19/07/2025
Usianya sudah hampir 90 tahun. Tubuhnya yang rapuh dan bungkuk adalah saksi bisu dari perjalanan panjang seorang ibu yang tak kenal lelah. Di tengah segala keterbatasan, Mbah Niti tetap berkeliling menjual kerupuk demi menyambung hidup. Bukan karena hobi, tapi karena tak ada pilihan lain.
Setiap hari, dengan tongkat kayu setia di tangan, mbah berjalan menyusuri jalanan, menawarkan dagangan satu per satu. Namun, kerupuk yang dijual seringkali tak laku. Saat hujan datang, dagangannya basah dan mengempis, tak bisa lagi dijual. Sering kali, mbah pulang tanpa uang sepeser pun. Saat itu terjadi, kerak nasi gosong menjadi satu-satunya pilihan untuk mengisi perut.
Matanya yang mulai buram sering membuatnya tersandung. Tapi mbah tetap bertahan. Hidup sebatang kara sejak suaminya tiada, dan tiga anak yang dimilikinya pun kini tak pernah lagi menjenguk, karena himpitan ekonomi masing-masing.
Penghasilannya sangat jauh dari kata cukup. Kadang hanya Rp5.000 pun sudah sangat disyukuri. Tapi mbah tak pernah mengeluh. Ia percaya bahwa sabar adalah kunci. Dalam sunyinya hidup di usia senja, Mbah Niti tetap tegar dan penuh semangat.
Mbah tidak minta dikasihani. Ia hanya ingin hidup layak di masa tuanya.
Mari kita belajar dari ketulusan dan perjuangan beliau.
Karena surga benar-benar ada di telapak kaki seorang ibu.....