Renungan Kristen

Renungan Kristen Renungan Kristen sebagai penyejuk jiwa (Maleakhi 3:10) (TB). https://alkitab.app/v/e6dfd7bb6b03

Apabila anda diberkati dengan Renungan Firman Tuhan dan ingin memberkati Pelayan Tuhan melalui BNI: 1460137863

Bawalah seluruh persembahan persepuluhan itu ke dalam rumah perbendaharaan, supaya ada persediaan makanan di rumah-Ku dan ujilah Aku, firman TUHAN semesta alam, apakah Aku tidak membukakan bagimu tingkap-tingkap langit dan mencurahkan berkat kepadamu sampai berkelimpahan.

28/05/2025

28 MEI

Dosa Melawan Roh Kudus.

"... tetapi siapa saja yang menghujat Roh Kudus, ia tidak akan diampuni" (Lukas 12:10).

Masih ada sebagian orang yang setelah mendengar bahwa ada dosa menghujat Roh Kudus, dan bahwa itu tidak dapat diampuni, menjadi takut bahwa mereka telah melakukan dosa itu.

Semua dosa melawan pengetahuan dan hati nurani bukanlah [jenis] dosa ini (1 Raja-raja 15:5; 2 Samuel 11:4,6,10,15,25). Juga bukan semua dosa yang disengaja. Itu bukanlah satu dosa terhadap hukum atau pelanggaran langsung terhadap seluruh hukum Taurat, atau setiap penentangan jahat terhadap Injil jika itu karena ketidaktahuan; juga bukan penghujatan, penganiayaan terhadap Injil atau jatuh ke dalam dosa-dosa besar yang beragam, meskipun dilakukan melawan pengetahuan dan hati nurani. Dosa melawan Roh Kudus mencakup lebih banyak [dosa] lagi yaitu dosa melawan Injil, dan tawaran kasih karunia dan keselamatan cuma-cuma oleh Kristus, melalui Roh.

Dosa itu disebut dosa menghujat Roh Kudus, dan menjadi tidak dapat diampuni, karena dosa itu melawan peran Roh Kudus, dan melawan pekerjaan Roh Kudus yang penuh kasih karunia, dan di dalamnya melawan seluruh Trinitas yang terberkati, yang semua pekerjaan-Nya dilengkapi dalam pekerjaan Roh Kudus. Selain itu, ketahuilah bahwa dosa itu tidak dapat diampuni, bukan berkenaan dengan kuasa Allah, tetapi dalam hal kehendak-Nya.

Namun untuk menjernihkan semua keraguan.... Saya ingin bertanya kepada Anda yang merasa telah melakukan dosa melawan Roh Kudus, pertanyaan-pertanyaan berikut:

• Apakah Anda bersedih karena telah melakukan hal itu?

• Bukankah Anda berharap Anda tidak melakukannya?

• Apakah Anda merasa terganggu/gelisah karena tidak dapat mengarahkan hati Anda untuk menginginkan pengampunan dan kasih karunia?

Jika Anda menjawab ya, maka meskipun dosa atau dosa-dosa yang mengganggu Anda mungkin merupakan dosa yang menakutkan, yang mendesak Anda harus segera bertobat, namun yang pasti itu bukanlah dosa menghujat Roh Kudus.

Henry Scudder (1562-1653), The Christian’s Daily Walk (Kehidupan Sehari-hari Orang Kristen), hlm. 238-41

26/05/2025

Renungan Pagi
Selasa, 27 Mei 2025

MENGHADAPI UJIAN HIDUP

“Karena Ia tahu jalan hidupku; seandainya ia menguji aku, aku akan timbul seperti emas.” (Ayub 23:10)

Ibarat murid yang akan naik ke jenjang selanjutnya, ia harus melewati ujian akhir. Ujian akhir adalah penentu apakah murid tersebut dapat naik kelas atau tinggal kelas. Semua murid harus melewati fase ini. Dengan demikian, apa yang sudah diajarkan guru dianggap selesai jika murid berhasil lulus.

Demikian juga dalam perjalanan iman kita. Setiap orang akan mengalami ujian iman. Kategori ujian iman setiap orang berbeda, tergantung dari kapasitas yang dimilikinya. _"Pencobaan-pencobaan yang kamu alami ialah pencobaan biasa, yang tidak melebihi kekuatan manusia. Sebab Allah setia dan karena itu Ia tidak akan membiarkan kamu dicobai melampaui kekuatanmu..”_ (1 Korintus 10:13a-b). Rasul Paulus menegaskan bahwa ujian tersebut tidak akan melampaui kekuatan kita. Yakinlah bahwa dalam setiap ujian yang kita jalani, Tuhan setia menyertai kita. Mata-Nya mengawasi ketika proses ujian itu berlangsung. Yang perlu kita lakukan adalah tetap tenang selama ujian berlangsung, tidak panik, dan tidak gelisah.

