07/12/2025
Kadang ya… saat kita dengar kisah dari tempat jauh, terasa seperti membuka jendela ke masa lalu yang tak pernah kita alami, tapi entah kenapa kita bisa ikut merasakannya.
Ada suara-suara dari Nigeria yang pelan-pelan berbisik lewat gelombang waktu. Suara dari masa ketika perang membelah tanah, ketika Wole Soyinka menuliskan kebenaran dengan risiko yang sunyi… dan ketika Patricia Ngozi Ebigwe membawa cahaya kecil ke tengah gelapnya konflik dengan suaranya.
Tahun berganti, tapi jejaknya tetap tinggal. Di 2015, bayang-bayang Boko Haram menggetarkan kenyataan banyak keluarga di sana. Kita tahu itu hanya lewat berita, tapi kalau dengar langsung ceritanya… terasa lain. Ada luka yang masih dibiarkan terbuka, ada iman yang tetap berdiri meski goyah.
Lalu, 2011. Di tengah kegelisahan zaman, Lagos Fashion Week lahir. Dari kain, benang, dan semangat generasi muda, mereka menjahit identitas baru—bukan hanya untuk kota itu, tapi untuk seluruh dunia yang perlahan menoleh ke Afrika dengan cara yang berbeda.
Anaknya Fela Kuti—penjaga warisan dan suara—membuka kembali New Afrika Shrine di tahun 2000. Bukan hanya tempat musik, tapi ruang bagi ingatan, protes, dan semangat yang tidak mau padam. Semacam lentera yang dijaga agar tak redup...
Dan jauh di tahun 1991, tim sepak bola perempuan Nigeria berdiri di lapangan Piala Dunia FIFA untuk pertama kalinya. Di antara sorak dan peluh, mereka bukan cuma melangkah, tapi menandai wilayah: kami ada, kami kuat, kami akan terus maju.
Anehnya… kekuatan itu tidak selalu tampak di permukaan. Terkadang justru muncul dari sisi yang nyaris dilupakan. Dari suara yang tenang, dari kisah yang sederhana tapi menunggu untuk didengar.
Mungkin itulah kenapa masa lalu tidak pernah benar-benar diam… ia menyentuh kita dalam keheningan yang tak kita duga.
Apa arti sejarah kalau bukan cermin kecil dari keberanian manusia untuk tetap hidup dan menyuarakan dirinya?