20/10/2024
Tak Ada Musyawarah, Warga Boro Lor Purwoasri Kabupaten Kediri Tolak Pendirian Tower BTS, Ini Alasannya
Kediri - Warga Dusun Boro Lor Desa Sumberjo, Kecamatan Purwoasri, Kabupaten Kediri menolak pendirian tower BTS.
Warga Dusun Boro Lor menolak pembangunan tower tersebut karena akan membawa dampak negatif yang ada di lingkungannya.
Salah satunya dampak pendirian tower BTS adalah dari segi kesehatan hingga kenyamanan bagi warga warga Dusun Boro Lor.
Hal yang bikin kecewa lagi, pendirian tower BTS di RT 002 RW 003 itu tidak ada musyawarah terlebih dahulu dengan warga.
Warga juga membuat surat pernyataan yang berisi tentang penolakan keberadaan tower tersebut.
Bahkan, sekitar belasan rumah warga yang terdampak telah dipasangi stiker bertuliskan "Kami Menolak Pemasangan Tower".
Dalam surat itu berisi tentang pernyataan penolakan pembangunan yang ditandatangani warga Dusun Boro Lor.
Dengan adanya Pembangunan Tower BTS di RT 002 RW 003 yang berjarak kurang lebih 50 meter dari pemukiman adalah berdampak negatif terhadap warga baik segi kesehatan ataupun dampak keamanan dan juga proses perizinan yang masih dipertanyakan.
Dalam hal ini kami sebagai Warga Dusun Boro Lor RT 002 RW 003 menyatakan menolak atas pembangunan Tower BTS yang ada di lingkungan kami.
Kami mohon dengan hormat kepada pihak yang berwenang untuk menindak lanjuti ini baik terkait perizinan ataupun dampak yang akan ditimbulkan terhadap warga.
"Tower itu sudah tiga minggu yang lalu. Awalnya ada dari bapak kades melihat itu, terus saya tanya tower-nya apakah jadi atau tidak. Beliau menjawab katanya iya (tower jadi dibangun). Kok warga tidak diajak musyawarah, dia bilang katanya kalau uangnya sudah turun," kata salah satu warga setempat yang menolak pembangunan tower, Minggu (20/10/2024)
Dia merasa bingung adanya informasi terkait pembangunan tower di lingkungannya. Sebab, sebelumnya belum ada sosialisasi atau musyawarah kepada warga.
Akan tetapi, keesokan harinya ternyata sudah ada proses penggalian untuk mendirikan tower.
Ia pun tidak mengetahui adanya penggalian pendirian tower, namun keesokan harinya semua warga baru mengetahui adanya pembangunan tersebut.
Selain itu, dirinya juga ditelpon temannya untuk menanyakan terkait kebenaran keberadaan tower di lingkungannya dibangun atau tidak.
"Karena saya tidak tahu, akhirnya bertanya ke pemilik lahan, katanya iya (tower dibangun) tapi sementara. Yang aslinya setelah uang turun, saya juga disuruh ke rumahnya ternyata dapat uang 2,5 juta. Rp 1 juta dari pihak telkom, Rp 1,5 juta dari pemilik lahan," ucapnya
Karena benar-benar tidak mengetahui terkait apa yang dimaksud tersebut, akhirnya mencari informasi terkait dampak adanya pendirian tower di lingkungannya.
Dari situlah, warga tidak menyetujui pendirian tower karena dampaknya besar. Apalagi, belum musyawarah untuk membahas terkait tower tersebut.
"Saya pun ikut tanda tangan penolakan pendirian tower bersama warga lainnya. Rumah saya dekat (tower), jadi saya memikirkan itu kalau berdiri ada dampak ke depannya," keluhnya.
Salah satu warga yang terdampak juga mengungkapkan, jika warga tidak setuju pendirian tower, maka akan ditinggal.
Misalnya tower tersebut gagal berdiri lingkungannya, maka akan ada sanksi maupun dendanya dari pihak tidak setuju karena dianggap sebagai pembangkang pembangunan desa.
"Kalau intimidasi ada, kan gini mau tidak mau tower tetap jadi, kalau tidak setuju tidak dapat uang. Sementara yang setuju dapat uang," tuturnya.
Menurut warga yang rumahnya tak jauh dari pendirian tower itu, pihak desa menyetujuinya sehingga apabila dituntut kontraktor atau pelaksana misalnya tower gagal berdiri, warga disuruh untuk ganti rugi.
Dia menjelaskan, berdirinya tower memang tidak ada penjelasan dan tidak ada sosialisasi sama sekali.
Namun demikian, ia bersama warga lainnya sudah membuat surat pernyataan tentang penolakan pendirian tower dan ditandatangani sejak 4 Oktober 2024.
"Sosialisasinya terkait pendirian tower baru sekarang (Sabtu 19/10/2024) malam dan undangannya diberikan pagi harinya. itu jelas-jelas telat, kenapa tidak jauh-jauh hari musyawarahnya," kesalnya.
Anehnya, lanjut dia, seharusnya musyawarah dihadiri warga yang terdampak satu RT. Tetapi, informasi yang ia terima bahwa hampir semua RT dan RW dikumpulkan.
Menurutnya, Ketua RT sebelumnya bertanda tangan terkait persetujuan pendirian tower yang ada di lingkungannya tanpa musyawarah terlebih dahulu dengan warga.
Adapun langkah-langkah yang dilakukan warga terdampak akan tetap menolak pendirian tower.
Warga menolak bukan tanpa alasan karena tidak ada sosialisasi, pamit atau izin terlebih dahulu terkait pemasangan tower, dan dampaknya kesehatan dan kenyamanan warga.
"Dampaknya bukan setahun atau dua tahun, tapi masih lama. Kontrakannya katanya 11 tahun. Kami menolaknya dan berharap tower ini tidak berdiri agar warga bisa nyaman kembali," pungkasnya.