02/06/2025
NOVEL: TITIK DARAH PENGHABISAN UNTUK PUTRAKU
"Mom sakiiiiiiiit!" kudengar suara jeritan putr4ku dari dalam kamar mandi. Aku bergegas menghampirinya. Saat aku membuka pintu kamar mandi, kulihat putraku sedang terduduk di atas closet, wajahnya memerah seperti menahan sakit.
"Kenapa nak?" Tanyaku ingin tau kenapa dia menjerit.
"Bok sakit," ucap putr4ku yang berusia 7 tahun itu.
Aku menghampirinya yang masih duduk di closet, melihat tidak ada kot0ran di dalam closet. Sepertinya anakku mengalami sembelit, makanya dia menjerit kesakitan.
"Sudah, kalau poopnya belum bisa keluar, jangan dipaksa," ucapku.
An4kku hanya mengangguk dan segera bangkit. Wajahnya meringis, sepertinya rasa sakit itu begitu menyiksanya.
"Sekarang kamu mandi, dan mommy akan membuatkan jus buah untukmu. Untuk kali ini, kamu nggak boleh menolak," ucapku. Aku tau sekali bagaimana tidak sukanya anakku dengan buah-buahan dan juga sayur-sayuran, dan lihat sekarang, dia sampai menjerit merasakan sakitnya sembelit.
"No, aku ga mau." Dia menggeleng hebat.
"Dengar Kiano, kalau kamu nggak mau minum jus buah, rasa sakit itu akan semakin parah," ucapku.
"Baiklah mom…" ucapnya dengan suara lemas, untuk kali ini dia tidak bisa membantah.
"Naura bantu saya menyiapkan sarapan dan juga jus buah untuk Kiano, sepertinya Kiano kurang serat, tadi dia sampai menjerit menahan rasa sakit karena sembelit."
"Kiano sembelit?" Tanyanya.
"Ya, sembelit."
Aku membiarkan Naura melanjutkan membuat sarapan, sedangkan aku bergegas mandi karena aku juga akan berangkat bekerja.
Aku Dayana, umurku 30 tahun. Seorang single parent yang bekerja di salah satu se-kolah swasta, mengajar anak-anak berkebutuhan khusus. Aku hidup bersama putra semata wayangku dengan dibantu seorang pekerja yang bernama Naura.
Mengajar di se-kolah anak yang berkebutuhan khusus, tidak banyak menyita waktuku. Karena aku akan p**ang pada jam 03.00 sore dan setelah itu dapat menghabiskan waktu dengan putraku. Ya, begitulah kehidupanku sehari-hari.
Aku telah rapi dengan pakaianku dan segera menuju ruang makan. Tak kulihat putraku Kiano, duduk di ruang makan. Biasanya dia telah lebih dulu menungguku dengan menikmati sarapan yang disediakan oleh Naura.
"Kiano, ayo sarapan!" Aku meneriakkan nama anakku.
Namun tidak kudengar sahutan dari putra kecilku itu. Langsung saja Aku menuju ke kamarnya, untuk melihat keadaan Kiano.
"Ya Tuhan!" aku menjerit saat melihat putraku terbaring dengan keadaan telungkup di lantai.
"Kiano, kenapa nak?" ucapku seraya mengangkat tubuhnya ke atas kasur.
"Sakit mom.." rintihnya dengan suara lemah.
"Sebentar…" aku bergegas keluar kamar, meminta Naura membawakan jus buah yang dibuatnya tadi pagi dan mengantarkannya ke kamar.
Selang beberapa menit Naura datang dengan segelas jus di tangannya, dan menyerahkan jus itu padaku.
"Kamu minum ini ya, untuk hari ini kamu tidak usah sekolah. Mommy akan membuatkan surat izin untukmu."
Putra kecilku mengangguk lemah, tidak ada penolakan saat jus buah itu kusodorkan padanya. Sepertinya rasa sakit itu membuatnya menuruti permintaanku. Biasanya akan ada drama saat aku memintanya memakan buah-buahan ataupun sayuran.
"Setelah kotoran itu keluar, rasa sakit itu akan menghilang," ucapku seraya membelai kepala anakku.
