13/04/2025
Sektor Farmasi Indonesia berada di Persimpangan Jalan.
Stefanus Nofa
Sementara negara ini menghadapi tantangan dalam memastikan pemerataan distribusi obat-obatan dan tenaga farmasi yang berkualitas, terdapat peluang signifikan untuk pertumbuhan dan inovasi. Peran apoteker terus berkembang, dengan penekanan yang lebih besar pada layanan klinis dan perawatan pasien.
1. Struktur Apotek Komunitas di Indonesia
Sistem perawatan kesehatan di Indonesia telah berkembang pesat selama dua dekade terakhir. Sejak desentralisasi terjadi pada tahun 2000, telah terjadi perubahan signifikan dalam regulasi, distribusi, dan akses terhadap obat-obatan, terutama di sektor publik. Saat ini, Indonesia beroperasi di bawah sistem perawatan kesehatan campuran di mana entitas sektor publik dan swasta memainkan peran penting dalam memberikan layanan perawatan kesehatan, khususnya dalam distribusi obat-obatan. Artikel ini akan memberikan tinjauan mendalam tentang bagaimana obat-obatan didistribusikan di Indonesia, struktur apotek komunitas, klasifikasi obat-obatan, dan kerangka peraturan saat ini yang mengatur apotek dan staf apotek. Selain itu, kita akan mengeksplorasi peran apoteker dan teknisi farmasi di Indonesia dan bagaimana tenaga kerja ini sangat penting dalam sistem pelayanan kesehatan negara.
2. Distribusi Obat di Sektor Publik Indonesia
Desentralisasi, yang diimplementasikan pada tahun 2000, mengalihkan sebagian besar tanggung jawab untuk kesehatan masyarakat, termasuk pasokan obat-obatan, dari pemerintah pusat ke pemerintah daerah. Dalam sistem ini, Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota (DHO) memainkan peran penting dalam pembelian dan pendistribusian obat-obatan ke fasilitas pelayanan kesehatan primer, termasuk:
- Puskesmas: Pusat kesehatan masyarakat
- Polindes: Klinik kesehatan ibu dan anak
- Posyandu: Klinik kesehatan masyarakat
- Puskesling: Klinik kesehatan keliling
Anggaran untuk pengadaan obat-obatan disediakan oleh pemerintah pusat kepada DHO, yang kemudian mengelola distribusinya. Rumah sakit kabupaten/kota mengadakan obat-obatan baik melalui anggaran pemerintah daerah atau dengan membebankan biaya kepada pasien, baik secara langsung atau melalui penyedia asuransi, seperti sistem asuransi kesehatan nasional Indonesia (BPJS). Sistem ini memastikan bahwa obat-obatan diberikan secara gratis kepada pasien yang mengunjungi Puskesmas, kecuali biaya pendaftaran nominal sebesar Rp 15.000
Meskipun sistem distribusinya terstruktur, tantangan tetap ada, terutama dalam ketersediaan personel yang berkualitas untuk mengelola apotek di pusat kesehatan masyarakat. Banyak pusat kesehatan masyarakat kekurangan staf, dengan teknisi farmasi atau personel non-farmasi lainnya yang mengelola operasi apotek karena kurangnya apoteker yang berkualitas. Hal ini menyebabkan inefisiensi dalam rantai pasokan dan mempengaruhi ketersediaan obat-obatan esensial.
3. Struktur Apotek Komunitas di Indonesia
Indonesia memiliki lebih dari 40.000 apotek komunitas, dengan sekitar 60% berlokasi di Pulau Jawa, tempat mayoritas penduduk negara itu tinggal. Apotek komunitas di Indonesia dapat diklasifikasikan menjadi tiga kategori utama:
1. Apotek Independen: Dimiliki oleh individu dan umumnya mengoperasikan satu outlet.
2. Apotek Jaringan/Rantai: Dioperasikan dengan merek ritel tunggal di beberapa lokasi, dengan kepemilikan dipegang oleh individu atau kelompok.
