04/12/2024
KOK KAYO JAAN MANGHINO...
Intropeksi diri
Seorang bapak berbadan kurus dan kecil tampak berdiri di sudut keramaian di tengah "pengajian" saat itu. Tas selempang bergantung pada pundaknya yang tentu berharap agar nantinya bisa terisi walau sekedar recehan.
Di kepalanya terletak sebuah nampan panjang berisi air mineral, beberapa cup plastik berisi es teh, dan juga sedotan. Sepertinya ia tampak keberatan, namun ditungguinya dengan sabar berharap ada yang membeli dagangannya bakal buat bawa p**ang rezeki untuk anak istri di rumah.
Tetiba para jamaah berteriak pada si Gus yang tengah berceramah:
"Borongen, borongen!" (Maksudnya dia suruh borong dagangan bapak itu yang terlihat masih cukup banyak).
Si Gus rada mencerna perkataan jamaah, dan dia baru ngeh setelah dibisiki orang di sampingnya.
"Oh.. Borongen? Maksudnya suruh borong?" tanya dia.
"Iya...." Koor jamaah.
Dengan sangat meyakinkan, Gus bertanya pada bapak tersebut,
"Jualan apa itu? Es teh mu masih banyak?"
Bapak itu tampak semringah, pastilah di hatinya timbul harapan bahwa dagangannya akan dibeli, minimal mendapat perhatian.
Dengan segera ia mengangguk, bibirnya pelan menjawab, mengiyakan bahwa es teh nya masih banyak.
Tak disangka, Gus melanjutkan, "Kalo masih banyak ya dijuallah, Gobl*kkk!!"
Seketika senyum si Bapak padam. Ia tak pernah menyangka akan dikatain sedemikian kasar oleh orang yang sangat ia hormati itu. Mukanya merah padam dan sangat terlihat kekecewaan tergurat di wajah lugunya.
Tak berhenti di situ, si Gus masih melanjutkan perkataannya. Sebagian penonton, termasuk aku, berharap kata-katanya ini pelipur untuk bercandaannya yang terlalu tadi. Tapi ternyata salah,
Dia berkata, "Nanti kalo masih tidak laku juga, ya... Sudah takdir! Ahahahaaa!"
Disambut riuh tertawa puas orang-orang di sampingnya sampai terbahak-bahak.
Gak terbayang perasaan bapak penjual es teh tersebut. Jangankan dibeli, diapresiasi, disemangati, malah yang didapat harapannya dihancurkan, hatinya patah berkeping-keping. Terlihat badannya sedikit gemetar menahan rasa entah apa. Pastinya nyesek. Pastinya malu.
Gak terbayang kalo itu terjadi sama orangtua kita.
Dari rumah udah semangat nyiapin dagangan, bahkan mungkin istrinya pun ikut membantu dan menitip harapan, berdoa sepenuh jiwa, semoga dagangannya kali ini akan laris manis.
Lalu bapak itu pun menjalani ikhtiar dengan sabar, menanti pembeli meski kaki harus pegal berdiri di sudut kerumunan, berharap dagangannya terlihat lalu dibeli.
Semula mungkin ia berangkat dengan harapan besar: Mendapat ilmu sekaligus juga mengais rezeki, dan mungkin saja niat baik dalam hatinya mendapat pahala sebab menyediakan pelepas dahaga.
Namun ternyata yang terjadi, justru dia mendapat hinaan, dipermalukan, dipatahkan harapannya walau mungkin dengan dalih bercanda,
Sebuah perlakuan tak elok, tak layak, tak pantas dari orang yang disebut sebagai Ustadz, Kiyai, Gus, yang sangat dihormatinya.
Kita yang melihatnya saja sangat teriris hati, apatah lagi beliau yang mengalami, yang menjadi perhatian lautan manusia yang ada di sana. Dihina sekaligus ditertawakan seperti badut. Padahal bisa jadi kedudukannya di depan Allah Ta'ala lebih baik dari semua jamaah yang hadir termasuk si Gus dan beberapa orang di sampingnya. Sebab manusia di hadapan Allah tidak dinilai dari kedudukan, penampilan, atau hartanya, melainkan dari hatinya, ketakwaannya.
Sebagai orang berilmu, apa si Gus itu nggak tau, salah satu hadits ketika ditanyakan tentang seorang wanita yang rajin ibadah, rajin sholat malam, rajin sedekah, namun lisannya kerap menyakiti tetangga, dan Rosulullah Shalallahu alaihi wasallam berkata: Dia di neraka!
Mari berhenti menormalisasi becandaan yang gak beradab seperti itu. Sungguh untuk lingkup agama, hal itu sangat sangat tidak pantas.
Dan sebelum ini juga viral p**a perbuatannya yang menoyor kepala istrinya. Belum lagi ketika dia memparodikan seorang Ustadz dengan wayangnya.
Dari semua itu terlihat betapa kasar dan busuk mulutnya, seorang yang s**a menghina dan mengumpat, yang tak layak dari mulut yang sama kemudian kita ambil ilmunya.
Semoga Allah Ta'ala menjauhkan kita dari dai-dai semacam itu.
Ingat, adab dulu baru ilmu.
Kalo adabnya udah buruk, layakkah diambil ilmunya?
Finally, alhamdulillah entah doa apa yang udah bapak yang telah didzalimi itu panjatkan, video tersebut viral dan menuai banyak kecamatan kepada sang dai.
Sekaligus juga menuai simpati kepada bapak tersebut hingga banyak yang mencari, dan alhamdulillah kabarnya mendapat hadiah umroh dari muhsinin. MasyaAllah.
Buah dari kesabaran. Semoga beliau senantiasa dijaga Allah Ta'ala, dinaungi hidayah dan mendapat banyak pahala atas kesabarannya, dilancarkan dan diberkahi rezekinya. Aamiin..
Sungguh banyak cara Allah utk mengangkat derajat hambaNya.