Rubyquinza Drama

Rubyquinza Drama kumpulan video drama Rubbyquinsa ✅

Semangat seperti Yolla 36 bulan comeback
13/12/2025

Semangat seperti Yolla 36 bulan comeback


27. [Kutukar Berlian demi Batu Krikil]"Mas!" teriakku. "Ambil Shaka! Cuma dia yang bisa naik cepet!""Jangan gil4 Dion! P...
13/12/2025

27. [Kutukar Berlian demi Batu Krikil]

"Mas!" teriakku. "Ambil Shaka! Cuma dia yang bisa naik cepet!"

"Jangan gil4 Dion! Pegang talinya, kita tarik berdua!"

"Nggak keburu Mas, kapalnya nye dot!"

Aku mengikatkan tali pelampung itu ke tu buh Shaka mengikatnya ku4t-ku4t di ping gang anakku.

"Dion! Apa yang kamu lakukan?!"

Aku melepaskan peganganku pada tali itu.

"Tarik sekarang selamatkan ankku!"

"Dion, tidak!"

"Tarik Mas!"

Mas Dani dan polisi refleks menarik tali itu dengan cepat. Tu buh kecil Shaka terangkat naik menjauh dari air, menjauh dari bahaya. Aku melihat tu buh anakku melayang ke atas, disambut oleh tangan-tangan kekar polisi di dermaga.

Shaka selamat tapi aku kehilangan pegangan arus dari baling-baling kapal yang mundur langsung menyedot tubuhku ke bawah.

"DION!"

Teriakan Mas Dani adalah suara terakhir yang kudengar sebelum air hitam kembali menenggelamkanku.

Aku terseret dan berputar-putar. Kepalaku membentur lambung kapal sangat sakit dan pusing.

Oksigen di paru-paruku habis, aku tidak melawan lagi tubuhku terasa ringan. Di kegelapan air laut yang dingin ini, anehnya aku merasa hangat.

Bayangan wajah Shaka yang tersenyum saat bayi melintas. Bayangan Lynera saat kami menikah. Bayangan Mas Dani yang selalu membelaku saat kecil.

"Maafin Ayah Shaka, Ayah udah tebus do sa Ayah."

Kesadaranku memudar dan semuanya berubah menjadi gelap.

Baca selengkapnya di KBM Apps yaa...
Judul : Kutukar Berlian demi Batu Krikil
Karya : Lyana Anggraini

19. [Kutukar Berlian demi Batu Krikil] "Gimana Dok, Istri saya dan b4yinya apa bisa diselamatkan?"Dokter itu menatapku d...
13/12/2025

19. [Kutukar Berlian demi Batu Krikil]

"Gimana Dok, Istri saya dan b4yinya apa bisa diselamatkan?"

Dokter itu menatapku dari balik kacamata tebalnya.

"Bapak suaminya?"

"Iya Dok, saya suaminya." tegasku, meski status kami hanya siri.

"Bapak tahu istri Bapak h4mil berapa bulan?"

"Katanya enam minggu, Dok."

Dokter itu menghela napas panjang seolah lelah menghadapi pasien b*doh.

"Pak, istri bapak tidak h4mil."

Hening. Suara kipas angin di dinding klinik terdengar sangat berisik tiba-tiba.

"Maksud Dokter, kegu guran? B4yinya luruh?" tanyaku, suaraku mengecil.

"Bukan," jawab dokter itu tegas. "R4 himnya kosong, tidak ada sisa jaringan j4 nin, tidak ada penebalan dinding r4him yang menandakan keh4milan. Bersih."

"Terus, d4 rah itu? Dia pend4rahan Dok! Daster-nya penuh d4rah."

Dokter itu menatapku dengan tatapan kasihan campur jengkel.

"Itu d4 rah m3nstr uasi, Pak. H4id. Cuma volumenya agak banyak karena mungkin dia stres atau hor monnya tidak stabil. Tapi itu darah h4id biasa bukan kegu guran."

D4rah h4 id? Duniaku berhenti berputar seketika rasanya seperti ada yang memukul kepa laku dengan p4lu godam.

"Dokter yakin? Mungkin masih kecil jadi nggak kelihatan?" tanyaku putus asa.

"Saya sudah USG transv*ginal, Pak. Hasilnya akurat tidak ada keh4milan."