Ketika Ayub diuji, mungkin bagi kita ujian itu sangat berat. Belum selesai satu cobaan, datang lagi cobaan lainnya. Seolah-olah Tuhan tidak bersahabat dengan Ayub, padahal ia adalah seorang yang saleh, jujur, dan takut akan Tuhan. Mungkin kita juga akan mempertanyakan keberadaan Tuhan jika berada di posisi Ayub. Namun, seperti yang dilakukan Ayub, tetaplah tenang. Ayub tidak bereaksi negatif, tetapi merespons dengan benar di hadapan Allah. Ia menyadari bahwa semua terjadi seizin Tuhan dan ia tidak dapat menolak kedaulatan Tuhan atas hidup serta keluarganya (Ayub 9:2-4). Ayub sangat yakin bahwa Tuhan pasti menolongnya. "Seandainya Ia menguji aku, aku akan timbul seperti emas.” Luar biasa, bukan? Dan pada akhirnya, jika kita membaca kisahnya, Tuhan mengembalikan apa yang hilang dari Ayub sebanyak dua kali lipat, kecuali istrinya, tetap satu.

Dari kisah Ayub, kita dapat mengambil hikmah bahwa jika kita sedang dalam proses ujian, hadapilah ujian itu dengan ketenangan. Jangan mengeluh atau berisik. Percayalah, Tuhan setia dan selalu ada bersama kita. Jangan lari dari masalah atau memilih jalan pintas, karena bukan itu yang Tuhan kehendaki saat kita diuji. Kuatkan dan teguhkanlah hatimu! (CP)

Pertanyaan:
1. Bagaimanakah ujian yang dialami setiap orang percaya
2. Bagaimana seharusnya kita berespons ketika sedang dalam proses ujian?

Setiap warga Kerajaan Allah ketika sedang dalam proses ujian, hendaknya memiliki mental rajawali. Semakin kencang badai, semakin ia melebarkan sayapnya dan terbang tinggi.

Murid dinyatakan lulus apabila nilai yang diperoleh mencapai batas atau melebihi Kriteria Ketuntasan Minimal. Pastikan untuk tidak remidial di ujian yang sama!

Selamat beraktivitas dalam anugerah dan penyertaan Tuhan. Tuhan Yesus memberkati kita sekalian. Amin

25/05/2025

Renungan Pagi
Senin, 26 Mei 2025

GIVING WITHOUT EXPECTING in RETURN (MEMBERI TANPA MENGHARAPKAN BALASAN)

“Tetapi kamu, kasihilah musuh-musuhmu dan berbuatlah baik kepada mereka dan pinjamkan tanpa mengharapkan balasan apa pun. Upahmu akan besar dan kamu akan menjadi anak-anak Allah Yang Maha Tinggi, sebab Ia baik terhadap orang-orang yang tidak tahu berterima kasih dan yang jahat.” (Lukas 6:35 - TB2)

Tema renungan pagi ini adalah Giving Without Expecting in Return yang memiliki arti Memberi Tanpa Mengharapkan Balasan. Lukas 6:35 (TB2) mengingatkan dan menantang kita untuk hidup dalam pemberian yang tulus, tanpa pamrih, sebagaimana kasih Allah yang melimpah kepada kita. Oleh sebab itu, mari kita belajar tiga hal tentang Giving Without Expecting in Return.

Pertama, Membalas Kebaikan Tuhan (Mazmur 107:1)
Kita telah menerima kasih dan anugerah Tuhan yang besar. Oleh sebab itu, sebagai respons, kita diajak untuk membalas kebaikan-Nya melalui tindakan nyata. (Mazmur 107:1) mengajak, “Bersyukurlah kepada TUHAN, sebab Ia baik, bahwasanya untuk selama-lamanya kasih setia-Nya.” Dengan mengingat janji kasih setia Tuhan, kita termotivasi untuk memberikan apa yang kita miliki, tidak hanya kepada mereka yang kita s**ai, namun juga kepada orang yang mungkin saja tidak mampu mengembalikannya. Pemberian tanpa pamrih merupakan wujud syukur kita atas kebaikan Tuhan yang telah menyentuh hidup kita. setiap perbuatan kebaikan kita sebenarnya merupakan salah satu cara kita membalas kebaikan Tuhan kepada kita.

Kedua, Tetap Berbuat Baik dalam Segala Keadaan (Roma 12:21)
Hidup itu penuh tantangan, namun kasih yang tulus memanggil kita untuk terus berbuat baik, tanpa mengharapkan imbalan. Roma 12:21 (TB) mengingatkan, “Janganlah kamu kalah terhadap kejahatan, tetapi kalahkanlah kejahatan dengan kebaikan.” Dalam situasi sulit sekalipun, kita dipanggil untuk tidak menyerah, melainkan membalas setiap kegelapan dengan cahaya kebaikan. Hal ini menegaskan bahwa kebaikan adalah kekuatan yang mampu mengubah keadaan dan membawa damai.

