Drama Update

Drama Update kumpulan drama indo seru

Aku Terpaksa Pura-pura Gila di Depan Banyak Orang. Lalu Menikahi Gadis Malang yang Dicampakkan oleh Keluarganya. Setelah...
31/10/2025

Aku Terpaksa Pura-pura Gila di Depan Banyak Orang. Lalu Menikahi Gadis Malang yang Dicampakkan oleh Keluarganya. Setelah Itu Aku Menunjukkan Wajah Asliku Sebagai Putra Seorang Sultan Kaya Raya.

Aku masih ingat hari ketika semua orang menatapku dengan j1jik.
Rambutku yang gimbal, bajuku yang lusuh, dan sikapku yang dianggap tidak waras, semua itu bagian dari peranku.
Aku harus melakukannya, karena hanya dengan cara itu aku bisa menemukan arti cinta yang tidak memandang harta dan pangkat.

Dan hari itu, aku menikahi Aisya, gadis malang yang bahkan oleh keluarganya sendiri anggap sebagai beban.

Dari sudut pandangnya, aku tahu aku tampak seperti orang gila. Rumahku terlihat seperti sarang hantu, penuh sampah plastik dan dedaunan kering. Itu semua kubiarkan, agar orang-orang tetap percaya bahwa aku benar-benar ODGJ.

“Tolong jangan apa-apa kan aku, Kang Bidin!” suaranya bergetar ketakutan.

Aku tersenyum tipis. “Aku suamimu, mana mungkin aku menyakitimu.”

Matanya berkaca-kaca. “Aku terpaksa menikah denganmu karena disuruh bapakku.”

Aku menggenggam pergelangan tangannya pelan. “Tapi sekarang kamu istriku, Aisya.”

Dia berusaha menepis tanganku. Aku tahu dia takut. Tapi justru karena itulah aku ingin menjaganya — bukan karena kasihan, melainkan karena aku pernah melihat ketulusan di matanya.

Saat dia mulai menatap sekeliling rumah, aku tahu Aisya mulai ragu.
Rumah yang tampak kumuh dari luar itu sebenarnya rapi di dalam.
Kasur empuk, seprai navy, lemari berisi buku-buku dan laptop yang buru-buru kusimpan saat dia datang.

“Mulai sekarang kamu tidur di sini, bersamaku,” kataku.

Aisya menelan ludah.
Aku bisa melihat ketakutannya, tapi aku hanya menepuk bahunya pelan.

“Tenang saja. Aku tidak akan menyentuhmu sebelum kamu siap.”

Dia menatapku seperti sedang mencoba menebak, apakah aku benar-benar gila… atau hanya berpura-pura.

Keesokan harinya aku sengaja membeli makanan mahal dan dua porsi nasi Padang, juga iPhone terbaru. Aku ingin melihat reaksinya.
Saat kuberikan ponsel itu, matanya langsung melebar.

“Kang Bidin maling, ya?” tanyanya polos.

Aku tertawa pelan. “Tidak, Aisya. Aku cuma orang yang tidak s**a pamer.”

Aku membiarkannya menebak-nebak, karena itu bagian dari rencanaku.
Aku ingin tahu — berapa lama dia akan menilai seseorang hanya dari penampilan?

***

Diam-diam aku memperhatikannya saat dia berjalan ke kamar belakang, membuka pintu yang sedikit terbuka.
Dari celah itu, dia akan melihat rak-rak buku bisnis, kitab, sertifikat, dan piagam penghargaan perusahaan luar negeri.

Semuanya asli. Tapi untuk saat ini, biarlah dia mengira itu milik seseorang yang kutemukan di jalan.

Aku mendengar desah takjubnya pelan, “Siapa sebenarnya Kang Bidin…?”

Aku tersenyum dari balik bayangan. Belum saatnya dia tahu.

***

Sore hari, rumah kami digedor ramai-ramai. Suara teriakan dari luar membuat Aisya panik.
Keluarganya datang, membawa warga kampung. Mereka menuduhku menculik Aisya.

“Kembalikan anak kami, Kang Bidin! Dia bukan untukmu!”

"Kemarin kami menikahkan kalian hanya untuk memberi pelajaran kepada Aisya saja, biar dia tidak bandel."

