24/12/2025
LANTARAN ALASAN: RETORIKA PENOLAKAN dan ETIKA KEDEWASAAN EMOSI dalam PUISI "LANTARAN”
1. Pengantar
Puisi “Lantaran” karya Jajang Halim menampilkan ekspresi penolakan yang tidak meledak-ledak, melainkan terucap dengan bahasa kias yang tenang, dewasa, dan reflektif. Terdiri atas lima bait yang masing-masing merupakan kalimat majemuk, puisi ini memanfaatkan enjambemen untuk memecah satu kesatuan makna ke dalam dua larik berpola rima akhir /aa/. Secara tematik, Lantaran berbicara tentang kelelahan emosional, ketidakpercayaan, dan pilihan sadar untuk menjauh dari relasi yang telah kehilangan kejujuran batinnya. Esai ini mengkaji puisi tersebut melalui dua pendekatan kritik yang paling relevan: struktural-stilistika dan tematik-psikologis, dengan fokus pada gatra mukaan (struktur lahir) dan gatra batin (struktur batin), serta menilai keberhasilan estetiknya berdasarkan prinsip sastra utile et dulce.
2. Gatra Mukaaan: Struktur, Enjambemen, dan Retorika Benda
Pada gatra mukaannya, Lantaran menunjukkan keteraturan bentuk yang kuat. Setiap bait terdiri dari dua larik yang sejatinya satu kalimat majemuk, dipisah secara enjambemen. Pemisahan ini menciptakan efek jeda semantik: larik pertama menyajikan tindakan atau tawaran (“Kau beri…”, “Kau sodorkan…”, “Kau ajak…”), sedangkan larik kedua berfungsi sebagai klausa sebab atau alasan penolakan. Pola rima /aa/ memperkuat kesan repetitif dan insistif—seolah penolakan itu diulang dengan alasan yang semakin matang.
Diksi yang digunakan didominasi oleh metafora benda konkret: minuman, kudapan, busana, kendaraan, orkestra. Benda-benda ini menjadi medium retorik untuk mengungkap pengalaman emosional abstrak seperti kebohongan, penyesalan, harapan palsu, rindu, dan tragedi batin. Secara stilistika, pilihan metafora domestik dan kultural (sepoci, sepiring, gaun, hijab, orkestra) menghadirkan kedekatan pengalaman pembaca, sekaligus memperhalus nada konflik.
3. Gatra Mukaaan (Lanjutan): Paralelisme dan Nada Dewasa
Puisi ini dibangun atas paralelisme sintaksis yang konsisten. Hampir seluruh bait diawali dengan subjek “Kau” dan diakhiri dengan respons “aku” yang menolak. Pola ini bukan sekadar repetisi, melainkan strategi retoris untuk menegaskan relasi yang timpang: satu pihak terus menawarkan, pihak lain telah selesai berharap. Nada yang tercipta bukan kemarahan, melainkan keletihan yang sadar diri.
Ketiadaan tanda seru dan dominasi kalimat deklaratif memperkuat nuansa kontemplatif. Bahkan dalam bait terakhir—dengan metafora musik dan tragedi—emosi tetap tertahan. Inilah ciri khas puisi dewasa: konflik disampaikan melalui penalaran simbolik, bukan luapan emosional mentah.
4. Gatra Batin: Psikologi Penolakan dan Kesadaran Diri
Masuk ke gatra batin, Lantaran memotret fase psikologis pasca-kecewa: ketika subjek lirik tidak lagi tertarik pada rayuan, harapan modis, atau romantika yang pernah memesona. Kata kunci seperti tidak percaya lagi, tak mampu lagi, tidak pantas lagi menandai pergeseran batin dari keterikatan menuju otonomi emosional.
Menariknya, penolakan ini tidak nihil nilai. Subjek tidak sekadar menanggalkan “gaun cinta”, tetapi memilih “hijab pembaharuan”—sebuah metafora kuat tentang transformasi diri, proteksi batin, dan redefinisi identitas. Kesunyian yang dipilih bukan kekosongan, melainkan ruang refleksi. Dengan demikian, puisi ini berbicara tentang kedewasaan emosional: kemampuan mengatakan tidak tanpa merendahkan, serta keberanian memilih sunyi daripada kepalsuan.
5. Pendekatan Kritik dan Prinsip Utile et Dulce
Melalui pendekatan struktural-stilistika, Lantaran menunjukkan keterampilan teknis yang rapi: konsistensi enjambemen, rima, paralelisme, dan metafora tematik. Sementara melalui pendekatan tematik-psikologis, puisi ini menawarkan kedalaman makna tentang relasi, trauma halus, dan penyembuhan diri.