Sebelum berangkat bekerja, aku menitipkan kiano pada Naura. Meminta Naura memantau keadaan putraku selama di rumah.
Aku berangkat bekerja dengan perasaan risau. Terbayang keadaan putraku yang sedang sakit di rumah. Teringat wajah putraku yang basah oleh keringat dan meringis kesakitan. Semoga saja jus buah itu dapat bekerja dengan baik, dan membuat sakit akibat sembelit anakku berkurang.
Setelah sampai di ruang lingkup se-kolah tempatku mengajar, Aku berusaha bersikap profesional. Melupakan sejenak kegundahanku, dan mulai mengajar anak-anak didikku.
Di se-kolahi ini hanya ada anak-anak berkebutuhan khusus, anak-anak yang sistem motoriknya berjalan lambat. Bersyukur mereka memiliki orang tua yang hidup berkecukupan, sehingga bisa menyekolahkan mereka di se-kolah ini dengan biaya yang terbilang cukup mahal.
Anak seorang pengacara, anak seorang artis, anak seorang dokter juga tidak luput dari yang namanya autis. Mereka di sek0lah kan di sini. Tentu meng4jar an4k yang berkebutuhan khusus tidak sama dengan mengajar anak normal lainnya. Diperlukan ekstra kesabaran dan juga dedikasi tinggi.
Saat jam istirahat, Aku mengeluarkan bekal yang kubawa dari rumah. Namun tiba-tiba aku teringat anakku, segera aku meraih ponsel yang berada dalam tas berniat untuk menghubungi Kiano di rumah.
Saat aku menyalakan ponsel, mataku membulat melihat banyaknya panggilan tidak terjawab yang datang dari Naura. Aku pun segera menghubungi Naura.
Terdengar suara nada sambungan beberapa kali, setelah itu suara Naura menyapa dari seberang sana.
"Hallo Bu, Kiano bu..." suara Naura terdengar panik.
"Kenapa? Kiano kenapa?" Tanyaku tidak kalah panik.
"Kiano badannya panas banget Bu… Sedari tadi dia tidak berhenti merintih kesakitan," ucap Naura menjelaskan.
Aku tidak sabar untuk p**ang, namun jam p**ang masih 3 jam lagi. Di sek0lah ini tidak dapat meminta izin p**ang begitu saja. Kalaupun ingin meliburkan diri, harus mengajukan surat pada jauh-jauh hari.
"Naura, untuk sementara menunggu saya p**ang, kamu bisa memberi obat penurun panas yang ada di kotak obat P3K. Dan jangan biarkan perut piano kosong. Satu lagi, kompres Kiano dengan menggunakan air panas, bukan air dingin," ucapku memerintahkan gadis muda itu.
"Baik bu.."
Panggilan telepon pun ditutup.
Aku menatap kotak bekal yang ada di hadapanku. Seketika selera makan ku hilang. Pikiranku tertuju pada putra kecilku yang sedang sakit di rumah, sedangkan aku tidak dapat menemaninya. Sabar ya sayang... sebentar lagi mommy p**ang.
Aku menarik napas dalam, berusaha menenangkan diri dan bersiap kembali mengajar.
Tidak terasa jam menunjukkan p*kul 03.00 sore. Tidak sabar aku untuk segera p**ang. Aku bergegas mengemasi perkakasku, lalu melangkah lebar menuju parkiran dimana mobilku terparkir.
Tepat pukul 03.30 sore, aku sampai di rumah. Dengan langkah setengah berlari, aku memasuki rumah tidak sabar untuk menemui putraku.
Saat pintu kamar terbuka, kulihat putraku yang sedang tertidur p**as di atas ranjangnya, ditemani oleh sang pengasuh, Naura.
Dengan perlahan aku berjalan mendekat, takut gerak-gerikku menimbulkan suara dan membangunkan putra kecilku itu.
"Bagaimana keadaannya?" Tanyaku setengah berbisik kepada Naura.
"Setelah minum obat, dia langsung tertidur Bu," jawab Naura.
"Syukurlah, semoga keadaannya setelah ini membaik. Kalau tidak kunjung membaik juga, kita akan membawanya ke dokter," ucapku.