Aku keluar dengan langkah tenang — lalu berpura-pura mengamuk.
Kuraih galah bambu, aku teriak seperti orang kesurupan. Orang-orang menjerit ketakutan dan berlari tunggang-langgang.

Dari balik jendela, aku tahu Aisya melihatku dengan mata gemetar. Tapi sebelum dia sempat menutup tirai, aku menatapnya balik.
Sengaja — dengan tatapan sadar penuh kesadaran.

Aisya terpaku.

Aku bisa lihat dari wajahnya: kini dia mulai ragu. Antara takut, atau mulai curiga bahwa aku bukan orang gila seperti yang dikatakan semua orang.

**

Malam itu, aku menatap langit-langit kamar sendirian.

Aku tahu waktuku hampir tiba.
Sudah cukup lama aku bersembunyi di balik topeng kegilaan.

Sudah cukup lama aku menanggung hinaan semua orang, hanya untuk satu tujuan: menemukan orang yang mau mencintaiku tanpa memandang aku siapa.

Aku berjalan ke kamar belakang, menatap brankas besi besar yang tersimpan rapi di balik rak buku.
Tanganku menyentuh permukaannya pelan.

Aku tersenyum samar.

“Sebentar lagi, Sayang,” bisikku lirih. “Sebentar lagi kamu akan tahu siapa sebenarnya suamimu.”

Brankas itu berbunyi klik…
Lalu lampu tiba-tiba mati.

Suara langkah kaki mendekat perlahan dari belakangku.

“Kang Bidin…” suara Aisya bergetar di kegelapan, “Kamu… siapa sebenarnya?”

Aku tidak langsung menjawab.
Aku menoleh perlahan — dan senyumku hanya tampak samar di antara cahaya remang lilin yang mulai menyala.

“Apakah kamu siap, untuk tahu segalanya?”

Seruuu banget, selengkapnya baca di kbmapp

judul : Suamiku Kurang Waras
Karya : Nurudin Fereira

Adikku merebut pria yang aku cintai selama ini dan aku dipak-sa menikah dengan pria tua bangka, tapi kenapa dihari perni...
29/10/2025

Adikku merebut pria yang aku cintai selama ini dan aku dipak-sa menikah dengan pria tua bangka, tapi kenapa dihari pernikahanku yang datang justru....

🌹🌹🌹

Part 10

Ningrum sangat marah ketika mendengar cerita dari Bu Siti. Dia rasanya tidak percaya kalau Inara selama ini diperlakukan tidak baik oleh ibu dan juga keluarganya.

"Maaf Bu Siti, apa ... Inara itu ... Anak di luar menikah?? Maksud saya ... Apa Inara itu mungkin anak selin-gkuhan??" Tanya Ningrum penasaran.

"Sama sekali bukan Nyonya. Inara itu anak kandung keluarga itu. Tapi ... Saat dia kecil, dia dianggap menyebabkan Papanya menin-ggal, karena saat itu Inara merengek meminta dibelikan mainan yang sangat dis**ainya dan Papanya menurutinya, tapi justru karena itu papanya Inara mengalami kecela-kaan dan menin-ggal.

Mulai saat itu Inara dianggap sudah membu-nuh Papanya sendiri, padahal menurut saya ... Itu sudah takdir dan sudah kehendak Tuhan, bukan karena Inara. Sejak kecil dia diperlakukan beda. Erina diperlakukan seperti tuan putri, sedangkan Inara seperti pembantu.

Inara sejak kecil jadi tidak memiliki kepercayaan diri. Dia tidak pandai merawat diri seperti Erina yang sejak kecil pandai berdandan. Inara selalu dikucilkan karena dia tidak pandai di sekolah. Bahkan Mamanya tidak pernah mau mengambil rapot Inara karena nilai Inara selalu buruk. Sejak kecil sampai dewasa ini Inara selalu mend-erita nyonya, bahkan meski dia diperlakukan tidak baik oleh Mamanya, dia tetap menyayangi Mamanya dan rela menerima lamaran Pak Hutama yang dikira akan menikahinya, itu semua karena dia ingin berbakti pada Mamanya."

