18/07/2025
Sejarah Panjang Tan Malaka
1. Masa Kecil dan Pendidikan
Tan Malaka lahir dengan nama Sutan Ibrahim pada 2 Juni 1897 di Nagari Pandan Gadang, Sumatera Barat. Ia berasal dari keluarga Minangkabau yang cukup terpandang. Sejak kecil, Tan Malaka sudah menunjukkan kecerdasan luar biasa. Ia bersekolah di Kweekschool (Sekolah Guru) di Bukittinggi, lalu mendapat beasiswa ke Belanda untuk belajar di Rijkskweekschool (Sekolah Guru Negeri) di Harlem pada tahun 1913.
Di Belanda, ia mulai mengenal ideologi Marxisme dan Sosialisme, dan terpengaruh oleh pemikiran Karl Marx dan Lenin. Ia juga aktif dalam pergerakan mahasiswa dan berdiskusi dengan tokoh-tokoh kiri Eropa.
---
2. Kembali ke Indonesia dan Aktivisme Awal
Tan Malaka kembali ke Indonesia pada 1919 dan bekerja sebagai guru di DSV (Deli Spoorweg Maatschappij) di Sumatera Timur. Di sini, ia melihat ketimpangan sosial yang ekstrem antara buruh pribumi dan kaum kolonial. Ia kemudian aktif dalam pergerakan buruh dan bergabung dengan Sarekat Islam, namun segera berpindah haluan ke Partai Komunis Indonesia (PKI) karena lebih sesuai dengan ideologi revolusionernya.
Karena aktivitas politiknya, ia ditangkap dan diasingkan oleh pemerintah kolonial Belanda ke luar negeri pada tahun 1922.
---
3. Pengembaraan Politik Internasional
Dalam pengasingannya, Tan Malaka mengembara ke berbagai negara, termasuk Filipina, Thailand, Singapura, Jepang, Tiongkok, dan Uni Soviet. Ia sempat mewakili PKI di Komintern (Komunis Internasional) dan tinggal di Moskwa. Di sana, ia menulis banyak artikel dan buku, termasuk karya terkenalnya:
> "Naar de Republiek Indonesia" (Menuju Republik Indonesia)
"Madilog" (Materialisme, Dialektika, dan Logika)
Dalam karya-karyanya, ia mencoba menyatukan pemikiran Marxisme dengan realitas Indonesia, serta memperkenalkan cara berpikir kritis kepada rakyat Indonesia.
---
4. Kembali Diam-diam dan Perjuangan di Masa Revolusi (1942โ1949)
Tan Malaka kembali secara diam-diam ke Indonesia sekitar tahun 1942, ketika Jepang menduduki Nusantara. Selama masa pendudukan Jepang dan Revolusi Kemerdekaan (1945โ1949), ia berjuang lewat jalur bawah tanah.
Ia membentuk organisasi revolusioner bernama Persatuan Perjuangan yang berisi berbagai elemen anti-kolonial. Tan Malaka menolak perundingan dengan Belanda (seperti Perjanjian Linggarjati dan Renville), karena dianggap mengkhianati cita-cita kemerdekaan sejati. Ia menginginkan kemerdekaan 100% tanpa kompromi.
Karena sikapnya yang radikal, ia dianggap sebagai ancaman oleh pemerintahan Soekarno-Hatta. Pada tahun 1946, ia sempat dipenjara oleh pemerintah RI sendiri selama hampir setahun, tanpa proses hukum yang jelas.
---
5. Kematian Tragis
Setelah keluar dari penjara, Tan Malaka terus bergerilya. Namun, pada 19 Februari 1949, ia ditangkap dan dieksekusi secara diam-diam oleh pasukan Divisi Siliwangi di Kediri, Jawa Timur. Kematian ini tidak pernah diakui secara resmi oleh negara saat itu. Bahkan kuburannya baru ditemukan pada tahun 2007.
---
6. Pengakuan Pasca Reformasi
Tan Malaka sempat dilupakan dalam sejarah resmi Indonesia karena identitasnya sebagai tokoh kiri dan pendiri PKI. Namun pada tahun 1963, Presiden Soekarno sempat menganugerahkan gelar Pahlawan Nasional kepada Tan Malaka secara diam-diam. Baru setelah era Reformasi, Tan Malaka mulai diakui kembali sebagai salah satu tokoh penting dalam sejarah Indonesia.
---
Pemikiran dan Warisan
Tan Malaka adalah tokoh yang kompleks: seorang revolusioner, pemikir, penulis, dan idealis. Ia percaya bahwa kemerdekaan hanya bisa dicapai dengan perjuangan rakyat yang sadar dan bersatu, bukan dengan kompromi politik.
Warisan intelektualnya, terutama dalam buku โMadilogโ, masih menjadi bahan kajian penting dalam filsafat, politik, dan sejarah Indonesia.
---
Penutup
Tan Malaka adalah tokoh yang hidup dalam bayang-bayang pengkhianatan dan kesetiaan pada idealisme. Meski wafat dalam kesunyian dan ketidakpastian, gagasan dan semangatnya tetap hidup. Ia adalah "Bapak Republik yang Terlupakan", yang kini perlahan diangkat kembali dari kabut sejarah.
---
Referensi:
Tan Malaka, Madilog, 1943
Harry A. Poeze, Tan Malaka, Gerakan Kiri dan Revolusi Indonesia, KITLV
Taufik Abdullah, Indonesia dalam Arus Sejarah, Gramedia
George McTurnan Kahin, Nationalism and Revolution in Indonesia