Dokter itu menepuk bahuku sekilas lalu pergi ke ruang jaga, meninggalkan aku yang mematung di lorong.

Tidak h4mil.

Semua drama ini. Pengusiran Lynera. T4lak yang kujatuhkan. Shaka yang dibully. Video viral. Rumahku yang dijajah. U4ngku yang habis.

Semuanya demi b4yi yang tidak pernah ada?

Baca selengkapnya di KBM Apps yaa...
Judul : Kutukar Berlian demi Batu Krikil
Karya : Lyana Anggraini

Intan terbangun lebih dahulu. Cahaya redup dari lampu kamar membuat matanya perlahan terbuka. Ia terkejut mendapati diri...
12/12/2025

Intan terbangun lebih dahulu. Cahaya redup dari lampu kamar membuat matanya perlahan terbuka. Ia terkejut mendapati dirinya sedang berada dalam pelukan Wisnu yang masih terlelap. Wajah Wisnu terlihat tenang, jauh berbeda dari biasanya yang selalu tampak tegang dan menyebalkan.

Sejenak, Intan tersenyum kecil. Namun, rasa penasaran segera menghantui pikirannya. "Ada apa dengan Mas Wisnu tadi malam? Apa yang sebenarnya terjadi hingga dia seperti itu?" pikirnya sambil memandangi wajah suaminya.

Dengan hati-hati, Intan menyingkirkan tangan Wisnu yang melingkar di pinggangnya. Saat mencoba turun dari ranjang, ia meringis kesakitan karena kakinya yang belum pulih terkena himpitan kaki Wisnu. Setelah berdiri, ia meraih piyama untuk menutupi tubuhnya.

Dalam hati, Intan teringat perjanjian yang Wisnu ucapkan dulu. Perjanjian bahwa ia tidak boleh meminta nafkah batin. Namun, kenyataannya, tadi malam Wisnu sendiri yang memohon dan melanggar batas itu. Intan menghela napas panjang, lalu bergegas masuk ke kamar mandi untuk membersihkan diri.

Di dalam kamar mandi, Intan berdiri di depan cermin, memandangi pantulan dirinya. Wajahnya terlihat memerah, entah karena rasa malu atau emosi yang bercampur aduk. "Mas Wisnu sendiri yang memohon tadi malam. Apa aku salah karena membiarkannya? ngomongnya gak mau tapi sekali nyoba sulit sekali disuruh berhentinya, dasar pria egois."

"Jangan-jangan dia pergi ke suatu tempat sebelum kembali ke rumah?" pikirnya lagi.

Setelah selesai di kamar mandi, Intan melakukan shalat subuh kemudian turun ke dapur. Meski tubuhnya masih terasa lelah dan pikirannya dipenuhi berbagai emosi, ia mencoba menenangkan diri dengan menyiapkan sarapan untuk mereka. Namun, setiap gerakannya terasa berbeda pagi itu ada bagian tubuhnya yang terasa nyeri.

Ia merasa malu atas apa yang terjadi, tapi di sisi lain, ada rasa bahagia kecil yang menyusup tanpa diundang. Kekesalan dan kebingungan juga tidak bisa ia abaikan. "Bagaimana jika aku hamil? Apa yang harus kulakukan setelah perjanjian ini selesai? Haruskah aku benar-benar menjauh dari Mas Wisnu, seperti janji awalku?" gumamnya dalam hati sambil menata makanan di meja makan.

Intan memandangi dapur dengan tatapan kosong, pikirannya melayang-layang. Ketika aroma masakannya mulai memenuhi udara, rasa kantuk perlahan menyerang. Tanpa sadar, ia akhirnya tertidur di meja makan, kepalanya bersandar di lengan dengan piring dan gelas teh di hadapannya.

Sementara itu, Wisnu terbangun satu jam kemudian. Ia langsung terkejut mendapati kondisi tubuhnya di balik selimut. Ia merasa tubuhnya terasa berbeda, dan kenangan tentang tadi malam perlahan memenuhi pikirannya.

"Apa yang sudah aku lakukan? Bagaimana jika Intan marah atau kecewa? Apa aku sudah terlalu jauh? Ini semua gara-gara minuman itu," pikir Wisnu sambil meraih pakaian dan segera menuju kamar mandi.

Setelah membersihkan diri dan menunaikan shalat subuh yang kesiangan, Wisnu turun ke bawah dengan pakaian yang sudah rapih. Dia ingin memastikan kondisi Intan. Di sana, dia melihat sarapan yang sudah tersaji rapi di meja makan.

