08/08/2025
๐๐ข๐ฅ๐๐ฆ๐จ๐๐๐๐
แดฟแตแถแตสฐ แดฎแตแตแตโฟ แดฟแตแถแตสฐแตโฟ
แดถแตแตแตแต, แดฌแตแตหขแตแตหข ยฒโฐยฒโต
=====================
# ๐ณ๐๐๐๐๐๐ ๐ด๐๐๐๐๐๐ ๐ช๐๐๐๐๐
๐๐จ๐ค๐ฎ๐ฆ๐๐ง
Pagi itu, sinar mentari baru saja menembus dinding kamarku lewat celah-celah triplek yang terbuka. Aku sudah terjaga, tapi rasa kantuk masih enggan pergi. Tubuhku masih berbaring manja di kasur, menikmati sisa-sisa tidur. Tiba-tiba, terdengar panggilan namaku disertai ketukan pelan di jendela, membuatku tersigap dan langsung membuka mata. Kulirik jam yang menggantung di dinding, jarumnya menunjukkan pukul 06.30 pagi.
Di luar jendela, tampak Nani, kakak perempuanku, berdiri dengan wajah serius namun ramah. โTolong antarkan ini ke terminal. Cari bis yang jurusan ke Sumbawa Besar. Kirim atau paketkan ini untuk Pak Ganda. Nama dan nomor hapenya sudah tertera di sini. Nanti dia akan menunggu atau menjemput di terminal Sumbawa,โ katanya sambil menyodorkan map hijau muda dan selembar uang biru Rp 50.000.
โIni ongkosnya, kasih Rp 20.000. Pastikan kamu catat nama dan nomor telepon sopir bis itu, lalu fotokan bis dan nomor polisinya agar jelas,โ tambahnya sambil menunjuk tulisan yang tercetak di permukaan map.
Aku meraih map itu dan memperhatikannya sekilas. โIsinya apa ini?โ Tanyaku singkat, penasaran.
โDokumen penting, harus segera dikirim ke Pak Ganda,โ jawabnya singkat sambil bergegas berbalik menuju ruang induk.
Aku menutup map itu dan menarik nafas dalam-dalam, membuang rasa kantuk. โBaiklah, aku akan segera berangkat,โ tandasku singkat.
Segera aku merapikan diri seadanya. Perasaan campur aduk menghampiriku; rasa tanggung jawab yang dibalut harap-harap cemas. Aku berharap semuanya berjalan lancar, tapi juga merasa cemas akan kesalahan kecil yang bisa berakibat fatal, seperti dokumen hilang atau tidak sampai ke tujuan.
Setelah menerima map dan merapikan diri, tanpa mandi, aku segera bergegas meninggalkan rumah. Pikiranku terus berkecamuk, membayangkan dokumen apa yang harus aku antar dan bagaimana mengatur pengiriman dengan tepat.
Sesampainya di terminal, suasana sudah mulai ramai dengan aktivitas orang-orang dan kendaraan berlalu-lalang. Aku mencari bis yang sesuai dengan keterangan Nani. Ketika menemukan bis yang tepat, aku menghampiri calo terminal dan bertanya, "Bis ini ke Sumbawa Besar, ya?"
Sang calo mendekat sambil bertanya, "Mau ke mana?"
Aku menyahut, "Mau mengirim paket ini."
Calo itu mencoba meraih map di tanganku, "Serahkan saja ke saya, biar saya yang urus ke sopirnya."
Aku menolak dengan tegas, "Tidak, ini dokumen penting. Aku harus menyerahkan langsung ke sopirnya."
โOh, ya silakan saja,โ jawab calo itu sembari berlalu.
Aku memburu bis yang mulai bergerak. Dengan melambaikan tangan, aku menghentikan bis dan segera naik melalui pintu sebelah kiri. Aku duduk di kursi di sebelah sopir, lalu menyerahkan map beserta dua lembar uang kertas Rp 10.000 โ pecahan dari lembaran Rp 50.000 yang sudah kutukar sebelumnya dengan membeli rokok eceran dua batang seharga Rp 5.000 di warung pinggir jalan.
Sopir mengangguk paham setelah aku jelaskan maksud kedatanganku. Aku segera turun, dan bis pun melaju meninggalkan terminal.
Sepanjang perjalanan p**ang, pikiranku dipenuhi oleh kata โriskanโ. Betapa berisikonya mengirim dokumen penting secara sederhana seperti ini. Bisa jadi itu ijazah, sertifikat, atau surat resmi lain yang seharusnya mendapat perhatian khusus. Namun kenyataannya, pengirimannya berjalan biasa saja, tanpa prosedur yang resmi, hanya mengandalkan kebiasaan dan kepercayaan antara pengirim dan sopir. Jika terjadi kesalahan, akibatnya bisa sangat fatal.
Sekitar dua jam kemudian, saat aku sedang asyik membaca di kamar, ponselku berdering. Ternyata panggilan dari Pak Ganda. Ia mengabarkan bahwa dari foto bis yang kukirimkan, orang-orang di terminal Sumbawa Besar menyebut bis itu menuju Telonang di arah barat, berbeda dengan Sumbawa Besar yang sebenarnya berada di sebelah timur.
Aku spontan menjawab, โBis memang dari Telonang, dan tadi aku menyerahkan dokumen untuk Pak Ganda di Sumbawa Besar.โ
Pak Ganda pun tertawa kecil dan mengatakan itu hanya candaan. Dia lalu mengonfirmasi bahwa dokumen telah diterimanya dengan baik.
Aku merasa lega, meski berusaha menahan diri agar tidak bertanya lebih jauh tentang isi dokumen atau urusan yang sedang diurusnya. Aku hanya berharap semua proses berjalan lancar dan sukses, karena keberhasilannya adalah juga keberhasilanku dan keluarga kami.
Pak Ganda adalah kakak kami yang kini menjadi yang tertua setelah kakak sulung kami meninggal beberapa tahun lalu. ๐จโ๐ฉโ๐งโ๐ฆ๐