Dalam kerangka utile et dulce, puisi ini berhasil menjalankan dua fungsi sastra sekaligus. Secara dulce (menyenangkan), ia indah dalam bahasa, lembut dalam musikalitas, dan kaya citraan—terbukti p**a dari keberhasilannya dimusikalisasi dalam genre pop alternatif ballad kontemplatif. Secara utile (berguna), puisi ini mengajarkan etika emosional: bahwa menolak bisa dilakukan dengan elegan, dan meninggalkan bisa menjadi bentuk cinta pada diri sendiri.
6. Kesimp**an dan Rekomendasi
Puisi “Lantaran” adalah contoh puisi kontemporer yang matang secara bentuk dan makna. Gatra mukaannya tertata rapi dengan enjambemen fungsional dan metafora konkret, sementara gatra batinnya menghadirkan refleksi psikologis yang dalam tentang penolakan dan pembaruan diri. Dalam bingkai utile et dulce, puisi ini tidak hanya layak dinikmati, tetapi juga direnungkan.
Sebagai rekomendasi, Lantaran sangat tepat dijadikan materi musikalisasi puisi atau konten reflektif di media sosial, terutama bagi audiens dewasa yang akrab dengan pengalaman relasi kompleks. Puisi ini mengingatkan kita bahwa tidak semua perpisahan perlu gaduh—sebagian cukup diucapkan dengan alasan yang jujur, tenang, dan bermartabat.
DAFTAR PUSTAKA
• Abrams, M. H. (1999). A Glossary of Literary Terms (7th ed.). Boston: Heinle & Heinle.
• Eagleton, Terry. (2003). Literary Theory: An Introduction (2nd ed.). Oxford: Blackwell Publishing.
• Endraswara, Suwardi. (2013). Teori Kritik Sastra. Yogyakarta: CAPS (Center for Academic Publishing Service).
• Keraf, Gorys. (2010). Diksi dan Gaya Bahasa. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.
• Luxemburg, Jan van, Mieke Bal, & Willem G. Weststeijn. (1992). Pengantar Ilmu Sastra. Jakarta: Gramedia.
• Nurgiyantoro, Burhan. (2014). Teori Pengkajian Fiksi. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.
• Pradopo, Rachmat Djoko. (2012). Pengkajian Puisi. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.
• Ratna, Nyoman Kutha. (2015). Stilistika: Kajian Puitika Bahasa, Sastra, dan Budaya. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
• Wellek, René, & Austin Warren. (2014). Teori Kesusastraan. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.
• Horatius. (2005). Ars Poetica (terj.). London: Penguin Classics.
=====================================
ENJAMBEMEN PATAH HATI: MENGURAI "LANTARAN" JAJANG HALIM antara RIMA dan RINDU
1. Pengantar
Puisi "Lantaran" karya Jajang Halim menawarkan potret getir asmara yang retak, dengan struktur inovatif yang memadukan kalimat majemuk menjadi lima bait. Setiap bait terfragmentasi via enjambemen menjadi dua larik berima akhir /aa/, menciptakan ritme yang mengalir sekaligus mematahkan. Esai ini mengkaji puisi melalui dua pendekatan kritik paling relevan: strukturalisme (fokus gatra macam, atau surface structure) dan kritik semiotik (gatra batin, atau deep structure). Kajian menilai hakikat sastra "utile et dulce" berdasarkan keduanya, sambil mendukung deskripsi unggahan video musikalisasi puisi sebagai lagu pop alternatif/ballad kontemplatif.
2. Pendekatan Strukturalisme: Gatra Mukaan yang Mengikat
Strukturalisme, seperti dikembangkan Roman Jakobson, mengurai elemen permukaan puisi sebagai sistem tanda yang mandiri. Di "Lantaran", gatra mukaan tampak pada lima bait kalimat majemuk yang dipecah enjambemen: larik pertama berujung /aa/, larik kedua melanjutkan hingga rima akhir serupa, menciptakan pola /aa/ simetris (alasan-rayuan, penyesalan-kekecewaan, kekinian-pembaharuan, ku-inginkan-kenangan, kesabaran-kasmaran).
• Enjambemen sebagai pemecah ritme: Potong bait di tengah kalimat memaksa pembaca "loncat" antar baris, mencerminkan ketidakselesaan hubungan. Misalnya, bait 1: "Kau beri aku minuman berteguk-teguk alasan / Karena aku tidak percaya lagi rasa pilumu...".
• Rima /aa/ dan repetisi fonik: Suara /an/ (alasan, rayuan; penyesalan, kekecewaan) menghasilkan eko getir, diperkuat metafora sensorik (minuman, kudapan, busana).