Mendengar cerita Bu Siti, tak Terasa air mata Ningrum pun berjatuhan. Dia tidak menyangka kisah hidup Inara sangat menyedihkan dan sangat tidak adil karena diperlukan tidak baik oleh keluarganya.

"Jadi saya mohon nyonya, sayangilah Inara, kalaupun Inara tidak diterima karena bukan mempelai sesungguhnya, saya mohon kembalikan dia baik-baik. Inara itu an-ak baik nyonya, dia tidak pernah menyusahkan sejak kecil, dia mandiri karena tuntutan keadaan."

"Kamu bicara apa Bu Siti?? Inara menantuku yang sesungguhnya. Mulai dari sekarang, aku akan membuat dia sangat bahagia tinggal di rumah ini. Saya akan membuatnya merasakan kasih sayang keluarga."

Mendengar itu Bu Siti pun tak bisa menahan air matanya. Akhirnya setelah sekian lama dia bisa melihat Inara bahagia dengan keluarga yang tepat.

Tak lama kemudian Inara keluar dari dalam kamar dan menghampiri keluarga Laksmana di luar sana. Ningrum melihat penampilan Inara yang sangat sederhana, bahkan pakaian yang dipakainya bukan pakaian bermerek. Padahal dia berasal dari keluarga berada.

Inara segera disambut oleh Ningrum dan digandeng tangannya menuju meja makan. "Duduk di sini, kamu harus duduk di samping laksmana, karena dia sekarang suamimu," ucap Ningrum dan membuat Inara tersenyum sungkan.

"Jangan malu ya Nak ... Anggap Mama ini Mama kandung kamu. Mama akan menyayangimu seperti putri Mama sendiri, bukan menantu Mama," kata Ningrum mengusap kepala Inara yang tertutup hijab putih dan gamis berwarna merah muda.

Inara menunduk sendu. Dia tidak pernah diperlakukan seperti ini sebelumnya. Sejak dulu dia sangat merindukan kasih sayang Mamanya, tapi dia tidak pernah mendapatkannya dan justru saat ini Ibu mertuanya itu memperlakukannya sangat baik. Inara tidak pernah menyangka hal ini bisa terjadi.

"Jangan sedih. Pokoknya mulai dari sekarang Mama nggak akan biarin kamu sedih. Kamu harus terus bahagia, karena kalau tidak, Mama akan marah, mengerti??"

"Terimakasih Ma," ucap Inara dengan sekuat tenaga menahan agar air matanya tidak jatuh saat itu.

"Makanlah yang banyak, karena setelah ini Mama akan mengajakmu pergi ke suatu tempat," kata Ningrum.

"Mau kemana ma??" Tanya Laksmana yang penasaran. Sejak tadi dia lihat Mamanya terlihat sangat bahagua dengan kehadiran menantu barunya.

"Mama mau ajak Inara ke klinik kecantikan, sama butik langganan Mama," jawab Ningrum.

Semua yang ada di sana mengernyit heran, termasuk Inara.

"Kenapa kalian melihat Mama seperti itu??

Mama mau ajak menantu Mama perawatan dan membelikannya gaun terbaik," kata Ningrum lagi.

Semua yang ada di sana diam mendengar ucapan Ningrum.

"Kenapa kalian seperti kaget?? Kita harus datang ke acara resepsi pernikahan Erina kan? Adik Inara menikah dan kita akan kesana malam ini dan Mama akan membuat menantu Mama terlihat sangat cantik nanti malam. Mama akan membuat semua mata memandang Menantu Mama."

"Ma ...," ucap Papa tak mengerti dengan apa yang akan dilakukan Mama.

"Memangnya Papa nggak mau ketemu sama besan Papa yang sempat dikira akan menjadi mertua Papa??" Ningrum tertawa mengingat kesalah pahaman yang terjadi tapi Sangat dia syukuri. Kalau saja tidak terjadi kesalahpahaman, mungkin saat ini wanita tidak sopan itu yang akan menjadi menantunya.

"Dan hari ini Mama akan mengajak Inara untuk perawatan dan membuatnya sangat cantik di acara resepsi pernikahan adiknya. Lihat saja, adiknya akan sangat cemburu melihat penampilan Inara nanti malam," ucap Ningrum sembari tersenyum puas.