Ketiga, Gaya Hidup Berbuat Benar dan Baik (1 Petrus 2:12)
Gaya hidup kita adalah cerminan iman dan karakter sebagai anak-anak Allah. 1 Petrus 2:12 (TB) berkata, “Hiduplah sedemikian rupa di antara orang-orang kafir, supaya, dalam segala hal, mereka memuji perbuatanmu yang baik.” Dengan menjalankan hidup yang benar dan konsisten dalam kebaikan, kita tidak hanya menjadi saksi kasih Tuhan, tetapi juga menginspirasi orang lain untuk mengikuti teladan yang mulia. Mari kita terus membagikan gaya hidup berbuat benar dan baik kepada semua orang.

Memberi tanpa mengharap balasan adalah panggilan untuk meneladani kasih Allah yang tiada tara. Dengan membalas kebaikan Tuhan, tetap berbuat baik di tengah segala tantangan, dan menjalani hidup yang penuh integritas, kita menciptakan lingkaran kasih yang mampu mengubah dunia. Marilah kita merenungkan, bahwa setiap pemberian, sekecil apapun, adalah ungkapan iman yang hidup dan bukti nyata kasih Allah yang mengalir melalui diri kita. Stay blessed. (CP)

Pertanyaan:
1. Apakah gaya hidup memberi tanpa pamrih masih relevan di masa kini?
2. Bagaimana cara menghadapi orang yang memanfaatkan kebaikan kita?

Seorang warga Kerajaan Allah adalah pribadi yang mau berkomitmen untuk mempertahankan gaya hidup memberi tanpa pamrih dalam kehidupannya.

Gaya hidup memberi tanpa pamrih dihasilkan dari orang yang sadar bahwa dirinya telah mengalami dan menikmati kasih Kristus.

Selamat beraktivitas dalam anugerah dan penyertaan Tuhan. Tuhan Yesus memberkati kita sekalian. Amin

25/05/2025

25 MEI

Dipimpin oleh Roh.

“Semua orang, yang dipimpin Roh Allah, adalah anak Allah” (Roma 8:14).

Pimpinan khusus Roh Kudus bersifat luar biasa maupun biasa. Yang pertama terbatas pada beberapa orang dan pada beberapa waktu; dan tidak meluas kepada semua orang kudus, atau berlanjut di segala zaman. Jadi para nabi dan rasul kudus, “dipimpin oleh Roh"; karena mereka langsung diilhami, dibimbing, dan digerakkan oleh-Nya dalam melaksanakan pekerjaan dan jabatan mereka yang luar biasa. Mereka ini, dalam pengungkapan Kitab Suci, dan dalam semua hal yang mereka ungkapkan dari Allah, ditindaklanjuti dan “oleh dorongan Roh Kudus" (2Pet. 1:21). Dalam hal ini mereka tidak dapat salah dalam apa yang mereka ungkapkan. Ini tentunya luar biasa, namun dengan demikian terbatas dan sementara.

Oleh karena itu, pimpinan Roh Kudus yang lain haruslah yang dimaksudkan dalam nats di atas, dan ini adalah yang berkaitan dengan semua anak-anak Tuhan dan pada setiap waktu. Apakah rasul, ketika ia berkata, “Semua orang, yang dipimpin oleh Roh Allah, adalah anak-anak Allah," mengartikan bahwa semua orang yang memiliki penglihatan, wahyu, inspirasi, dorongan yang luar biasa, dari Roh Allah, dengan demikian [dianggap] berelasi dengan Allah, dan tidak ada yang lain? Tentu saja tidak. Jika maksudnya demikian, maka kita harus mengecualikan semua kecuali para nabi dan rasul yang disebutkan sebelumnya dari menjadi anak-anak Allah; yang dua-duanya menyedihkan, dan juga salah.

Ada yang memiliki Roh, dan ada yang dipimpin Roh.

Meskipun keduanya saling terkait dan tak terpisahkan, keduanya adalah hal yang berbeda. Memiliki Roh Kudus berarti jadi milik-Nya saat Dia berdiam di dalam kita; dipimpin oleh Roh Kudus berarti mengambil bagian dalam pengaruh pengarahan-Nya, setelah kita menjadi milik-Nya.

Thomas Jacombe (1622-1687), Puritan Sermons (Kotbah-kotbah Kaum Puritan), Vol. 3, hlm. 588-93

23/05/2025

Renungan Pagi
Sabtu, 24 Mei 2025

Penuh Roh: Menjadi Teladan Yang Baik

Baca: Kisah Para Rasul 11:19-30

"karena Barnabas adalah orang baik, penuh dengan Roh Kudus dan iman. Sejumlah orang dibawa kepada Tuhan." (Kisah Para Rasul 11:24)

Adalah bijak bila kita belajar atau meneladani orang-orang yang dipakai Tuhan secara luar biasa, apakah rahasia yang membuat mereka sukses, maju, dan berlimpah dalam hal-hal lahiriah. Terlebih lagi kita perlu belajar dari kehidupan rohani orang tersebut: iman, kesetiaan, semangat, dan lain-lain, yang membuat mereka menjadi pahlawan iman.