• Simetri bait: Lima bait paralel, masing-masing "kau sodorkan/ajak/mainkan" vs. "lantaran/oleh sebab", membentuk oposisi giver-receiver.
Struktur ini menciptakan koherensi formal, membuat puisi mudah dimusikalisasi dengan tempo 70-80 BPM, piano lembut, dan vokal wanita tertahan.
3. Pendekatan Semiotik: Gatra Batin yang Tersembunyi
Semiotik Roland Barthes menggali lapisan makna di balik tanda, mengungkap gatra batin "Lantaran" sebagai alegori kehancuran cinta akibat pengkhianatan berulang. Puisi ini binar oposisi: pemberi (kau) vs. penerima (aku), kenikmatan dulu vs. kejenuhan sekarang.
• Metafora konsumsi: Minuman alasan, kudapan penyesalan, busana harapan menyiratkan cinta sebagai barang dagang yang basi—deep structure-nya: kebohongan mengikis kepercayaan.
• Simbol pembaharuan: Hijab pembaharuan kontra gaun cinta lama, menandakan transformasi diri pasca-trauma, dengan rindu sebagai "p**au asmara" yang kini sunyi.
• Klaster auditif akhir: Orkestra romantis vs. opera tragedi simbolkan kepekaan tumpul; kesunyian kenangan adalah deep structure penolakan total.
Makna batin ini reflektif-dewasa, cocok nuansa ballad getir dengan string pad dan ambient synth untuk lapisan emosional.
4. Integrasi Gatra Macam dan Batin
Gatra macam mendukung gatra batin: enjambemen memvisualisasikan "patah" emosi, sementara rima /aa/ mengikat metafora jadi narasi koheren. Strukturalisme beri kerangka ritmis untuk musikalisasi (gitar akustik petik lembut ikuti pola /aa/), sementara semiotik ungkap alegori sosial—cinta modern yang rapuh di era "kekinian". Integrasi ini hasilkan teks padu, di mana surface alirkan deep ke pembaca/mendengar.
5. Penilaian "Utile et Dulce"
Hakikat sastra Horace—berguna sekaligus nikmat—"Lantaran" penuhi objektif. Dulce: ritme enjambemen dan rima ciptakan kenikmatan auditif, diperkaya metafora sensorik yang emosional tertahan. Utile: beri pelajaran dewasa tentang batas pengampunan, dorong pembaharuan diri pasca-luka. Nilai objektif tinggi: 9/10, karena gatra mukaan kuat tapi batin bisa lebih radikal (misalnya, eksplisit gender dinamika Indonesia kontemporer).
6. Deskripsi Unggahan Video Musikalisasi
Unggah video ke Facebook/Instagram/TikTok: "Musikalisasi 'Lantaran' Jajang Halim – Ballad Patah Hati yang Menggugah. Genre: Pop Alternatif/Ballad Kontemplatif (70-80 BPM). Nuansa: Reflektif, getir, dewasa. Vokal solo wanita ekspresif tertahan, instrumen: piano harmoni, gitar akustik, bass minimalis, string emosional, drum halus, synth ambient. Puisi asli: [paste teks]. Tonton, rasakan rindu yang ditinggalkan! ". Optimalkan thumbnail close-up wajah penyanyi getir, caption ajak share pengalaman serupa untuk engagement.
7. Kesimp**an dan Rekomendasi
"Lantaran" unggul sebagai puisi modern Indonesia, di mana enjambemen /aa/ jembatani surface dan deep structure, capai "utile et dulce" sempurna untuk era media sosial. Rekomendasi: Produksi video dengan visual pantai senja (simbol p**au asmara), kolaborasi musisi lokal seperti Raisa-style vokal. Teliti lebih lanjut via arsip sastra digital untuk konteks Jajim Halim.
Daftar Pustaka
• Halim, Jajang. "Lantaran". (Puisi asli, sumber primer pengguna).
• Jakobson, Roman. *Linguistics and Poetics*. Dalam *Style in Language*, ed. Thomas A. Sebeok, MIT Press, 1960.
• Barthes, Roland. *S/Z*. Hill and Wang, 1974 (terjemahan Indonesia: *S/Z*, Jalasutra, 1998).
• Horace. *Ars Poetica*. Dalam *Satires, Epistles, and Ars Poetica*, Loeb Classical Library, Harvard UP, 1929.
• Pradopo, Rachmat Djoko. *Pengkajian Puisi*. Gadjah Mada University Press, 2004.
======================================
Produksi: (Kanal YouTube Jajang Halim)
===================