Namun, pandangannya terhenti pada sosok Intan yang tertidur di atas meja. Wajahnya terlihat lelah, tetapi tetap tenang. Wisnu berdiri sejenak, memandangi istrinya.

"Bagaimana bisa aku melanggar apa yang aku hindari selama ini? semoga saja Intan tidak membahasnya," gumamnya dalam hati. Perasaan bersalah kembali menyelimutinya, Tetapi gengsinya membuatnya sulit menunjukkan rasa peduli.

Ia menghampiri Intan perlahan, lalu berkata dengan nada datar, "Intan, bangun. Jangan tidur di meja makan!"

Intan terbangun perlahan, mengusap matanya yang masih terasa berat. Ia mendongak dan menatap Wisnu dengan sedikit bingung. "Maaf, Mas... Aku ketiduran," ucapnya pelan.

"Jika kamu masih lelah, tidur saja di kamar."

"Nggak apa-apa, Mas. Aku akan menemani kamu sarapan."

Wisnu hanya mengangguk. Ia duduk di kursi di seberang Intan, mencoba mengalihkan perhatian dengan meminum teh lemon yang sudah disiapkan istrinya.

Meski mereka berdua tampak tenang di luar, di dalam hati masing-masing, ada gelombang emosi yang sulit dijelaskan. Hanya terdengar suara denting sendok dan garpu, di antara mereka belum ada yang berani membahasnya.

Setelah menyelesaikan sarapan dalam keheningan yang canggung, Wisnu segera bersiap untuk berangkat ke rumah sakit. Intan mengiringi langkahnya menuju garasi, seperti kebiasaannya setiap pagi.

Sesampainya di depan mobil, Intan mengulurkan tangannya, mencium punggung tangan Wisnu dengan penuh takzim. Namun, pagi ini ada yang berbeda. Tanpa berpikir panjang, Wisnu membalas dengan mengecup kening Intan.

Nyesss

Seketika, jantung Intan berdegup lebih kencang. Ia terpaku di tempatnya, tubuhnya menegang, dan wajahnya terasa panas. Ini bukan bagian dari perjanjian mereka. Wisnu tidak pernah melakukan hal semacam ini sebelumnya, apalagi tanpa diminta.

Sementara itu, Wisnu sendiri terkejut dengan tindakannya. Bibirnya baru saja menyentuh kening Intan, namun sensasi hangat itu masih terasa di sana. Ia segera tersadar dan berusaha menguasai diri. Dengan cepat, ia mundur selangkah, menutupi kebingungannya dengan berkata, "Aku berangkat dulu ya, assalamualaikum." lalu segera membuka pintu mobil.

"Wa'alaikumussalam."

Intan berdiri mematung, hatinya diliputi rasa campur aduk. Di satu sisi, ia senang melihat Wisnu menunjukkan sikap yang lebih lembut. Namun di sisi lain, ia merasa sesak mengingat kenyataan bahwa dalam hitungan hari, semuanya akan berakhir.

Matanya berkaca-kaca saat menatap mobil Wisnu yang perlahan menjauh. "Apa aku benar-benar harus melepaskan laki-laki yang mulai kucintai? Aku tau Mas Wisnu melakukannya hanya karena sebuah perjanjian, tidak lebih," batinnya.

Namun, janji tetaplah janji. Ia telah berjanji untuk menandatangani surat perceraian setelah waktu yang disepakati berakhir.

Dengan langkah berat, Intan kembali ke dalam rumah. Sementara Wisnu yang tengah mengemudi pun merasa pikirannya terganggu. "Kenapa gue pake cium keningnya segala?" tanyanya pada dirinya sendiri.

Satu ciuman di kening telah mengguncang hati mereka berdua.

Wisnu melangkah di sepanjang lorong Rumah Sakit Harapan Arga dengan senyum yang mengembang. Sikapnya yang ceria dan ramah kembali, seolah beban yang selama ini menyesakkan dadanya telah terlepas. Aura bahagia terpancar jelas di wajahnya, membuat beberapa perawat saling berbisik satu sama lain.

"Dokter Wisnu ceria lagi, ya. Udah lama banget gak lihat dia seperti ini."

"Iya, senyumnya beda, aura ketampanannya benar-benar menggoda iman hee."