Salah satu contoh adalah Barnabas, tokoh Alkitab yang dapat kita jadikan teladan dalam kehidupan rohani kita. Alkitab mencatat: "Ia menjual ladang, miliknya, lalu membawa uangnya itu dan meletakkannya di depan kaki rasul-rasul." (Kisah Para Rasul 4:37). Ini menunjukkan bahwa Barnabas adalah seorang yang murah hati dan s**a memberi. Kepeduliannya terhadap perkara-perkara rohani sangat besar. Buktinya ia rela menjual sebidang tanah miliknya untuk membantu pekerjaan Tuhan (pekabaran Injil) sebagaimana diamanatkan Salomo, "Muliakanlah TUHAN dengan hartamu dan dengan hasil pertama dari segala penghasilanmu," (Amsal 3:9).

Barnabas tidak mementingkan diri sendiri, tapi senantiasa menunjukkan kebaikannya kepada orang lain. Itulah sebabnya orang-orang di Antiokhia sangat s**a kepada Barnabas. Tercatat demikian: "Setelah Barnabas datang dan melihat kasih karunia Allah, bers**acitalah ia. Ia menasihati mereka, supaya mereka semua tetap setia kepada Tuhan, karena Barnabas adalah orang baik, penuh dengan Roh Kudus dan iman." (ayat 23-24a). Kehidupan Barnabas menjadi kesaksian bagi orang lain sehingga banyak orang menjadi percaya kepada Kristus. Lalu, Barnabas pergi ke Tarsus untuk menolong pelayanan Saulus (nama Paulus sebelumnya) dan membawanya ke Antiokhia untuk melayani bersama-sama. Keduanya mengajar banyak orang di sana dan "Di Antiokhialah murid-murid itu untuk pertama kalinya disebut Kristen." (ayat 26b).

Sungguh, pelayanan Barnabas di Antiokhia membawa dampak yang sangat luar biasa karena ada kuasa Roh Kudus yang menyertainya; ia juga tidak mencari nama atau pop**aritas, tapi semua dilakukan semata-mata demi hormat dan kemuliaan nama Tuhan. Inilah sikap yang seharusnya dimiliki oleh setiap orang percaya.

Jadilah anak-anak Tuhan yang penuh Roh Kudus agar hidup kita berdampak positif!

Selamat beraktivitas dalam anugerah dan penyertaan Tuhan. Tuhan Yesus memberkati kita sekalian. Amin!

23/05/2025

23 MEI

Tahu secara Teologis Saja Tapi Tidak Secara Spiritual

“Aku mau, Saudara-saudara, supaya kamu mengetahui ….” (1 Korintus 10:1).

Manusia mungkin memiliki pengetahuan teologis tetapi tidak memiliki pengetahuan spiritual. Nikodemus bukanlah orang yang sektenya paling rendah, karena ia adalah seorang Farisi, dan juga bukan orang Farisi paling rendah, karena ia adalah seorang pemimpin [yang memiliki kedudukan]; ia memiliki pengetahuan tentang hukum Taurat yang lebih tinggi dari hukum umum, tetapi ia tidak mengetahui rencana Mesias dan misteri kelahiran baru. Seseorang mungkin sangat ahli dalam tata bahasa Kitab Suci, tetapi tidak memahami makna spiritualnya. Seseorang mungkin begitu menguasai bahasa Latin sampai mampu menerjemahkan resep dokter dan menyebutkan nama-nama tanaman yang disebutkan di dalamnya, tetapi tidak memahami apa pun tentang keutamaan khusus tanaman tersebut atau tidak dapat menikmati untuk memikirkan/merenungkannya; demikian p**a kita dapat berdiskusi tentang Allah dan kesempurnaan-Nya... tanpa memiliki pengenalan akan Dia. Meskipun pengetahuan teologis ini merupakan persiapan yang baik untuk pengetahuan spiritual, hal itu sendiri tidak cukup tanpa tambahan lebih lanjut; tidak menyembuhkan mata jiwa maupun mengusir kegelapan spiritual.

Pengetahuan rasional tertinggi tentang Allah tidak akan berguna tanpa pengetahuan iman. Pengetahuan umum dan biasa tentang Kristus hanyalah pengetahuan menurut daging, bukan dalam kuasa Roh-Nya. Pengetahuan itu tidak lebih bermanfaat bagi kita dibandingkan bagi orang-orang Yahudi yang mengenal-Nya [hidup sezaman dengan Yesus], atau bagi Yudas yang hidup bersama-Nya. Dalam Kitab Suci, orang Kristen tidak disebut sebagai orang yang berpengetahuan, melainkan orang yang percaya.