"Tapi ... Ma ... Itu tidak perlu," ucap Inara sungkan. Dia bahkan tidak diundang di acara pernikahan adiknya. Inara Takut kalau kehadirannya tidak diinginkan dan justru diusir.

"Ehhh kenapa tidak perlu?? Ini sangat perlu. Kamu harus tampil cantik di acara resepsi adikmu kan??'

"Tapi ... Aku tidak diundang Ma. Aku takut justru akan diusir dari sana dan akan membuat Mama malu nantinya."

"Siapa yang berani mengusir menantu keluarga Hutama Surya Diningrat?? Kalau sampai itu terjadi, perusahaan Mamamu tidak akan baik-baik saja," jawab Ningrum dengan senyum misteriusnya.

Inara menelan ludah dengan susah payah.

"Jadi setelah makan, kamu harus bersiap. Siap-siap untuk menjadi cantik di depan mereka semua."

---

Baca selengkapnya di KBM
Judul: Dilamar Tua Bangka Dinikahi Bos Tampan
Penulis: Nafisa Ica

Sang Pewaris yang Kau Buang 5Hana masih menutup mata rapat-rapat. Tak berani melihat keadaan di luar. Ia terlalu takut m...
29/10/2025

Sang Pewaris yang Kau Buang 5

Hana masih menutup mata rapat-rapat. Tak berani melihat keadaan di luar. Ia terlalu takut membayangkan apa nasib yang menimpa seorang penyebrang wanita itu.

Tanpa dia sadari, tangan Damar masih menopang kepalanya. Tadi, saat mobil berhenti mendadak, pria itu spontan melindungi kepala Hana dari benturan. Alih-alih melindungi kekasih gelapnya, Damar justru melindungi istri yang baru saja diceraikannya.

Gedoran kaca mobil terdengar keras dari luar, menarik mereka ke alam sadar. Para warga sudah berkerumun. Dengan emosi meminta mereka turun.

"Woi, turun kau!" teriak sesebapak tepat di samping kemudi.

"Bisa bawa mobil nggak! Tangung jawab kalian!"

"Turun sebelum kami berbuat nekat!"

Salah seorang dari mereka kini mengambil sebuah batu besar, bersiap memecahkan kaca. Sontak Karin ketakutan bukan main. Dia menoleh ke Damar yang juga sama terkejutnya, meminta perlindungan.

"Kamu tenang, biar aku yang bicara sama mereka." Meski panik dengan situasi yang semakin memanas, Damar tetap memberanikan diri untuk turun menghadapi mereka.

Seorang pria yang sudah dikuasi amarah langsung menarik kerah baju Damar, lalu menendorong tubuhnya ke sisi mobil. Posisi Damar sangat terpojok saat ini.

"K–kami minta maaf. Kami tidak bermaksud membahayakan siapapun di sini," ungkap Damar berusaha menjelaskan.

"Apa hal yang buat kalian bawa mobil sembrono, hah? Nasib baik korban nggak kena tabrak!"

Si wanita paruh bayah yang menyebrang tadi, kini ditenangkan di sekitarkan ruko. Syukur mobil hanya menabrak trotoar pembatas jalan.

Warga yang lain memaksa si pengemudi turun. Karin yang kepalang panik hanya bisa menurut. Wajahnya pucat pasi saat ini.

"S–saya benar-benar nggak sengaja. Tolong jangan sakiti saya," mohon Karin memelas.

"Halah, kamu pikir maafmu itu cukup! Kalian harus tanggung jawab!"

Karin melirik Damar dengan wajah menahan tangis. Berharap pria itu bisa melakukan sesuatu. Ia tak mau digiring massa bak seorang pelaku kr1minal.

"Tolong lepaskan dia! Saya yang akan tanggung jawab. Saya pasti memberikan b1aya ganti rugi," sahut Damar bernegosiasi tapi tak digubris.

"Kalian berdua tetap harus ikut. Kami harus pastikan kalian tak lari. Cepat jalan!" Warga mengiring mereka berdua ke salah satu bangunan di pinggir jalan untuk ditindak lebih lanjut.

Sementara itu, di dalam mobil, Hana dibiarkan begitu saja. Ia bahkan tak tersentuh kemarahan massa. Seolah mendapat penjagaan langsung dari langit.