Namun, Wisnu tak menyadari perhatian yang tertuju padanya. Dia masuk ke ruangan pribadinya dengan wajah berseri. Masih terbayang bagaimana kejadian tadi malam, dimana dirinya begitu terbuai dengan apa yang belum pernah ia lakukan sebelumnya bersama seorang wanita. Dokter tampan itu mengambil ponsel pinky dari dalam sakunya lalu sibuk menatap layar ponsel lebih tepatnya, galeri foto yang bukan miliknya, melainkan milik Intan. Beberapa foto dirinya tersimpan di sana, entah sejak kapan.

Ia memperbesar salah satu foto dirinya saat tidur yang diambil secara candid. Spontan ia menarik kedua ujung bibirnya ketika membaca tulisan yang terterpampang pada foto "Mr. Buldozer Tengik😜".
"Kamu itu bukan cuma nyebelin tapi juga jahil, masa iya aku dibilang tengik." Wisnu menggeser foto dan terlihat beberapa foto selfie Intan, senyuman yang polos dengan tatapan matanya yang jernih. "Kalau diamati kamu itu memang cantik, Intan. Meski kadang bikin aku naik darah," gumam Wisnu sambil tersenyum kecil.

Namun, senyumnya seketika pudar ketika jarinya menggeser ke foto berikutnya. Intan bersama seorang laki-laki bernama Hafidz. Foto itu diambil di restoran tempo hari olehnya, saat dia memergoki Intan bertemu dengan pria itu. Raut wajah Intan di foto terlihat bahagia, begitu juga Hafidz yang menatapnya penuh perhatian.

Wisnu merasakan dadanya sedikit sesak. Ada sesuatu yang mengusik hatinya.

"Apa setelah perpisahan nanti… dia akan bersama laki-laki itu?"

Pikiran itu seharusnya tak perlu mengganggunya. Bukankah ia sendiri yang menginginkan perjanjian ini? Bukankah seharusnya ia bahagia karena sebentar lagi semuanya akan berakhir?

Namun, entah kenapa, rasa tidak s**a mulai menyeruak di dadanya. Tangannya menggenggam erat ponsel itu.

"Aku kenapa? Kenapa aku harus peduli? Ini yang aku mau, kan?"

Namun, sebelum Wisnu bisa mencari jawaban atas gejolak dalam hatinya, tiba-tiba suara berat memecah lamunannya.

"Mas Wisnu!"

Mau lanjut? Jangan lupa like, komen dan share yang banyak gaes😉
Darting Jadi Darling-Icha VB
Platform KBM APP

“Kalau begitu ayo kita jalin hubungan. Jadi pacar gue mau?”“Kamu sudah gila!” Aku hanya bercanda, ingin tahu responnya. ...
12/12/2025

“Kalau begitu ayo kita jalin hubungan. Jadi pacar gue mau?”

“Kamu sudah gila!” Aku hanya bercanda, ingin tahu responnya. Dan beberapa detik berikutnya setelah aku mengatakan itu. Dia melepas gagang pintu tanpa menutupnya. Aku membukanya lebar. Dengan rambut yang berantakan bersandar ke pintu yang terbuka. Ujung mataku melihat padanya lekat.

“Kalian sedang apa?”

Aish, Dokter Bian datang. Kayra nampak panik. Dia melihat ke arah Bian dengan mata yang seperti sedang mencari sesuatu.

“Dokter Angkasa godain kamu Ra?” kata Bian bertanya pada Kayra.

“Gak loh, dia nyari lo. Ketemunya malah sama gue yang ganteng.”

“Preet!” Dokter Bian mengumpat kesal. Aku terkekeh sendiri.

“Ibra mana Bi?”

“Ibra sudah pulang ke rumah.”

“Kenapa sudah pulang? ” Aku yang bertanya.

“Itukan rumahnya. Ngapain tanya dia pulang ke rumahnya. Aneh lo.”

Aku penasaran sebenarnya dengan anak kecil bernama Ibra, niat hati kesini kan memang ingin bertemu dengannya. Kenapa susah sekali untuk bertemu. Sekarang malah udah pergi anaknya. Ibunya galak banget, gak bisa diajak bercanda.

“Ya udah aku pulang Bi. Makasih yah.” Kayra berbalik.

“Tunggu dulu Ra.”