Stephen Charnock (1628-1680), A Homiletic Encyclopedia (Sebuah Ensiklopedi Homiletik), hlm. 3119-20

Banyak orang yang pengetahuannya merupakan obor yang menerangi jalan mereka menuju neraka. Anda yang memiliki pengetahuan tentang kehendak Allah, namun tidak melakukannya, apa kelebihan Anda ketimbang orang munafik? - Thomas Watson (1620-1686)

21/05/2025

Renungan Pagi
Kamis, 22 Mei 2025
(Siapapun anda baca dan renungkan firman Tuhan)

ANTARA PETRUS DAN YUDAS

“Kata Yesus kepadanya: “Barangsiapa telah mandi, ia tidak usah membasuh kakinya, karena ia sudah bersih seluruhnya. Juga kamu sudah bersih, hanya tidak semua”. Sebab ia tahu, siapa yang akan menyerahkan Dia. Karena itu Ia berkata: “Tidak semua kamu bersih”. (Yohanes 13:10-11)

Bulan lalu, kita dihebohkan dengan sebuah film rohani Kristen yang ditayangkan di bioskop berjudul *The Last Supper.* Meskipun tidak seekstrem film The Passion of the Christ, film ini tetap memberikan makna tersendiri bagi setiap penontonnya. Merasakan kesan mendalam bagi penontonnya. Ada yang merasakan kesedihan ketika melihat mata Yesus menatap Petrus dan Yudas saat Ia membasuh kaki mereka. Bisakah Anda merasakan hati seseorang yang akan dikhianati oleh orang-orang yang Ia kasihi dan percayai?
Apalagi ketika Yesus berkata, “Tidak semua kamu bersih.” Itulah perasaan terdalam yang dialami Yesus.

Siapa yang tidak tahu kisah Petrus dan Yudas dalam perjalanan mereka sebagai murid Yesus? Mereka adalah bagian dari kedua belas murid yang Yesus pilih sendiri. Namun, Yesus juga tahu bahwa kedua murid-Nya itulah yang kelak akan mengkhianati-Nya. Saya bertanya-tanya, mengapa Yesus tetap memilih mereka sebagai murid-Nya jika Ia tahu bahwa mereka akan mengkhianati-Nya? Bukankah Yesus bisa memilih orang lain yang lebih baik, lebih kompeten, dan lebih berintegritas? Namun, Ia tidak melakukan hal itu. Mengapa? Karena bagi Yesus, yang lebih penting adalah bagaimana seseorang berproses dan mengalami Kristus dalam perjalanan rohaninya.

Petrus adalah murid yang berapi-api, cepat berbicara tetapi berpikir belakangan, penuh semangat dalam zona nyaman, tetapi mudah mengeluh ketika menghadapi tekanan. Ia juga mudah berjanji tetapi gampang lupa akan ucapannya. Sementara itu, Yudas adalah sosok yang s**a mencuri, berdusta, dan beralibi, tetapi justru dipercaya sebagai bendahara. Yesus mengajarkan kita melalui Petrus dan Yudas bahwa ketika Ia memilih seseorang, Ia tidak melihat latar belakang, riwayat hidup, atau prestasi mereka. Yang Yesus tekankan adalah perubahan. Keputusan untuk berubah harus dimulai dari diri sendiri. Setelah itu, Yesus melihat bagaimana seseorang menjalani prosesnya. Setiap orang memiliki ujian dan tantangannya sendiri. Namun, keberhasilan tergantung pada keputusan yang mereka ambil.

Seperti yang kita ketahui, Petrus memilih bangkit dari kegagalannya. Ia mengakui kesalahannya dan menyesalinya.
Berbeda dengan Yudas, ia justru memilih mengakhiri hidupnya dengan menggantung diri. Yudas jatuh terlalu dalam dan membuka celah bagi iblis untuk mengintimidasinya.

Mari belajar dari kegagalan Petrus dan Yudas. Yudas kelihatan baik, tapi hatinya jahat, demi Mamon menjual Yesus, Jangan demi uang dan pengakuan anda menjadi penghianat atau batu sandungan dalam kehidupan orang percaya.
Jangan tenggelam dalam kegagalan, tetapi segera bangkit dan memperbaikinya.
Jangan mengasihani diri sendiri dan memberi kesempatan bagi iblis untuk menuduh serta mengintimidasi kita.
Jika sudah dipilih menjadi murid Kristus, jangan sia-siakan kesempatan yang Tuhan telah berikan.

Pertanyaan:
1. Apa makna dari perkataan Yesus, “Tidak semua kamu bersih,” saat Ia membasuh kaki murid murid-Nya?
2. Mengapa Yesus tetap memilih Petrus dan Yudas meskipun tahu mereka akan mengkhianati-Nya?

Anugerah-Nya dicurahkan bagi setiap kita tanpa pilih kasih. Namun, yang mengasihi dengan tulus akan menghargai anugerah Nya.

Satu-satunya alasan mengapa Yesus memilih Anda, karena IA mengasihi Anda. Dia tidak pernah salah pilih. Keputusan di tangan Anda!