3. Apotek Milik Negara: Dimiliki dan dikelola oleh entitas pemerintah.
Menariknya, kepemilikan apotek komunitas tidak terbatas pada apoteker. Non-apoteker diizinkan untuk memiliki apotek, asalkan mereka mempekerjakan apoteker berlisensi untuk mengawasi operasi apotek selama jam kerja.
4. Pembangkitan Pendapatan dan Layanan Apotek
Apotek komunitas menghasilkan pendapatan terutama melalui penjualan obat-obatan dan produk farmasi. Obat-obatan bebas (OTC) dan produk farmasi memberikan kontribusi yang signifikan terhadap pendapatan, terutama di apotek independen. Apotek komunitas di Indonesia menawarkan layanan di luar penyerahan obat, termasuk konseling pengobatan, layanan pengobatan sendiri, layanan perawatan di rumah, dan layanan pemantauan pengobatan. Meskipun layanan ini diamanatkan oleh peraturan, tidak ada kerangka remunerasi untuk mengkompensasi apoteker atas penyediaan layanan ini.
5. Klasifikasi Obat-obatan di Indonesia
Obat-obatan di Indonesia diklasifikasikan menjadi lima kategori utama, masing-masing dengan peraturan khusus:
a. Obat Bebas (OTC): Ditandai dengan logo lingkaran hijau, obat-obatan ini tersedia tanpa resep dan dapat dijual di apotek, toko obat, dan toko umum lainnya. Obat OTC yang umum termasuk parasetamol, antasida, dan vitamin.
b. Obat dengan Label Peringatan: Ditandai dengan logo lingkaran biru, obat-obatan ini adalah produk OTC terbatas yang dapat dijual kepada publik dengan label peringatan. Contohnya termasuk antihistamin dan klorokuin.
c. Obat Wajib Apotek (OWA): Ini adalah obat-obatan yang memerlukan pengawasan apoteker selama penyerahan. Beberapa antibiotik termasuk dalam kategori ini dan hanya dapat dijual dengan rekomendasi apoteker setelah resep awal.
d. Obat dengan Resep: Ditandai dengan logo lingkaran merah, obat-obatan ini memerlukan resep yang valid dari penyedia layanan kesehatan berlisensi.
e. Narkotika dan Zat Psikotropika: Zat-zat yang dikendalikan ini memerlukan resep yang valid dari penulis resep berlisensi dan diatur secara ketat.
Sementara apotek komunitas dapat menyimpan semua kelas obat-obatan, outlet non-apotek seperti toko obat hanya diizinkan untuk menyediakan obat OTC dan OTC terbatas. Selain itu, kios dan pedagang kaki lima dilarang menjual obat OTC, meskipun outlet non-apotek terkadang dapat beroperasi secara ilegal, yang menyebabkan pasar gelap untuk obat-obatan.
6. Kerangka Regulasi untuk Apotek Komunitas
Praktik apotek komunitas di Indonesia sangat diatur. Kementerian Kesehatan, melalui Undang-Undang Kesehatan No 17 tahun 2023 dan PP tentang Kesehatan No 28 tahun 2024, menguraikan ruang lingkup layanan yang harus diberikan oleh apoteker, termasuk konseling dan pemantauan pengobatan. Standar Pelayanan Farmasi Indonesia (IPS) juga mengamanatkan bahwa semua apotek komunitas menerapkan Prosedur Operasi Standar (SOP) untuk memastikan penyerahan obat yang aman.
Perizinan dan kepatuhan dipantau oleh Badan Pengawas Obat dan Makanan Nasional Indonesia (Badan POM). Apotek komunitas dan toko obat harus mematuhi peraturan yang ditetapkan oleh Kementerian Kesehatan dan Badan POM, dengan pemantauan berkelanjutan untuk memastikan bahwa standar keselamatan ditegakkan.
