempat itu dan mencari ketenangan di luar. Ia tak pernah menduga hal menyedihkan seperti ini akan terjadi dalam hidupnya. Menyaksikan kekasihnya menyebut nama kakaknya dalam ijab kabul, ia harus kuat menghadapi cobaan ini. Seharusnya ia datang bersama pasangan yang selalu ia ceritakan pada sang kakak. Namun, setelah menelepon sahabat lamanya, pria itu ternyata tidak bisa menolongnya.
Dalam kegundahan hatinya, ia tak sengaja menabrak seseorang.
"Jalan pakai mata d**g, Mbak," omel pria berjas navy itu.
Rinjani terkesiap menatap pria tampan di hadapannya. Meskipun usianya terlihat tidak muda lagi, pria itu berhasil membuat Rinjani tak berkedip. Ia tersentak saat pria itu menjentikkan jari di depan wajahnya.
"Mbak, enak saja Anda memanggil saya Mbak. Apa saya kelihatan tua seperti Anda?"
Kini giliran pria itu yang terkesiap mendengar protes Rinjani hanya karena sebutan "Mbak".
"Lalu saya harus memanggil apa? Tante, Bude, apa Bule?" Lesung p**i pria itu semakin mempesona saat tersenyum melihat tingkah Rinjani.
"Ih, aku masih muda! Memangnya Anda, tua."
"Loh, harusnya kamu minta maaf sama saya. Jalan enggak lihat-lihat, lagi patah hati apa?" Pertanyaan pria itu tepat sasaran, membuat Rinjani menyunggingkan bibir. Hatinya kembali sesak mengingat dirinya sedang patah hati. Dalam kegalauannya, ia dikejutkan dengan tingkah pria di hadapannya yang tiba-tiba menggandeng tangannya.
***
Netra Rinjani membulat, dan hampir saja menendang pria itu jika tak mendengar seorang wanita menyapanya.
"Kamu ada di sini?" Seorang wanita dengan gaun merah yang elegan menyapa Rinjani dan pria di sampingnya.
Rinjani awalnya tidak mengerti mengapa pria itu tiba-tiba menggandeng tangannya. Namun, saat melihat wanita di depannya, ia sadar ada hal yang membuat pria itu terpaksa mendekatinya.
"Iya, menemani pujaan hati," pria itu menoleh ke arah Rinjani dan tersenyum manis.
Rinjani mengerjapkan mata, ia pun paham dirinya diperkenalkan sebagai kekasih pria di sampingnya.
"Yang benar saja kamu, Rik, wanita ini terlalu muda untuk kamu," ucap wanita bergaun merah.
"Umur tidak masalah, 'kan, Sayang. Yang penting setia dan bisa mengurus aku. Benar 'kan, Sayang?"
"I—iya," Rinjani terpaksa mengatakan hal itu karena pria itu mengencangkan genggaman tangannya hingga membuat Rinjani kesakitan.
Wanita itu terlihat tidak s**a.
"Semoga kalian langgeng."
Setelah mengatakan itu, wanita itu langsung melangkah bersama pria yang baru saja menghampirinya.
"Aw..." Erik Parajadinata memekik kesakitan saat Rinjani menginjak kakinya. Rinjani langsung melepas genggaman pria itu dan menjauh.
"Maksud kamu apa bilang aku pujaan hati kamu? Astaga, aku enggak mungkin punya selera Om-om seperti Anda."
Erik menatap heran wanita di hadapannya. Ia refleks saat melihat Andini, mantan istrinya, datang bersama kekasih barunya. Pria itu hanya ingin memberitahu dirinya sudah move on dari wanita itu. Seketika ia menemukan ide saat Rinjani berada di sampingnya. Ia berpikir wanita di sampingnya tidak jelek untuk diakui sebagai kekasih.
"Jangan kepedean kamu. Aku hanya refleks saja. Kamu juga bukan selera saya." Rinjani mengerucutkan bibir. Namun, ia kembali mengulas senyum saat sebuah ide muncul di kepalanya.
"Om harus bantu saya juga. Berhubung Om bilang saya kekasih Om, sekalian saja saya minta tolong sama Om buat pura-pura jadi pacar saya."
"Saya, jadi pacar kamu?"
"Pura-pura, Om."
"Enggak, saya enggak mau."
"Sebentar saja, cuma memperkenalkan sama kedua orang tua sama kakak saya. Setelah itu anggap aja kita sudah putus."
"Saya bilang, no." Pria itu melangkah meninggalkan Rinjani.
"Om, Tante itu masih ada loh, apa mau aku bilang ke dia kalau Om sebenarnya enggak kenal sama saya? Om cuma mengaku-ngaku!"
Teriakan Rinjani membuat Erik membulatkan mata dan kembali berbalik badan. Dengan senyum penuh kemenangan, Rinjani yakin pria itu akan kembali menghampirinya.
Cerita ini bisa dibaca di PlayStore, cari saja judul TERJERAT CINTA SANG DUDA