Selamat beraktivitas dalam anugerah dan penyertaan Tuhan. Tuhan Yesus memberkati. Amin

20/05/2025

Renungan Pagi
Rabu, 21 Mei 2025

KASIH YANG BERKORBAN

“Tetapi Aku berkata kepadamu: Janganlah kamu melawan orang yang berbuat jahat kepadamu, melainkan siapapun yang menampar p**i kananmu, berilah juga kepadanya p**i kirimu. Dan siapapun yang memaksa engkau berjalan sejauh satu mil, berjalanlah bersama dia sejauh dua mil.” (Matius 5:39, 41)

Tuhan Yesus mengajarkan kepada kita agar dalam hidup ini kita memiliki kasih yang berkorban. Kasih yang berkorban adalah kasih yang rela memberikan sesuatu yang berharga, bahkan mengorbankan kenyamanan, kepentingan, bahkan kebahagiaan pribadi demi kebaikan orang lain.

Sering kali kita sulit memiliki kasih yang berkorban dan hidup tanpa pamrih karena masih menuntut keadilan. Kita merasa bahwa jika kebaikan dibalas dengan kebaikan atau kejahatan dibalas dengan kejahatan, itu adalah sesuatu yang adil dan sudah sewajarnya. Bahkan ketika kita disakiti dan membalasnya, kita merasa telah bertindak lebih dari sekadar mengikuti nilai-nilai dunia yang mengajarkan mata ganti mata dan gigi ganti gigi. Namun, Tuhan Yesus memberikan standar yang lebih tinggi. Ia mengajarkan kita untuk tidak melawan orang yang berbuat jahat. Sebaliknya, "siapa pun yang menampar p**i kananmu, berilah juga kepadanya p**i kirimu, dan siapa pun yang memaksamu berjalan sejauh satu mil, berjalanlah bersama dia sejauh dua mil.”

Pada masa itu, bangsa Yahudi sedang dijajah oleh bangsa Romawi. Ada semacam peraturan tidak tertulis yang mengizinkan tentara Romawi memerintahkan siapa saja yang mereka temui di jalan untuk membawa barang-barang mereka sejauh satu mil (kurang lebih 1,6 km). Orang-orang yang diperintahkan ini harus melakukannya, s**a atau tidak s**a, terima atau tidak terima. Itulah sebabnya, saat penyaliban Tuhan Yesus, seorang bernama Simon dari Kirene yang sedang masuk ke kota dipaksa oleh tentara Romawi untuk memikul kayu salib Yesus dan berjalan di belakang-Nya (Matius 27:32).

Perjalanan sejauh satu mil seharusnya tidaklah berat. Namun, perjalanan yang tidak jauh akan terasa berat dan menyiksa bila dilakukan dengan hati yang panas, penuh amarah, sungut-sungut, dan keluh kesah. Perkataan Yesus ini mungkin sulit dipahami—bagaimana bisa berjalan sejauh dua mil, sedangkan untuk menuntaskan satu mil saja sudah terasa berat? Namun, jika perjalanan mil pertama dilakukan tanpa amarah dan keluhan, maka perjalanan selanjutnya tidak akan terasa sulit. Dalam hal ini, Tuhan Yesus tidak sedang menentang pelaksanaan keadilan yang semestinya bagi orang-orang yang melakukan kejahatan. Ia mengajarkan bahwa jika kita diperlakukan tidak adil, janganlah membenci, tetapi tunjukkan reaksi yang mencerminkan bahwa hidup kita berpusat kepada Kristus dan nilai-nilai Kerajaan Allah. Dengan demikian, tindakan kita dapat menarik orang lain untuk mengenal siapa Kristus, melihat perbuatan kita yang baik, dan memuliakan Bapa di surga (Matius 5:16). (CP)

Questions:
1. Bagaimana reaksi kita ketika diperlakukan tidak adil?
2. Sudahkan kita menunjukkan bahwa hidup kita berpusat kepada Kristus ?

Dunia mengajarkan balas dendam, tetapi Yesus mengajarkan kasih dan doa bagi musuh serta mereka yang menganiaya kita.

Tuhan mau kita memberikan kasih yang berkorban, sebab jika kita hanya mengasihi orang lain yang mengasihi kita, dunia pun melakukannya.

Selamat beraktivitas dalam anugerah dan penyertaan Tuhan. Tetap semangat dalam menjalani kehidupan! God bless.

20/05/2025

Renungan Pagi
Selasa, 20 Mei 2025

Taksaonta Tuhan

Mazmur 111:10 "Taksaonta Tuhan do pangihut ni hikmat; sude halak na mangulaonna i ma naadong pandapotan na denggan. Pujian tu Ibana i ma naadong di lelengna." (Takut akan TUHAN adalah permulaan hikmat; semua orang yang melakukannya mempunyai pengertian yang baik. Pujian kepada-Nya tetap untuk selama-lamanya.