Wanita hamil itu terus berdzikir dan meminta pertolongan dari Sang Maha kuasa. Doanya pun terkabul. Sungguh ia yakin Allah takkan mengabaikan hamba-Nya yang butuh pertolongan.

"Astagfirullah ...," gumam Hana seraya mengatur napas. Badannya masih gemetar, kejadian yang menimpa ini benar-benar menggucang jiwa.

Dengan perlahan, Hana membuka pintu mobil lalu beranjak dari sana. Ia harus pergi ke tempat yang lebih aman, sebelum ada yang menyadari keberadaanya.

"Ini kesempatan aku untuk pergi. Mas Damar takkan melepaskanku untuk yang kedua kalinya." Dia terus melangkah menjauh, sesekali berlari kecil dan memastikan tak ada yang mengejarnya dari belakang.

Setakut itu Hana saat ini. Lututnya pun masih sangat lemas. Jika bukan karena teringat dengan bayi di kandungan, ia takkan mungkin kuat berlari.

"Ya Allah, kuatkanlah hamba. Lindungilah kami dari orang-orang dzalim, Ya Robb," pintanya terdengar lirih.

Tetes demi tetes air mata mengiringi langkah Hana. Ia tak kuasa menahan sakit hati saat teringat semua perlakuan jahat Damar padanya. Semua terputar bak kaset yang rusak.

Ingin rasanya ia berteriak kencang untuk menghilangkan sesak di dada. Sembilu akibat perlakuan jahat yang ditorehkan Damar kian hari menggerogoti jiwanya. Mati-matian Hana mempertahankan kewarasan yang terus diusik.

"Jahat kamu, Mas. Salah apa aku sama kamu?" rintih Hana setengah terisak.

Dengan gusar wanita itu mengusap p**i yang basah. Jejak air mata amat deras tanpa bisa dihalaunya. Biarlah ini menjadi kali terakhir Hana menangisi pria yang menorehkan luka paling hebat di hidupnya.

Tak terasa melangkah, ia kini tiba di jembatan layang. Semilir angin menyapu wajahnya yang sembab. Tepat di bawah jembatan, ada sungai terbentang luas.

Langkah Hana terhenti di tengah-tengah jembatan. Ia cukup lelah berjalan setelah berjalan jauh. Diputuskannya mendekat ke arah besi pembatas untuk menikmati pemandangan di depannya.

Tenang

Cara ini berhasil membuat perasaan Hana lebih damai. Sungai dengan ombak kecil, angin sepoi yang menerbangkan daun, serta matahari dengan terik yang menyengat, sebuah karya sempurna milik Sang Pencipta. Entah kapan terakhir kali ia bisa merasakan setenang ini.

Saat Hana melihat sungai di bawah, tiba-tiba ia bergumam, "Baiklah, kalau memang kamu ingin aku pergi dari hidup kamu, Mas. Anggaplah Hana yang dulu sudah mati. Silahkan berbahagia dengan pilihanmu. Aku harap kau tak menyesalinya nanti."

Perkataan itu terlontar begitu saja tanpa maksud apa-apa. Hana hanya ingin menyakinkan dirinya kalau Damar bukan segalanya. Ia akan buktikan bisa bahagia tanpa bayang-bayang mantan suaminya.

Akan tetapi, tanpa wanita itu sadari, ada sebuah mobil berhenti tak jauh dari tempatnya berdiri. Pria di baliknya serius memperhatikan. Ia juga mendengar apa yang barusan di katakan Hana, tapi pria itu malah mengartikan lain.

Gegas pria itu turun dari mobil lalu menghampiri Hana dari belakang. Tanpa aba-aba, pria asing itu menarik Hana dengan kuat hingga membentur badan kokohnya.

Hana yang amat terkejut tak sempat bertindak. Matanya melotot saat sadar tengah berada di pelukan seorang pria asing.

"Kamu pikir dengan lompat ke sana bisa menyelesaikan masalah, hah?" bentak sang pria dengan suara baritonnya. Namun, ada nada khawatir di dalamnya.

