Hijrah Salaf

Hijrah Salaf Hijrah mengikuti Al Quran dan As Sunnah... Hijr approriate to Al Qur'an and As Sunnah

click to join

09/10/2025
Ⓜedia Hijrah SalafDERAJAT HADIST KEMISKINAN DEKAT DENGAN KEKAFIRANBismillahDari Anas bin Malik radhiallahu anhu, Rasulul...
07/10/2025

Ⓜedia Hijrah Salaf

DERAJAT HADIST KEMISKINAN DEKAT DENGAN KEKAFIRAN

Bismillah

Dari Anas bin Malik radhiallahu anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : كادَ الفَقْرُ أنْ يَكُوْنَ كُفْرًا

"Hampir saja kefakiran (kemiskinan) itu menjadi kekafiran.”
(HR. al-Baihaqi dalam kitab Syu’abul Iman no. 6612, Abu Nu’aim al-Ashbahani dalam Hilyatul Auliya 3/53 dan 109, al-Qudha-‘i dalam Musnadusy Syihab no. 586, al-‘Uqaili dalam adh-Dhu’afa no. 1979 dan Ibnu ‘Adi dalam al-Kamil 7/236, semuanya dari berbagai jalur, dari Yazid bin Aban ar-Raqa-syi, dari Anas bin Malik radhiallahu anhu , dari Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam)

Hadits ini adalah hadits dhaif, karena dalam sanadnya ada Yazid bin Aban ar-Raqa-syi.
Dia dinyatakan lemah oleh para ulama ahli hadits, seperti Imam Ahmad, Yahya bin Ma’in, an-Nasa-i, ad-Daraquthni [Semuanya dinukil oleh Imam Ibnu Hajar dalam Tahdzibut Tahdzib (32/67-69), adz-Dzahabi (Kitab al-Kasyif (2/380) dan Ibnu Hajar al-‘Asqalani (Kitab Tahdzibut Tahdzib 599)]

Hadits ini dihukumi lemah, karena lemahnya perawi di atas, oleh Imam Ibnul Jauzi [Kitab al’Ilalul Mutanahiyah 2/804, al-‘Iraqi (Takhriju Ahaditsil Ihya’ no. 3152) dan as-Sakhawi (Kitab al-Maqashidul Hasanah 497)]

Sedangkan Syaikh al-Albani menghukuminya sebagai hadits palsu, karena dalam sanad yang beliau nukil ada rawi yang s**a memals**an hadits. (Silsilatul Ahaditsidh Dha’ifah wal Maudhu'ah 4/377, no. 1905).

Di tempat lain, beliau menghukumi hadits ini sebagai hadits yang lemah. (Silsilatul Ahaditsidh Dha’îfah wal Maudhu’ah 9/77, no. 4080)

Hadits ini juga diriwayatkan dari jalur lain, dari Anas bin Malik radhiallahu anhu, dari Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam , dengan redaksi yang senada. Dikeluarkan oleh Imam ath-Thabrani dalam al-Mu’jamul Ausath (4/225, no. 4044).
Tapi hadits ini juga lemah, karena dalam sanadnya ada rawi yang bernama ‘Amr bin ‘Utsman al-Kilabi yang dinyatakan lemah oleh Imam adz-Dzahabi (Kitab al-Kasyif 2/83) dan Ibnu Hajar (Kitab Tahdzibut Tahdzib 424) bahkan Imam al-Haitsami mengatakan bahwa dia ditinggalkan (riwayat haditsnya karena kelemahannya yang fatal). (Kitab Majma’uz Zawa-id 8/149).

Hadits ini dinyatakan lemah oleh Imam al-‘Iraqi (Takhriju Ahaditsil Ihya’ no. 3152) dan al-Haitsami (Kitab Majma’uz Zawa-id 8/149)

Hadits ini juga diriwayatkan dari shahabat lain, yaitu ‘Umar bin al-Khattab radhiallahu anhu, dari Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam . Dikeluarkan oleh Imam ath-Thabrani dalam ad-Du’a’ (hlm. 319-320, no. 1048) dan al-‘Uqaili dalam adh-Dhu’afa’ (no. 1978). Namun, hadits ini juga lemah, karena dalam sanadnya ada rawi yang bernama Ma’mar bin Zaidah.
Seorang rawi yang lemah dan riwayat haditsnya tidak didukung dengan riwayat lain, sebagaimana yang dinyatakan oleh Imam al-‘Uqaili. Dengan sebab inilah beliau menghukumi hadits ini sebagai hadits yang lemah (Kitab adh-Dhu’afa’ no. 1978)

Hadits ini juga diriwayatkan dari shahabat lain, yaitu ‘Ali bin Abi Thalib radhiallahu anhu dan Ibnu ‘Abbas radhiallahu anhu, tapi kedua hadits ini sangat lemah dan palsu.
Ķ(Silsilatul Ahaditsidh Dha’îfah wal Maudhu’ah 9/78)

Kesimpulannya, hadits ini lemah dari semua jalur periwayatannya (Faidhul Qadîr 4/542) bahkan sebagiannya sangat lemah dan palsu, sebagaimana penjelasan di atas.
Karena hadits ini lemah maka tidak boleh dinisbatkan kepada Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam dan tidak bisa dijadikan sebagai dalil (argumentasi) untuk menetapkan bahwa miskin harta itu tercela dan mudah menyeret kepada kekafiran.

