29/05/2025
FILM GAZA: SEBUAH UPAYA JIHAD BUDAYA UNTUK PALESTINA
Ketika dunia terpecah antara mereka yang bersuara dan mereka yang memilih bungkam, Film Gaza karya sutradara Jastis Arimba, produksi Warna Pictures, hadir sebagai seruan yang tak bisa diabaikan. Bukan sekadar tontonan, film ini adalah kesaksian, catatan sejarah, dan yang paling penting: bentuk perlawanan seni budaya terhadap penjajahan dan pembungkaman nurani.
Sebagai aktivis kemanusiaan, saya percaya bahwa penjajahan adalah kejahatan yang tak boleh didiamkan, di mana pun itu terjadi. Dan Palestina, sejak 77 tahun terakhir, adalah wajah nyata dari ketidakadilan global yang terus berlangsung. Perjuangan mereka adalah perjuangan kita bersama sebagai sesama manusia.
Sebagai budayawan, saya percaya bahwa budaya tidak pernah netral. Budaya selalu memihak, entah pada ketidakpedulian, atau pada keberanian untuk menyuarakan kebenaran. Maka ketika seni bersuara tentang Gaza, ia sedang memihak pada kemanusiaan yang tertindas, dan itu adalah sikap yang harus dihormati, bukan dicibir.
Sayangnya, masih ada suara-suara sinis yang menyebut film ini sebagai “komersialisasi derita”. Padahal, 40% keuntungan film ini disumbangkan untuk pemulihan Gaza, dan 60% akan dipakai untuk membuat film-film kemanusiaan selanjutnya. Sebagai budayawan, saya percaya:Karya seni yang lahir dari luka kemanusiaan bukan eksploitasi. Ia adalah bentuk paling jujur dari cinta dan keadilan. Ironi terjadi ketika sebagian yang mencemooh tak pernah mengulurkan bantuan, tapi begitu cepat menuding mereka yang berusaha.
Film Gaza hadir untuk menyampaikan kisah yang terlalu sering dikaburkan, menampilkan wajah-wajah yang selama ini hanya muncul sebagai angka statistik. Ia membawa Gaza ke ruang-ruang bioskop, ke sekolah-sekolah, ke ruang tamu keluarga Indonesia, dan menyadarkan kita bahwa luka itu nyata dan masih terus menganga.
Tidak semua orang bisa berdonasi. Tidak semua bisa turun ke jalan. Tapi setiap orang bisa bersuara dari tempatnya berdiri. Dan film ini adalah suara yang lahir dari ruang kreatif, ruang budaya, ruang batin yang tidak bisa berpangku tangan melihat dunia kehilangan empatinya.
Maka izinkan saya berkata tegas:
Film seperti ini bukan hanya perlu. Ia mendesak. Ia harus.
Karena setiap karya jujur yang lahir dari empati adalah bagian dari jihad kemanusiaan.
Dan Gaza hari ini,
tak hanya membutuhkan peluru atau diplomasi.
Gaza membutuhkan kita.
Lewat doa. Lewat dana. Lewat karya. Lewat keberanian untuk tidak diam.
Jadi, mari bersama kita lakukan “Aksi Bela Palestina” di bioskop dengan menonton Film Gaza, mulai 12 Juni 2025!
(Helvy Tiana Rosa)
Bantu share trailernya di sini:
https://youtu.be/HDzKuK6WGTA?si=QhPVoJM5h_q0VGV3
dapatkan bukunya: Sebelum
Aku Tiada: Surat-surat dari Gaza.
Pemesanan via shopee Asma Nadia Official masih PO. Seluruh royalti untuk Palestina🙏🇵🇸