04/11/2025
Berawal dari semangkuk sayur lodeh, kisah cinta antara Soekarno dan Hartini pun bermula.
Pada tahun 1952, saat melakukan kunjungan kerja ke Salatiga, Soekarno mampir untuk makan siang di rumah Wali Kota.
Dari sekian banyak hidangan yang tersaji, ia paling menikmati sayur lodeh buatan Hartini. Karena sangat terkesan, Soekarno pun bertanya kepada sang wali kota, “Siapa yang memasak sayur lodeh seenak ini? Aku ingin berterima kasih padanya.”
Tak lama, Hartini dipanggil menghadap Soekarno. Saat mereka berjabat tangan, Soekarno langsung terpikat oleh pesona dan kelembutan tutur kata Hartini.
Dalam perbincangan hangat itu, Soekarno mengetahui bahwa Hartini telah bercerai dari suaminya, Suwondo, di usia 28 tahun, dan kini berjuang membesarkan lima anaknya seorang diri sebagai juru masak.
Sejak pertemuan itu, bayangan Hartini tak pernah lepas dari pikiran Soekarno. Suatu hari, ia menulis sebuah surat berisi ungkapan perasaannya, “Tuhan telah mempertemukan kita, Tien (Hartini), dan aku mencintaimu. Ini adalah takdir.”
Kata-kata puitis dalam surat itu membuat hati Hartini berdebar — antara bahagia dan ragu.
Setelah menjalin hubungan selama setahun, Soekarno pun melamar Hartini. Meski awalnya ragu karena tahu Soekarno masih memiliki Fatmawati sebagai istri pertama, akhirnya Hartini menerima pinangan tersebut dengan syarat Fatmawati tetap menjadi Ibu Negara, dan dirinya menjadi istri kedua.
Dengan restu Fatmawati, Soekarno dan Hartini melangsungkan pernikahan di Istana Cipanas pada 7 Juli 1953, meski tak lama kemudian Fatmawati memilih meninggalkan istana.