Kembali gadis bercadar itu menoleh ke belakang menatap pada Bian. Mereka kalau ngobrol pasti mengabaikan aku yang ada di antara mereka. Ngenes banget emang jadi gue.

“Ada apa?”

“Aku boleh geer gak sih?”

“Geer kenapa?”

“ Tadi Ibra bilang Papa sama aku.”

Degh!

Hatiku mencelos mendengar ucapan dokter Bian. Ada sesuatu yang tiba-tiba menghantam hatiku. Padahal aku belum tahu bagaimana anak itu, siapa anak itu, tapi hatiku tiba-tiba merasa tidak s**a mendengar dia memanggil Papa pada Bian.

“Kamu yang ajarin paling!” kata Kayra.

“Iyah! Hehe! Boleh!”

Kayra diam sesaat dia tidak langsung menjawab. Nampak dia juga bingung harus menjawab apa. Apalagi saat aku ikut menatap intens padanya. Terlihat dia semakin canggung untuk menjawab.

“Jangan! Nanti calon istri kamu marah!”

Kayra menjawab sambil membalikan badan, kemudian berjalan ke arah pintu keluar.

“Calon istriku kan kamu Ra. Aku nunggu kamu lama loh.” Dokter Bian berteriak membelas. Tapi Kayra sudah menjauh. Dia tak membalasnya lagi. Lagi-lagi aku diam membeku di tempatku. Iri? Entahlah, hangat sekali hubungan mereka. Bagaimana jika aku ada diantara mereka sebagai masa lalu. Mendadak aku takut. Takut jika semuanya benar. Dan aku tiba-tiba jatuh cinta lagi padanya. Dan hubungan hangat di antara mereka hancur.

*

*
*
Judul : Koas Bareng Mantan
Penulis Qasya
Baca lebih panjang di KBM 🙏

Kata bapak Ilham Junedi , ada 11 D'Sultan menunggu Tasya besok malam Ok, besok malam kita liat. Akankah kembali p3r4ng D...
12/12/2025

Kata bapak Ilham Junedi , ada 11 D'Sultan menunggu Tasya besok malam
Ok, besok malam kita liat. Akankah kembali p3r4ng D'Boss dan D'Sultan😍

“Gue gak ngerti kamu sekarang Za,” suaraku lebih tenang, meski jelas terdengar getir. Rasanya ingin marah, tapi gak bisa...
12/12/2025

“Gue gak ngerti kamu sekarang Za,” suaraku lebih tenang, meski jelas terdengar getir. Rasanya ingin marah, tapi gak bisa keluar. “Apa kamu sengaja pengen bikin aku marah?”

Ziza menunduk. Jemarinya saling meremas resah. Aku tahu dia sedang menahan banyak hal di kepalanya tentang aku, tapi diamnya justru membuatku makin gelisah. Karena jarang sekali dia diam seperti ini.

“Gue cuma mau bantu, Kak… dari tadi TV-nya Hazel gak ada sinyal,” katanya akhirnya, lirih.

“Ngapain harus kamu yang naik? Mereka cowok! Gak guna banget jadi cowok kalau nyuruh cewek naik ke atap.”

“Apa bedanya sama lo yang s**a nyuruh gue juga? Masang lampu aja Lo nyuruh gue.” balasnya ketus.

Aku langsung diam. Gemes banget rasanya. Tapi sindiran itu kena ke hatiku juga.

“Udahlah, gue mau pulang,” ucapnya sambil membalikkan badan. Aku tak membiarkannya pergi, segera meraih tangannya dari samping.

“Lepas! Gue mau pulang!”

“Ini juga kamar kita, Za. Ngapain pulang?”

Dia menoleh ke belakang, langsung menarik tanganku yang memegangnya.

“Kita butuh komunikasi, Za. Ngobrol, biar gak salah paham terus. Kita perbaiki semuanya dari awal.”

“Lo aja nikahin gue gak ngajak ngobrol dulu!”

“Karena aku yakin kamu...”

“Yakin kalau gue s**a sama lo, Kak?!”

“Hmmm...”

“Itu dulu. Sekarang semuanya udah berubah. Gue udah gak s**a lagi sama lo, Kak. Lo ngeselin, nyebelin, brengs3k! Lo selalu bikin gue kesel! Lo kayak benci sama gue, jijik sama gue! Selalu ngatain gue bo—”

Cup!

