21/08/2025
SEKALI BAJINGAN TETAPLAH BAJINGAN
Indonesia hari ini semakin menyedihkan. Di pelosok negeri, rakyat kecil berjuang sekadar bertahan hidup β sementara di gedung-gedung megah, para pejabat elite malah berpesta dengan tunjangan yang melambung.
π Seorang balita di Sukabumi, Jawa Barat, meninggal dengan tubuh dipenuhi cacing hingga ke otak. Namanya Raya, hanya 3 tahun, hidup di rumah panggung reyot bersama orang tua yang sakit jiwa. Ratusan cacing seberat hampir 1 kilogram dikeluarkan dari tubuh mungilnya sebelum ia menghembuskan napas terakhir. (Suara.com, Liputan6)
π Di desa-desa lain, rakyat tercekik harga kebutuhan pokok yang terus naik. Beras, minyak goreng, listrik, hingga BBM tak terbendung melambung. CNBC mencatat, daya beli masyarakat semakin melemah, membuat jutaan keluarga hanya bisa mengurangi porsi makan agar tetap bertahan. (CNBC Indonesia)
π Setengah rakyat menjerit karena sulit mencari kerja. Survei menunjukkan 52% masyarakat menganggap pengangguran dan harga kebutuhan pokok sebagai masalah paling berat. Banyak yang akhirnya terpaksa bertahan di pekerjaan informal bergaji rendah, tanpa kepastian masa depan. (IDN Times, Media Indonesia)
π Kelas menengah makin terhimpit. Meski angka kemiskinan katanya menurun, faktanya jutaan orang hanya tinggal satu langkah lagi jatuh ke jurang kemiskinan. Banyak yang merasa lebih miskin dari tahun ke tahun. (Tirto.id, Katadata)
Ironi yang Menyakitkan
Di tengah penderitaan itu, anggota DPR malah asyik mendapat tunjangan rumah Rp 50 juta per bulan β dengan dalih rumah dinas tak layak huni. Bahkan ada yang menyebut tunjangan itu βmake senseβ, seakan penderitaan rakyat hanyalah angka statistik. (Detik News, BBC Indonesia)
Lebih ironis lagi, di tengah kabar tragis anak miskin yang meninggal, publik justru disuguhi tayangan para pejabat bergoyang di panggung dengan wajah sumringah. Seakan rakyat bukan lagi yang mereka wakili, melainkan sekadar penonton penderitaan.
Penutup
Raya telah pergi, rakyat makin tercekik, tapi pesta tunjangan terus bergulir. Seolah negeri ini terbagi dua: satu sisi tubuh rakyat yang kurus dan penuh luka, sisi lain perut elite yang kenyang dan berdansa.
Sejauh mana nurani bangsa ini akan terus dibutakan oleh musik dan tunjangan?