"Taksaonta Tuhan, i ma dasar ni parhalakonta di hita. Ai ndang adong na boi manghaholongi hita songon Tuhan. Ia hita mangihuthon panuturionNa, hita boi mangolu di bagasan sandok na denggan.

Tuhan i ma na mangihut rohaNa, jala ndang adong na boi manandingi panuturionNa. Ia hita taksaonta Tuhan, hita boi mangolu di bagasan parhorasan jala mangula di bagasan sandok na denggan.

Jadi, unang pola mansai rohanaonta di hita, alai taksaonta Tuhan ma hita. Ai di bagasan taksaonta Tuhan do hita boi mangolu di bagasan sandok na denggan."

Terjemahan:

"Takut akan Tuhan"

"Takut akan Tuhan adalah dasar dari kehidupan kita. Tidak ada yang dapat mengasihi kita seperti Tuhan. Jika kita mengikuti ajaran-Nya, kita dapat hidup dalam kebaikan.

Tuhan adalah yang memiliki hati yang baik, dan tidak ada yang dapat menandingi ajaran-Nya. Jika kita takut akan Tuhan, kita dapat hidup dalam kesehatan dan bekerja dalam kebaikan.

Jadi, janganlah kita terlalu percaya diri, tetapi takutlah akan Tuhan. Karena dalam takut akan Tuhan kita dapat hidup dalam kebaikan."

Renungan ini menekankan pentingnya takut akan Tuhan dalam kehidupan sehari-hari. Dengan takut akan Tuhan, kita dapat hidup dalam kebaikan dan mengikuti ajaran-Nya.

Horas. Tuhan Yesus memberkati

18/05/2025

Renungan Pagi
Senin, 19 Mei 2025
(Baca dengan segenap hati, baru di-AMINKAN)

PUTTING OTHERS FIRST (MENGUTAMAKAN ORANG LAIN)

“tanpa mencari kepentingan sendiri atau pujian yang sia-sia. Sebaliknya hendaklah dengan rendah hati yang seorang menganggap yang lain lebih utama daripada diri sendiri.” (Filipi 2:3 - TB2)

Tema renungan pagi ini adalah Putting Others First yang memiliki arti Mengutamakan Orang Lain. Dalam perjalanan kehidupan kita, kita dihadapkan pada pilihan untuk menetapkan prioritas. Mengutamakan orang lain merupakan cerminan iman yang hidup dan pertumbuhan rohani. Oleh sebab itu, mari kita belajar tiga hal tentang Putting Others Firsts.

Pertama, Mengatur Prioritas Kehidupan (Matius 6:33).
Kita diajak untuk menata kehidupan agar yang utama adalah kehendak Allah. Matius 6:33 (TB) mengingatkan, “Tetapi carilah dahulu Kerajaan Allah dan kebenarannya, maka semuanya itu akan ditambahkan kepadamu.” Ayat ini mengajarkan bahwa ketika kita meletakkan Allah sebagai prioritas utama, segala aspek kehidupan akan mendapatkan arah, tuntunan dan berkat-Nya. Dengan mengutamakan hal-hal yang kekal, kita belajar untuk memfokuskan energi pada hal yang memberikan dampak abadi, bukan sekadar kepentingan duniawi yang sementara. Sudahkah kita mengatur prioritas kehidupan kita dengan benar?

Kedua, Mengutamakan Orang Lain -(Filipi 2:3-4)
Mengutamakan sesama merupakan wujud nyata kasih Kristus yang telah mengorbankan diri-Nya untuk kita. Filipi 2:3-4 (TB) berkata, “Janganlah kamu melakukan sesuatu karena persaingan atau karena kesombongan, tetapi dengan rendah hati anggaplah orang lain lebih utama daripada dirimu sendiri. Janganlah tiap-tiap orang hanya memperhatikan kepentingannya sendiri, tetapi kepentingan orang lain juga.” Dengan sikap rendah hati ini, kita belajar untuk melayani, membantu, dan mendukung sesama, sehingga tercipta ikatan kasih yang menguatkan komunitas iman. Sudahkah kita mengutamakan orang lain di atas kepentingan diri kita?

Ketiga, Kedewasaan Rohani (Roma 12:2).
Pertumbuhan iman ditandai dengan semakin mampu membedakan mana yang benar-benar penting dan mendesak dalam kehidupan kita.
Roma 12:2 (TB) mengajarkan, “Janganlah kamu menjadi serupa dengan dunia ini, tetapi berubahlah oleh pembaharuan budimu, sehingga kamu dapat membedakan manakah kehendak Allah: apa yang baik, yang berkenan kepada-Nya, dan yang sempurna.” Kedewasaan rohani berarti kita semakin peka terhadap suara Allah dan semakin bijaksana dalam membuat keputusan yang mencerminkan nilai-nilai kekal. Sudahkah kita mengalami pertumbuhan dan kedewasaan rohani?