~Bersambung

Selengkapnya baca di KBM app🍀
Judul : Sang Pewaris yang Kau Buang
Penulis : Husnara Disty

27/10/2025

Awalnya diamdiam s**a malah jadi berakhir gin
i[Drama Update]


Kakak ipar memintaku untuk ganti biaya mereka jalan-jalan sekeluarga. Aku hanya tertawa dan dia bilang aku amnesia!Bab 8...
26/10/2025

Kakak ipar memintaku untuk ganti biaya mereka jalan-jalan sekeluarga. Aku hanya tertawa dan dia bilang aku amnesia!

Bab 8

Aku berdiri dan mengusap wajahku yang sempat memanas karena sisa-sisa emosi tadi siang. Tidak, aku gak boleh terlihat rapuh. Terutama di depan Fabian. Aku ibu baginya—rumah pertamanya, sandaran satu-satunya. Aku harus kuat. Harus!

Seandainya tadi aku takut, seandainya aku menyerah dan mengalah seperti biasanya, sudah pasti motor yang kini terparkir rapi di samping teras itu akan ikut diseret oleh ibu mertua. Padahal selama ini motor itu hanya jadi pajangan demi gengsi keluarga mereka. Meski aku yang mencicil dari gajiku sendiri, tapi aku nyaris tak pernah diberi izin memakainya.

Motor itu lebih sering dipakai Mbak Lina. Katanya biar gak malu kalau mau ke mana-mana. Lucu, ya? Motor cicilan yang dipakai untuk pamer ke orang-orang, padahal bukan mereka yang susah payah membayar.

Aku menghela napas panjang. Selama ini aku terlalu lemah. Semua kulakukan dengan alasan ingin jadi menantu yang baik, ingin berbakti, karena dalam pikiranku ibu mertua adalah seperti ibu kandung—harus dihormati, dihargai, dijaga perasaannya. Tapi nyatanya, mereka menjadikanku budak. Mereka menarik semua tenagaku, menyedot penghasilanku, dan saat aku berhenti tunduk, mereka menganggapku pemberontak.

Kini, biar saja rumah di kota itu ditinggali ibu dan Mas Danang, bersama semua gengsi mereka. Di sana masih ada mobil yang cicilannya baru akan dimulai, AC kamar ibu yang belum lunas, meja rias mewah yang bahkan ukurannya bikin sempit kamar ibu, dan lampu kristal yang katanya untuk mempercantik ruang tamu. Belum lagi cicilan rumah dan ponsel ibu yang sekarang semuanya dibebankan ke gaji Mas Danang. Kalau ditotal, bisa enam juta lebih per bulan. Hahaha… rasain! Aku tak menyesal. Aku lepas dari beban yang bukan milikku sejak awal.

Susah payah aku membangun karir, meraih posisi strategis dan gaji besar, tapi aku tak bisa menikmati hasilnya. Sekarang sudah waktunya aku berubah. Tanpa mereka aku bisa!

Malam itu, setelah selesai makan dengan Fabian, aku menemaninya menonton sambil melipat cucian. Rumah ini hangat, sederhana, tapi tenang. Tak ada suara-suara tinggi, tak ada sindiran setiap jam makan, tak ada tatapan menghina tiap aku hendak duduk. Hanya ada tawa kecil anakku dan detak jantungku yang mulai tenang.

Namun ketenangan itu tak bertahan lama.

Ponselku tiba-tiba berdering. Di layar tertera nama Mbak Lina. Mataku menyipit. Mau apa lagi dia? Oh, sku teringat sesuatu. Kuseka tombol hijau dan mendekatkan ponsel ke telinga.

"Halo, Mbak," sapaku datar.

“Nadia, langsung aja deh ya. Mbak gak akan ikut campur urusan kamu sama Danang atau ibu…” suaranya cepat, seperti takut niatnya keburu padam.

“Terus? Mbak ngapain telepon aku kalau bukan mau ikut campur?” tanyaku tajam.

“Kamu kan udah janji ganti uang Mbak yang dipakai pas ke rumah Bude Murni kemarin. Jadi, sekarang juga tolong transfer 10 juta. Biar urusan kita kelar.”

Aku terdiam sejenak, lalu mengerutkan dahi.

“Hah? Kapan aku janji?”

“Danang yang bilang! Kamu suruh pasin 10 juta. Sekarang transfer ya, jangan ngeles!”

Aku nyaris tertawa. “Enak aja kamu, Mbak.”

