27/05/2024
WARGA BAUBAU KRITIK KONTRAKTOR DAN PIHAK BANDARA TENTANG PEMBANGUNAN BANDARA BETOAMBARI
Pada pagi yang cerah tanggal 24 Mei 2024, suasana di Kelurahan Katobengke, Kecamatan Betoambari, Kota Baubau, mendadak tegang. Sekitar 38 warga berkumpul di sekitar lokasi pembangunan Bandara Betoambari, menghentikan semua aktivitas proyek.
Mereka menuntut ganti rugi atas lahan mereka yang hingga kini belum mereka terima, sambil mengkritik kontraktor dan pihak bandara atas kelalaian mereka.
Herman S.H., MH, kuasa hukum warga, menyampaikan bahwa pemerintah daerah Kota Baubau telah berjanji memberikan ganti rugi sejak awal proyek dimulai, namun hingga saat ini, janji tersebut belum terealisasi. Dalam pernyataan resminya, Herman meminta keadilan dari Presiden melalui Mensesneg RI, dengan harapan ada intervensi dari pemerintah pusat untuk menyelesaikan sengketa ini.
Sejarah sengketa ini berawal pada 13 September 2021, saat DPRD Kota Baubau memediasi pertemuan antara warga dan pemerintah kota. Dalam pertemuan itu, disepakati bahwa setiap pemilik lahan harus mengurus bukti kepemilikan tanah di kelurahan sebagai langkah awal proses ganti rugi. Namun, proses yang seharusnya sederhana ini berubah menjadi mimpi buruk bagi para pemilik lahan.
Maret 2024 lalu, para warga melalui Herman dan tim hukumnya telah mengadukan masalah ini kepada Presiden Joko Widodo, berharap ada tindakan nyata untuk menyelesaikan ketidakpastian ini. Hingga kini, tidak ada kepastian, hanya janji yang menggantung di udara, meninggalkan warga dalam kekecewaan yang mendalam.
Tindakan penghentian pembangunan ini adalah bukti nyata bahwa warga tidak lagi dapat menahan kesabaran.
Pembangunan bandara yang seharusnya menjadi simbol kemajuan bagi Kota Baubau kini terhenti di tengah ketidakpastian dan ketidakadilan yang dirasakan oleh warga setempat. Pertanyaan besar pun muncul: akankah hak mereka akhirnya terpenuhi, atau haruskah mereka terus berjuang di bawah bayang-bayang ketidakpastian?