09/05/2025
Paus Leo XIV sebagai Jembatan Persatuan
Pemilihan Kardinal Robert Prevost sebagai Paus pertama dari Amerika Serikat—sebuah negara dengan mayoritas Protestan—menjadi momen bersejarah yang sarat dengan makna ekumenis dan teologis. Dalam konteks ekumenisme, terpilihnya seorang Paus dari tradisi Agustinian (ordo yang sama dengan Martin Luther) dan melanjutkan warisan Paus Leo XIII (dengan ensiklik Aeterni Patris yang menekankan pembaruan Thomisme) serta terpilih pada perayaan Bunda Maria dari Pompeii, bisa dilihat sebagai tanda penyelenggaraan ilahi yang mendorong persatuan umat Kristen.
1. Amerika Serikat dan Warisan Ekumenis
Sebagai Paus pertama dari AS, Prevost membawa pengalaman unik tentang dialog dengan Protestanisme, yang dominan di negaranya. Gereja Katolik AS sendiri telah lama terlibat dalam dialog ekumenis (misalnya, dengan Evangelicals and Catholics Together). Paus dari latar belakang ini mungkin akan lebih memahami dinamika teologis dan kultural yang memisahkan Katolik-Protestan, sekaligus mencari titik temu, khususnya dalam otoritas Kitab Suci, Tradisi, dan keselamatan oleh rahmat.
2. Ordo Agustinian dan Jejak Martin Luther
Fakta bahwa Prevost berasal dari Ordo Santo Agustinus (OSA)—ordo yang sama dengan Martin Luther—bisa menjadi simbol rekonsiliasi. Luther sendiri adalah seorang biarawan Agustinian yang awalnya ingin mereformasi Gereja dari dalam. Dengan memilih seorang Paus dari ordo ini, Gereja seolah mengingatkan bahwa reformasi sejati terjadi dalam persatuan, bukan perpecahan.
Aeterni Patris (1879) dari Leo XIII yang mengangkat kembali filsafat St. Thomas Aquinas juga relevan karena Aquinas sering dihargai baik oleh Katolik maupun Protestan (misalnya, dalam teologi alamiah dan etika). Paus Prevost mungkin melanjutkan pendekatan ini dengan menekankan akal dan iman sebagai jembatan ekumenis.
3. Bunda Maria dari Pompeii dan Kembalinya Umat kepada Gereja
Pemilihannya pada perayaan Bunda Maria dari Pompeii (yang terkait dengan devosi Rosario dan pertobatan) mengisyaratkan peran Maria sebagai Bunda Persatuan. Banyak gerakan seperti Coming Home Network mencatat bahwa ribuan Protestan, khususnya dari tradisi Evangelikal dan Anglikan, telah kembali ke Gereja Katolik karena devosi kepada Maria, Ekaristi, dan kesinambungan apostolik.
Dalam perspektif ekumenis, kembalinya umat ke Gereja Katolik bukanlah "kemenangan" satu pihak, melainkan pemenuhan kerinduan akan persatuan yang Kristus kehendaki (Yoh 17:21). Gereja Katolik, dengan sakramen-sakramen dan Tradisi yang hidup, menawarkan kepenuhan sarana keselamatan, tetapi juga terbuka untuk belajar dari semangat iman Protestan (seperti penekanan pada Kitab Suci dan keterlibatan awam).
Kesimpulan: Ekumenisme dalam Terang Paus Baru
Paus Prevost, dengan latar belakangnya, bisa menjadi jembatan antara Katolik dan Protestan, khususnya dengan:
Mendorong dialog teologis (misalnya, tentang pembenaran, sakramen, dan otoritas Gereja),
Menghidupkan warisan Agustinian-Thomistik yang bisa diterima banyak pihak,
Memperkuat devosi Marian sebagai jalan persatuan, bukan perpecahan.
Kembalinya banyak umat ke Gereja Katolik adalah undangan untuk semua Kristen agar melihat Gereja sebagai "rumah bersama" di mana "yang hilang" bisa pulang (Luk 15:11-32), tanpa kehilangan kekayaan rohani mereka. Persatuan bukanlah penyeragaman, tetapi persekutuan dalam kebenaran dan kasih.
Soli Deo Gloria – dan semoga Bunda Maria dari Pompeii mendoakan jalan menuju persatuan Kristen.
Kredit: Romo Patris Allegro