“Loh? Loh? Apa maksud kamu? Kamu gak mau bayar?” nada suaranya mulai naik.

“Lagian uang itu kalian yang nikmati. Kok aku yang disuruh ganti? Mbak gak usah ngadi-ngadi deh!”

“Kamu sendiri yang bilang ke Danang, suruh pasin 10 juta! Gimana sih? Amnesia kamu?”

“Oh, aku ingat. Aku bilang ‘pasin aja 10 juta’—tapi bukan berarti aku yang mau ganti, Mbak! Lagian, kalian ke rumah bude itu juga gak ngajakin aku, pergi pas anakku sakit, aku yang repot sendirian di rumah. Kalian malah senang-senang, eh, aku disuruh bayar? Monyet pun tertawa lihat tingkah kalian!”

Tiba-tiba suara keras menggema di telingaku. “Kurang ajar kamu, ya, Nadia!”

“Enggak, Mbak. Mbak aja yang gak punya malu. Dikit-dikit minta. Aku ini bukan lumbung emas!”

“Kamu kan dapat uang pesangon! Pasti pesangon kamu banyak. Ganti d**g uang Mbak! Itu suamimu juga yang pakai! Mulai dari BBM, rokoknya Danang, makan dan jalan-jalan di tempat wisata semuanya Mbak yang talangi dulu!"

"Hahaha... berarti uang Mbak banyak d**g? Gantian lag sesekali keluar duit buat nyenengin keluarga. Aku loh udah biasa. Bedanya aku dipaksa bayar cicilan dan barangnya dikuasi ibu!"

"Eh, Nadia! Pokoknya Mbak gak mau tau ya, kamu harus ganti 10 juta itu sekarang!"

“Hahaha, minta aja sama Mas Danang sana! Serupiah pun aku gak ikut menikmati uang itu, mana mungkin aku mau mengganti apa yang gak aku pakai. Jadi jangan harap aku mau diatur lagi sama kalian! Uangku, hakku, bukan hak kalian!”

“Gila kamu, ya?!” pekik Mbak Lina.

“Bukan aku yang gila, Mbak. Mbak yang gila. Aku kerja keras siang malam, Mbak gak pernah bantu apa-apa. Tapi giliran aku dapat pesangon, kalian mau ikut menikmati. Gak sudi!”

“Awas ya kamu, aku aduin ke Danang!”

“Aduin aja. Bentar lagi juga kita cuma mantan. Gak ada urusan lagi, Mbak.”

Aku menutup telepon dengan satu ketukan dingin. Hatiku berdebar, rasanya puas meluapkan semua kekesalan ini. Batinku lega. Satu per satu mereka kututup pintunya. Satu per satu hubungan yang membuatku tercekik mulai kuputuskan.

Aku menoleh ke arah Fabian yang mulai menguap.

“Fabian,” bisikku sambil membaringkannya, “Ibu janji, kamu gak akan hidup dalam lingkaran seperti ibu. Kamu akan tumbuh di rumah yang damai. Yang gak punya utang gengsi, gak penuh teriakan, gak bikin kamu takut untuk pulang.”

Malam itu aku menatap langit-langit rumah dengan dada yang lapang. Belum tentu besok akan lebih mudah. Tapi setidaknya hari ini, aku berani berkata: Aku cukup. Aku layak bahagia.

Sudah bisa dibaca sampai tamat di aplikasi KBM App
Judul: Janda Sebatas Iddah
Penulis: Dianti W

13/10/2025

Dua kandidat calon RT ini RIBUT HEBOH!! Kenapa ya
[Drama Update]


12/10/2025

ADA DUKUN SESAKTI INI?
[Drama Update]


11/10/2025

Kakakku rela lakuin hal aneh ini demi harta

10/10/2025
10/10/2025

Suamiku punya bisnis sampingan yang ANEH??

09/10/2025

Ani-ani ini bukan sekedar ani-ani biasa!
[Drama Update]


08/10/2025

Dikira selingkuh, ternyata ada hal lain
[Drama Update]


Address

Jakarta Selatan

Website

Alerts

Be the first to know and let us send you an email when Drama Update posts news and promotions. Your email address will not be used for any other purpose, and you can unsubscribe at any time.

Contact The Business

Send a message to Drama Update:

Share