Syaikh al-Qari berkata tentang hadits ini, “Hadits ini sangat lemah, kalaupun dianggap shahih, maka maknanya dibawa kepada arti miskin hati (hati yang tidak qana’ah yaitu tidak puas dengan pemberian Allâh Azza wa Jalla ). Hati yang ini akan melahirkan sifat berkeluh kesah dan takut (miskin). Ini juga menimbulkan sifat tidak ridha dengan ketentuan takdir Allah dan menolak pembagian (rezki dari Allah Subhanahu wa Ta’ala) Yang Maha Menguasai langit dan bumi.

Oleh karena itu, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Bukanlah kekayaan itu karena banyaknya kemewahan dunia (harta), akan tetapi kekayaan (yang hakiki) adalah kekayaan (kecukupan) dalam jiwa (hati).”
(HR. Bukhari 6081 dan Muslim 120)

Bertolak belakang dengan hadits di atas, hadits shahih dari Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam yang menyebutkan keutamaan orang miskin dan tidak punya harta dengan syarat dia bersabar dalam kemiskinannya dan selalu bersangka baik kepada Allah Azza wa Jalla , sebagaimana juga banyak hadits shahih yang menyebutkan keutamaan orang kaya dan memiliki banyak harta dengan syarat dia bersyukur dan menggunakan hartanya di jalan Allah Subhanahu wa Ta’ala .

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah rahimahullah berkata,
“Telah terjadi perbedaan pendapat di kalangan kebanyakan Ulama jaman sekarang tentang siapakah yang lebih utama: orang kaya yang bersyukur ataukah orang miskin yang bersabar ?
Sebagian Ulama dan ahli ibadah menguatkan pendapat pertama (kaya bersyukur lebih utama), sementara Ulama dan ahli ibadah lainnya menguatkan pendapat kedua (miskin yang bersabar lebih utama). Kedua pendapat ini (juga) dinukil dari Imam Ahamad.
Adapun para shahabat dan tabi’in radhiallahu anhum, maka tidak ada satupun nukilan dari mereka tentang masalah ini.

Sekelompok ulama lainnya berkata, “Masing-masing dari keduanya tidak ada yang lebih utama dibanding yang lain kecuali dengan ketakwaan.
Inilah pendapat yang paling benar, karena dalil-dalil dari al-Qur’an dan hadits Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam menunjukkan bahwa keutamaan manusia di sisi Allâh Azza wa Jalla diraih dengan iman dan takwa.
Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman :

إِنْ يَكُنْ غَنِيًّا أَوْ فَقِيرًا فَاللَّهُ أَوْلَىٰ بِهِمَا

"Jika ia kaya atau miskin, maka Allah lebih tahu (keadaan) keduanya." (an-Nisa' 135)

Di antara para Nabi alaihissallam dan para shahabat radhiallahu anhum yang terdahulu dan pertama-tama masuk Islam, ada orang-orang kaya yang keutamaannya di sisi Allah lebih besar dibandingkan kebanyakan orang-orang miskin setelah mereka. Namun ada juga orang miskin yang keutamaannya lebih besar dibandingkan kebanyakan orang-orang kaya setelah mereka.

Orang-orang yang bagus iman dan takwanya akan mampu menegakkan dua sifat agung yaitu syukur dan sabar secara sempurna (dalam semua kondisi), seperti gambaran yang ada pada diri Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam, dan pada diri (dua sahabat) Abu Bakar radhiallahu anhu dan ‘Umar radhiallahu anhu.

Terkadang seseorang lebih baik jika diberi kemiskinan (namun dalam keimanan) sementara orang lain lebih baik jika mendapatkan kekayaan, sebagaimana kesehatan lebih baik bagi sebagian manusia dan penyakit lebih baik bagi yang lain.
(Ibnu Qayyim dalam Uddatush Shabirîn 149-150)

Pendapat inilah yang dipilih oleh dua murid Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah, yaitu Imam Ibnu Qayyim Jauziyyah dan Imam Ibnu Muflih al-Maqdisi. (al-Adabusy Syar’iyyah 3/468-469).

(Abdullah bin Taslim al-Buthoni MA)

Distributed by HIJRAH SALAF
Click to join, follow and share at:
https://linktr.ee/Hijrahsalafusshalih

📎Sunnah dijaga dengan kebenaran, kejujuran, dan keadilan bukan dengan kedustaan dan kedhaliman."
(Ibnu Taimiyyah rahimahullahu)

Address

Jakarta

Website

Alerts

Be the first to know and let us send you an email when Hijrah Salaf posts news and promotions. Your email address will not be used for any other purpose, and you can unsubscribe at any time.

Contact The Business

Send a message to Hijrah Salaf:

Share