7. Peran Apoteker dan Teknisi Farmasi
Apoteker di Indonesia menjalani pelatihan ekstensif sebelum mendapatkan lisensi. Pendidikan farmasi yang khas terdiri dari gelar Sarjana Farmasi (S.Farm) empat tahun, diikuti oleh gelar apoteker profesional (Apoteker) satu tahun. Apoteker juga harus lulus ujian nasional sebelum didaftarkan untuk mendapatkan Surat Tanda Registrasi Apoteker (STRA) seumur hidup di Konsil Kesehatan Indonesia.
Selain apoteker, teknisi farmasi memainkan peran penting dalam mengelola distribusi obat-obatan, terutama di daerah pedesaan di mana apoteker yang berkualitas mungkin tidak tersedia. Teknisi farmasi menyelesaikan kursus diploma tiga tahun atau gelar Sarjana Farmasi tanpa program apoteker profesional. Persatuan Ahli Farmasi Indonesia (PAFI) mengatur praktik mereka, dan tanggung jawab mereka sering kali termasuk mengawasi stok obat dan membantu dalam penyerahan obat.
Namun, Indonesia menghadapi tantangan unik: non-apoteker dan staf yang tidak memenuhi syarat seringkali ditugaskan untuk memberikan layanan farmasi di daerah-daerah di mana apoteker tidak ada. Masalah ini diperparah oleh distribusi staf farmasi yang tidak merata di seluruh nusantara, dengan konsentrasi apoteker yang berkualitas lebih tinggi di daerah perkotaan dan di Pulau Jawa.
8. Tantangan dan Peluang di Sektor Farmasi Indonesia
Sektor farmasi Indonesia menghadapi beberapa tantangan, termasuk distribusi apoteker yang tidak merata, kurangnya remunerasi untuk layanan farmasi, dan keberadaan apotek dan toko obat tidak berlisensi. Namun, ada juga peluang signifikan untuk pertumbuhan, terutama di bidang kesehatan digital dan ritel farmasi.
Komitmen pemerintah Indonesia untuk meningkatkan akses perawatan kesehatan dan pertumbuhan populasi kelas menengah menawarkan pasar yang menjanjikan bagi perusahaan farmasi dan apotek komunitas. Ada juga peningkatan permintaan untuk layanan farmasi profesional, seperti konseling pengobatan dan perawatan di rumah, yang dapat memberikan aliran pendapatan tambahan untuk apotek komunitas jika kerangka remunerasi diperkenalkan.
Teknologi kesehatan digital dan layanan telefarmasi juga dapat memainkan peran penting dalam meningkatkan akses ke layanan farmasi, terutama di daerah terpencil. Dengan memanfaatkan alat digital, apotek komunitas dapat menyediakan telekonsultasi, pemantauan pengobatan jarak jauh, dan penjualan farmasi online, memperluas jangkauan mereka di luar lokasi fisik apotek.
9. Masa Depan Farmasi di Indonesia
Sektor farmasi Indonesia berada di persimpangan jalan. Sementara negara menghadapi tantangan dalam memastikan distribusi obat-obatan yang merata dan personel farmasi yang berkualitas, ada peluang signifikan untuk pertumbuhan dan inovasi. Peran apoteker terus berkembang, dengan penekanan yang lebih besar pada layanan klinis dan perawatan pasien. Namun, agar sektor ini mencapai potensi penuhnya, reformasi peraturan diperlukan untuk mengatasi masalah seperti remunerasi apoteker, penegakan peraturan farmasi, dan integrasi alat kesehatan digital ke dalam ekosistem farmasi.
Seiring dengan terus berkembangnya sistem perawatan kesehatan, sektor farmasi harus beradaptasi untuk memenuhi kebutuhan populasi Indonesia yang berubah. Dengan merangkul inovasi kesehatan digital, berinvestasi dalam pengembangan tenaga kerja, dan mengatasi kesenjangan peraturan, Indonesia dapat menciptakan sektor farmasi yang lebih adil dan efisien yang memastikan akses ke obat-obatan berkualitas tinggi untuk semua.