Mengutamakan orang lain dimulai dari menyusun prioritas kehidupan yang sejati, mengedepankan kepentingan sesama, dan tumbuh dalam kedewasaan rohani. Ketika kita menjalani hidup dengan menempatkan Allah dan sesama di tempat utama, setiap langkah kita akan dipenuhi dengan kasih, hikmat, dan damai sejahtera. Marilah kita merenungkan panggilan mulia ini dan biarkan kasih Allah mengalir melalui setiap tindakan kita.

Pertanyaan refleksi:
1. Apakah mengutamakan orang lain di atas kepentingan diri kita masih relevan di masa kini?
2. Mengapa mengatur prioritas dalam kehidupan kita berdampak pada pertumbuhan dan kedewasaan rohani kita?

Seorang warga Kerajaan Allah adalah pribadi yang mau mengutamakan prioritas yang paling utama di atas kepentingan diri sendiri.

Salah satu penghalang pertumbuhan dan kedewasaan rohani adalah egoisme kita.

Selamat beraktivitas dalam anugerah dan penyertaan Tuhan. Tuhan Yesus memberkati kita sekalian

18/05/2025

Renungan Pagi
Minggu, 18 Mei 2025
(Renungan khusus para Hamba Tuhan, Gembala, Dosen dan pemimpin)

KEPEMIMPINAN YANG MENJADI TELADAN

“Janganlah kamu berbuat seolah-olah kamu mau memerintah atas mereka yang dipercayakan kepadamu, tetapi hendaklah kamu menjadi teladan bagi kawanan domba itu.” (1 Petrus 5:3 - TB)

Rasul Petrus mengingatkan bahwa sebagai pemimpin, kita harus menjadi teladan bagi orang lain.
Kepemimpinan yang baik harus didasarkan pada transparansi, kejujuran, dan keadilan. Transparansi dalam kepemimpinan berarti keterbukaan dalam mengambil keputusan, tidak menyembunyikan informasi yang penting, serta bersedia mempertanggungjawabkan setiap tindakan yang dilakukan. Seorang pemimpin yang transparan tidak akan menutupi kesalahan dengan kebohongan atau mencari kambing hitam, tetapi berani mengakui kesalahan dan memperbaikinya.

Sebagai orang percaya, kita dipanggil untuk meneladani kepemimpinan Kristus. Yesus menunjukkan kepemimpinan yang penuh kasih, adil, dan transparan, bahkan dalam menghadapi tantangan serta pengkhianatan. Yesus tidak hanya memimpin mereka yang setia dan taat kepada-Nya, tetapi juga tetap mengasihi dan bahkan rela menyerahkan nyawa-Nya bagi semua orang, termasuk mereka yang menolak dan mengkhianati-Nya. Hal ini menjadi teladan bagi kita bahwa seorang pemimpin sejati tidak hanya mengutamakan kepentingan diri sendiri atau orang-orang yang menguntungkan baginya, tetapi juga harus siap melayani dengan tulus tanpa membeda-bedakan.

Dalam praktiknya, kepemimpinan yang transparan dapat diwujudkan dengan beberapa cara.

Pertama, seorang pemimpin harus jujur dan terbuka dalam berkomunikasi, tidak menyembunyikan fakta demi keuntungan pribadi atau kelompok tertentu.

Kedua, seorang pemimpin harus bertanggung jawab atas semua keputusan dan tindakan yang diambilnya, baik dalam keberhasilan maupun kegagalan.

Ketiga, kepemimpinan yang transparan harus bebas dari nepotisme dan korupsi, mengutamakan keadilan serta objektivitas dalam setiap kebijakan yang dibuat.

Keempat, seorang pemimpin harus memiliki kemampuan mendengarkan dengan baik, memahami kebutuhan serta aspirasi orang-orang yang dipimpinnya, serta terbuka terhadap kritik dan mas**an.

Dengan menunjukkan kepemimpinan yang transparan, kita dapat membangun kepercayaan dan kesetiaan dari orang lain. Kita juga dapat menjadi teladan yang baik bagi orang lain sehingga dapat menginspirasi orang lain untuk melakukan hal yang sama untuk memperluas Kerajaan Allah.

Pertanyaan:
1. Apakah Anda telah menunjukkan kepemimpinan yang transparan dalam hidup Anda?
2. Bagaimana Anda dapat menjadi lebih terbuka dan jujur dalam komunikasi dan mempertanggungjawabkan tindakan Anda sebagai seorang pemimpin?

Kepemimpinan yang transparan dapat membangun kepercayaan dan kesetiaan orang yang dipimpin.

Kepemimpinan yang transparan akan memperlihatkan Kristus ketika memimpin orang lain.

Selamat hari Minggu dan selamat beribadah bersama anggota keluarga. Tuhan Yesus memberkati kita sekalian. Amin

Address

Jakarta

Website

Alerts

Be the first to know and let us send you an email when Renungan Kristen posts news and promotions. Your email address will not be used for any other purpose, and you can unsubscribe at any time.

Share

Category