Aku berjalan mendekati putraku, melayangkan sebuah ciuman di atas kepalanya yang sedikit terasa panas.
"Ahh sayang, cepat sembuh ya nak. Mommy menyayangimu," bisikku lembut di telinganya.
Ibu mana yang tidak sedih melihat anaknya yang sedang sakit? Jika bisa, Aku ingin rasa sakit itu hilang dari tubuh anakku dan berpindah ke tubuhku. Biar aku saja yang merasakan sakit itu.
Aku meninggalkan kamar anakku, berniat untuk membersihkan diri, dan setelah itu beristirahat sejenak.
P*kul 06.00 sore. Aku kembali mendatangi kamar anakku, untuk melihat keadaannya. Kulihat putra kecilku itu masih tertidur lelap. Aku membaringkan tubuhku di sampingnya, melingkarkan tangan untuk memeluk tubuh mungil itu. Tidak henti-hentinya aku menciumi wajah imut dan menggemaskan putraku.
"Jangan… jangan… sakiiit." tiba-tiba putraku meracau dalam tidurnya.
"Hey, ini mommy" ucapku berusaha menenangkan putraku.
"Jangan… jangan… sakit…" dia tetap meracau. Tubuhnya menggigil, bahkan kakinya bergerak kesana-kemari menendang udara.
"Sssst sayang" Aku memeluk tubuhnya erat. Kurasakan tubuhnya semakin panas.
"Nauraaaaaaa!" teriakku memanggil pengasuh.
Naura setengah berlari menghampiriku.
"Ada apa Bu?" tanyanya panik.
"Kita bawa Kiano ke rumah sakit sekarang."
Aku segera menggendong tubuh mungil putraku ke mobil, menaruhnya di kursi penumpang yang berada di belakang bersama Naura.
Aku memacu laju mobil di tengah padatnya kendaraan lain, tidak sabar untuk segera sampai di rumah sakit. Ku arahkan kaca spion pada putraku yang sedang dipeluk oleh Naura.
Mata putraku masih terpejam, akan tetapi mulutnya tidak berhenti meracau.
"Jangan... jangan... sakit!" begitu racaunya.
Akhirnya kami pun sampai di rumah sakit. Aku segera membawa putraku ke ruang IGD. Menunggu beberapa lama, pihak dokter membawa putraku masuk ke dalam salah satu ruangan, hanya dokter dan perawat yang bisa masuk, sedangkan aku menunggu di luar ruangan.
Sebenarnya apa yang terjadi pada putraku? Kenapa harus dilakukan pemeriksaan khusus? Apa dia mengalami sakit yang serius? Oh Tuhan…
Aku menunggu hasil pemeriksaan atas kondisi anakku. Setelah menunggu cukup lama, akhirnya seorang dokter keluar dari ruangan dan menghampiriku. Sang dokter memintaku untuk mengikutinya masuk ke dalam ruang kerjanya.
"Silahkan duduk Bu," ucapnya dengan nada datar. Terjadi ketegangan di dalam ruangan ini.
"Apa yang terjadi pada putraku?" Tanyaku tidak sabar.
"Saya harap, setelah mendengar berita ini, anda bisa bersabar."
"Ayo dok, beritahu apa yang terjadi pada putraku." Aku tidak tahan lagi berlama-lama dengan basa-basi ini.
"Jadi begini... terdapat luka robekan pada anak ibu. Luka yang diakibatkan suatu benda tumpul yang memasuki lubang itu. Sepertinya anak ibu, baru saja mengalami kekerasan secara seksual. Ini mungkin sebuah berita buruk yang tidak ingin didengar oleh orangtua mana pun di dunia ini, kami harap Ibu bisa bersabar. Kami bisa menyediakan psikolog anak untuk anak ibu, untuk mendampinginya dan mengobati traumanya."
Bagai disambar petir disiang bolong, saat aku mendengar penuturan dokter mengenai kondisi putraku. Mataku berkunang-kunang, tubuhku lemas, hingga akhirnya aku ambruk tidak sadarkan diri.
*****
Baca selengkapnya di aplikasi FIZZO.
Judul: Titik Dar4h Penghabisan untuk Putraku
Penulis: Rizzu mi
Note: Gambar hanya ilustrasi