
17/06/2025
"Aku ingin kau merestuiku untuk menikahi Milla," ucapku mengutarakan hadiah yang kuinginkan dari Diana sebagai hadiah pernikahan. Tapi istriku malah diam dan senyumannya perlahan menghilang.
**
Besok adalah hari pernikahanku dengan Milla. Tapi hari ini aku masih masuk bekerja. Setelah berbohong pada Diana beberapa hari lalu, pikiranku tidak bisa tenang. Apalagi ketika melihat Diana dan anak-anak ketika di restoran, sangat dekat dengan lelaki itu.
Bagaimana tidak, dia lelaki yang sudah lama menyendiri. Bisa saja dia menaruh hati pada Diana dan mendekat lewat anak-anak.
Ahhh, aku mengacak rambut frust4si.
"Bagaimana kejutan untuk Faiznya, sukses?" Dokter Alena memasuki ruanganku.
"Itu, em, itu..." Aku benar-benar tidak tahu harus menjawab apa. Bahkan aku melupakan untuk memberikan hadiah padanya. Padahal kemarin aku membelikan Radit, Sifa, dan Azka mainan baru juga mahal.
Bagaimana aku bisa melupakan Faiz.
"Kenapa? Apa ada masalah?" Dokter Alena menatapku lekat.
"Em, tidak ada," ucapku mengelak.
"Lancar sekali, ya, kau bilang tidak ada," sahut Dion yang tiba-tiba datang ke ruanganku. Darimana dia mendengar percakapanku dengan dokter Alena?
"Apa maksudnya, Dok?" Dokter Alena mengarahkan sorot matanya pada Dion.
"Tanya saja pada laki-laki yang ada di hadapanmu, Al," jawab Dion cuek.
Dia memang pembuat masalah. Sudah cukup kemarin dia muncul sebagai pahlawan kesiangan. Sekarang aku tidak akan membuatnya semakin menjadi.
"Cukup, Dion. Aku sudah muak mendengar omong kosongmu!" ucapku dengan sengaja menaikan nada suara.
"Selesaikan masalah di antara kalian. Aku di sini tidak mengajak bertengk4r. Faham?" dokter Alena memilih pergi meninggalkan ruanganku.
"Puas kau!" Aku menatap Dion dengan tatapan taj4m. Berharap dia tahu diri dan keluar dari ruanganku. Tapi tidak disangka, dia malah menghempaskan tubuhnya di sofa.
"Apa-apaan, kau?" Aku benar-benar sangat pusing. Tidak tahu lagi bagaimana cara menjelaskan kepada makhluk yang satu ini.
"Kau yang apa-apaan. Sepertinya otakmu perlu diperiksa," ucapnya mendengus kesal.
"Otakmu yang harusnya diperiksa!" ucapku setengah berteriak.
"Bisa-bisanya kau mendekati anak-anakku untuk melancarkan aksi bvsukmu," lanjutku emosi.
"Kau bisa mengataiku, tapi kau tidak bisa menilai dirimu sendiri? Heh, kali ini aku benar-benar ragu kalau kau seorang dokter," ujarnya mencibir sambil menatap seragam kerjaku dengan tatapan hin4.
”Apa kau punya bukti?" tantangku tidak kalah sengit.
"Tentu saja aku punya. Aku jamin, setelah kejadian kemarin Fahri dan Faiz tidak akan pernah mempedulikanmu lagi," ucapnya mengutukku. Bisa-bisanya dia mengatakan hal ini.
”Itu tidak mungkin. Mereka anak-anakku."
”Anak? Kau bilang anak? Dimana kau saat mereka yang kau panggil anak dihin4 banyak orang? Bahkan kau tetap menolak untuk menyekolahkan Fahri, padahal kau malah mendaftarkan anak orang lain ke sekolah." Dion menatapku sengit dan penuh kebencian.
Aku tidak berani menyangkal kata-kata, karena itu memang benar. Kupikir belum saatnya untuk Fahri ke sekolah. Lagip**a dia anak yang cerdas. Berbeda dengan Sifa, dia kurang perhatian dan kecerdasannya pun di bawah Faiz.
"Lantas dimana kau ketika anak yang kau sebut anak menginginkan kejutan ulang tahunnya? Kau bilang dirimu sibuk, kan? Penipv. Padahal sedang makan dengan anak-anak orang lain. Tepat dihadapan istri dan anak-anak kandungmu." lanjutnya berapi-api.
Mendengar perkataannya membuatku tertunduk. Aku memang banyak melakukan kesalahan, tapi anak-anak Milla memang sangat membutuhkan perhatian. Berbeda dengan Fahri dan Faiz.
"Aku akan membelikan Faiz mainan," lirihku pelan.
"Akan? Tandanya kau belum membelikan apapun. Padahal ulang tahunnya sudah terlewat dua hari." Dion mendengus kesal.
Ya, ini memang kesalahanku. Tapi tetap saja tidak sepenuhnya.
"Aku lupa."
"Lupa kau bilang? Bahkan kau tidak lupa untuk membelikan anak-anak itu hadiah tepat dihari ulang tahun anakmu?" Dion kembali menatapku taj4m.
"Burhan. Aku benar-benar kasihan kepada Fahri dan Faiz karena mempunyai ayah sepertimu. Sebelum terlambat, segeralah perbaiki semuanya. Aku tidak ingin anak-anakmu sama sepertiku. Membenci ayahku sendiri karena dia lebih mementingkan anak orang lain daripada aku dan adik-adikku.
Melihatnya meringkuk di j3ruji besi saja tidak menghadirkan rasa iba pada diriku, yang ada aku malah semakin membencinya. Dulu dia lebih memilih membahagiakan anak orang lain dan melupakan anak kandungnya. Padahal ketika dia sakit dan jatuh m!skin, mereka semua lari. Tetap hanya anak kandung yang peduli. Tapi papaku sudah mengh4ncurkan rasa kepedulian itu. Hingga aku dan adik-adikku sama sekali tidak ada rasa kasihan," lanjutnya lebih tenang.
Setelah berbicara panjang lebar, dia langsung keluar dari ruanganku.
Hatiku kini menjadi dilema. Jika pernikahanku akan berdampak pada anak-anakku, bagaimana dengan anak-anaknya Milla, bukankah mereka juga butuh sosok ayah?!
**
Baca selengkapnya cerita ini di KBM APP. L!nk baca ada di kolom komentar.
Judul : Hadiah Pernikahan Pembawa Pet4ka
Penulis : UCU NURHAMI PUTRI
Akun kbmapp: Ucu_Dwi26