Bibirku membungkam semua kata-katanya. Aku gak tahan lagi dengar dia menyakiti dirinya sendiri lewat ucapannya. Aku tahu, jauh di balik semua marahnya, dia belum benar-benar berhenti mencintaiku.

*
*
*

Judul Suami Rahasia Di Kosan Bapak
Penulis Qasya
Lebih panjang di KBM 🙏🥰

Aduhh kalau beneran Daebak banget dah,⁉️ lama banget tayang nya 😭🤧🤧
11/12/2025

Aduhh kalau beneran Daebak banget dah,⁉️ lama banget tayang nya 😭🤧🤧

Belum setengah jam berlalu sejak Keenan dan Vina bersitegang—untuk pertama kalinya dalam hubungan mereka.“Kamu jangan as...
11/12/2025

Belum setengah jam berlalu sejak Keenan dan Vina bersitegang—untuk pertama kalinya dalam hubungan mereka.

“Kamu jangan asal menuduh orang, Vin. Kamu sadar kan apa yang baru kamu ucapkan?” suara Keenan rendah, menahan emosi.

“Aku sadar!” Vina menyilangkan tangan di dada, dagunya terangkat penuh amarah. “Mukanya aja sok alim. Kelakuannya? Genit. Nakal!”

“Vina!” Keenan meninggikan suara. “Dia sahabat kamu! Kamu sendiri yang memaksa dia gantiin kamu waktu itu. Kenapa sekarang kamu menyerangnya seolah dia bersalah? Apa salahnya Ginaya padamu?”

“Salahnya? Karena dia bikin kamu berubah!” Vina menunjuk dada Keenan. “Semenjak kamu kenal dia, kamu nggak sama lagi! Keenan yang dulu selalu posesif, selalu nurut, selalu perhatian sama aku… semuanya hilang! Semua berubah sejak ada perempuan sok suci itu!”

Keenan menghela napas panjang. Wajahnya mengeras. “Aku berubah bukan karena Ginaya. Tapi karena kamu sendiri. Kamu selalu egois. Kamu melakukan semua ses**amu tanpa pernah pedulikan aku. Aku bilang jangan ikutan kontes itu, tapi kamu tetap jalan. Dan kamu malah menyuruh sahabatmu sendiri berpura-pura jadi kamu? Dan sekarang kamu malah menyalahkan aku juga? Di mana pikiran kamu?”

“A-aku… bukan itu maksudku…” Vina mencoba menggenggam lengannya. Namun Keenan menepis cepat.

“Turun dari mobilku.” Suaranya datar, dingin.

“Ken, tolong dengar aku dulu—”

“Sudah. Aku transfer seratus juta. Aku harap setelah ini kamu nggak asal nuduh dan memfitnah orang lagi. Turun.”

“Aku… minta maaf…”

Namun penyesalan itu datang terlambat. Keenan sudah membuka sabuk pengaman, keluar dari mobil, memutar ke sisi penumpang, lalu menarik tangan Vina untuk turun.

“Ken! Aku nggak mau! Ken!” teriak Vina, gemetar.

Keenan tak mengindahkan. Tanpa kata lagi, ia kembali ke dalam mobil dan menutup pintu. Mesin meraung, mobil melaju meninggalkan parkiran rumah sakit dengan dingin—tanpa sedikit pun memalingkan pandangan.

“Keenan!!” Vina menjerit sambil menghentakkan kaki, dadanya naik turun menahan tangis.

Teriknya matahari siang di atas kepala Keenan terasa seperti ingin membakarnya sampai habis. Demi wanita bercadar itu—yang bahkan tak ingin sedikit pun wajahnya terlihat oleh pria yang bukan mahram—ia rela beradu mulut dengan kekasihnya sendiri. Perdebatan panas tadi berakhir dengan pertengkaran yang tak pernah ia bayangkan.

Namun kini, apa yang ada di depan mata membuat lidahnya kelu. Sulit baginya mempercayai apa yang ia lihat. Kata-kata Vina kembali menggema dalam kepalanya “Aku lihat dia menggoda putra sulung Juragan Ujang…”

Keenan tersenyum hambar, seperti orang bodoh yang kehilangan arah. Entah benar atau salah, sesuatu yang tak seharusnya lolos justru meluncur dari bibirnya. Kedua tangannya mengepal, menahan gejolak di dada.

Mata Ginaya berembun, pandangannya mengabur. “Jadi… Vina bilang begitu sama kamu?” untuk pertama kalinya ia berani menatap Keenan lurus tanpa menunduk.

Keenan membalas tatapannya—dengan prasangka. “Kamu sampai segitunya demi uang? Butuh berapa? Bilang ke aku. Jangan sampai kamu kasih uang h*ram itu ke anak-anak panti.”

Duar! Seperti suara petir di siang bolong. Kalimat itu menyambar tepat pada h ati Ginaya. Nyeri. Kaki tungkainya mendadak lem4s. Pandangan kabur oleh bulir bening yang segera tumpah di matanya.

“Kamu benar, Mas!” ucapnya lirih namun pasti.

“Saya memang menggoda Mas Devan. Saya sengaja goda dia Karena uangnya. Mas Devan kaya raya, dia pasti banyak uangnya. Jadi mulai sekarang, kamu dan Vina jangan lagi mengganggu kehidupan saya. ”

“Nay!” Devan langsung memprotes. Namun Ginaya menggeleng, lebih keras kali ini, meminta pria itu diam.

Senyum kecil—pahit—mengembang di bibir Devan. Ia tahu wanita itu sedang menyelamatkan harga dirinya, meski harus menanggung fitnah.

Keenan seketika terdiam. Kata-kata itu seperti palu godam menghantam dadanya. Ia ingin marah, tapi tidak ada lagi yang bisa ia katakan. Semua pembelaan tadi runtuh oleh satu kalimat yang terdengar seperti pengakuan.

“Aku pikir kamu wanita saliha, Nay. Aku pikir kamu berbeda dari yang lain.”

Bersambung..

Lebih lengkapnya ada di KBM app

Judul : TUNANGAN SAHABAT
Penulis : Nona pink

10/12/2025

Plastik kresek dengan harga yang fantastis 😱😱😱



"Guguurkan kandungan itu!"Malam itu aku men0dainya. Hari ini dia meminta pertanggungjawaban. Aku menikahinya. Tapi setel...
10/12/2025

"Guguurkan kandungan itu!"

Malam itu aku men0dainya. Hari ini dia meminta pertanggungjawaban. Aku menikahinya. Tapi setelah akad, aku kabur. Namun setelah lima tahun berlalu, tidak kusangka dia kembali sebagai ...

BAB 10

Baru tadi pagi, aku mendengar Dokter Bian berkata jika anaknya Dokter Kayra mirip denganku. Benarkah? Apakah secepat ini aku akan bertemu denganya? Bener-bener hari ini kita akan bertemu. Mendadak debaran di dadaku semakin kencang. Rasa cemas, rasa takut bercampur jadi satu.

Bagaimana jika anak itu benar-benar mirip denganku? Apakah itu sudah bisa dipastikan jika Dokter Kayra adalah perempuan yang lima tahun lalu aku tinggalkan selepas akad nikah. Dan itu berarti dia masih menjadi istriku. Karena aku tak pernah mengucap talak padanya.

Tapi tentu dalam agama islam, lelaki sepertiku, yang tidak bertanggung jawab dalam segala hal, mungkin tidak layak disebut sebagai suami. Atau mungkin talak itu sudah jatuh. Aku tak begitu paham. Pemahaman agamaku tidak begitu dalam. Yang sudah pasti, semua jadi kacau seperti ini karena salahku. Setega itu kau padanya.

Kenapa hari itu aku harus kabur setelah menikahinya? Kenapa aku begitu teganya pada Kayra? Aku begitu buta mengikuti kemauan Mama dan Papa untuk kuliah ke Jogja? Aku pikir dengan meninggalkannya, aku akan hidup bahagia.

Nyatanya aku juga menderita. Diam-diam aku masih s**a scroll semua media sosialnya. Tapi sejak aku meninggalkan dia. Semua akun media sosialnya tak pernah aktif lagi. Dan dengan bodohnya aku memblokir nomornya juga saat aku pergi darinya.

Bagaimana perasaan dia di hari itu? Bagaimana dia harus menghadapi dunianya yang mungkin sangat jahat? Bangsat, aku seburuk itu jadi lelaki. Pantaskah jika aku bertemu dengannya, meminta maaf dan ingin memeluk anak kami. Rasanya aku malu pada diriku sendiri. Aku tak kuat untuk menghadapi semuanya.

Tapi rasa penasaranku begitu besar. Mungkin semua bisa diperbaiki. Jika ada kesempatan. Meski ku yakin ini sudah terlambat.

“Buru! Ngapain bengong sih!” Dokter Bian mengagetkan aku.

“Hmm! Gimana?”

“Lo mau tidur dimana? Di kamar tamu sama Ibra?”

“Boleh, gak apa-apa. Mana kamarnya. Gue sih yang penting tidur.”

“Tapi gak usah deh. Lo tidur sama gue aja. Nanti kalau lo masuk ke kamar itu. Ibra malah bangun. Dokter Angkasa tidur di kamarku saja Mi.”

Aku diam saja. Sebenarnya mau nawar, maunya tidur sama anak itu. Biar bisa lihat wajahnya. Mau disamakan dengan wajahku. Tapi masa sudah ditampung tidur disini aku masih ngerepotin nawar. Malu juga ternyata. Apalagi kelihatan mereka semua orang baik.

“Ya udah, gue ikut aja.”

“Ya udah sini.”

Dia berjalan ke sebuah kamar. Aku mengikutinya. Suasana dalam rumah ini tentram sekali. Berbeda dengan rumahku. Aku dan adik perempuanku tidak pernah betah di rumah.

“Sorry kamarnya berantakan. Gue masih jomblo soalnya.”

“Segini lo bilang berantakan, beresnya gimana? Gila lo. Apa hubunganya sama jomblo.”

“Kalau gak jomblo kan ada istri yang beresin. Apalagi kalau yang beresin tetangga samping rumah. Ngarep.”

“Njir! Geli gue dengernya. Bucin banget lo.”

Dokter Bian hanya tersenyum mendengar aku mengatai dia. Kamarnya rapi dan bersih, bisa-bisanya dia bilang berantakan. Dia tak berkata apa-apa lagi. Langsung menjatuhkan tubuhnya ke atas kasur. Dan mataku sebenarnya sudah tak bisa diajak kompromi juga. Sama ngantuknya juga kayak dia.

Perlahan aku menyimpan tas kecilku di meja. Tapi kedua mataku malah salah fokus pada sesuatu. Ada sebuah foto disana. Foto saat wisuda. Dan jelas itu Kayra yang ada di samping Bian. Mereka berfoto tidak berdua. Tapi di tengah-tengah mereka ada wanita paruh baya yang tidak lain adalah ibunya.

Sudah sedekat itu mereka, tapi belum juga diterima. Aku mendekatkan wajahku ke foto tersebut. Menatap Kayra dalam foto.

“Kayaknya mustahil dia adalah Kayra yang gue kenal. Dulu pakai jilbab saja mana mau dia. Sama bandelnya dengan gue.” Aku mengumpat sendiri. Sesaat menatap foto itu lagi. Dan lama-lama aku malah memikirkan tentang dia. Aku tambah makin stress sendiri. Jadi aku langsung naik ke tempat tidur dokter Bian. Ikut lelap di sampingnya. Istirahat yang cukup. Karena malam nanti kita shift malam lagi. Dan kalau udah di rumah sakit. Sulit cari kesempatan untuk istirahat.

***
Entah sudah berapa jam aku tertidur lelap. Saat bangu. Dokter Bian sudah tidak ada. Aku menggulingkan tubuhku lagi ke bantal, sambil mengucek mata yang masih terasa berat. Kedua mataku melihat jam di dinding. Sudah jam setengah satu siang. Hampir empat jam aku tidur. Kepalaku sedikit pusing. Aku memilih merebahkan tubuhku lagi ke bantal sebentar.

Sampai akhirnya, pelan aku mendengar suara pintu dibuka dari belakangku. Aku cuek, karena sudah tahu itu pasti dokter Bian yang datang.

“Assalamualaikum! Bi! Ibra sama kamu? Aku tersentak kaget. Suara perempuan mengucap salam. Dan suara derit pintu dibuka. Tapi jelas itu bukan ibunya Bian.

“Bi! Ibra dimana? Kamu udah pulang, Ibra belum. Bukannya tadi kamu yang ajak ke masjid sama-sama.”

~tbc~

Judul Kaos Bareng Mantan
Penulis Qasya
Ada di KBM

Address

Anekaelok

Website

Alerts

Be the first to know and let us send you an email when Rubyquinza Drama posts news and promotions. Your email address will not be used for any other purpose, and you can unsubscribe at any time.

Share