29/06/2025
Selama lebih dari lima tahun terakhir, saya bersyukur sudah menulis sekitar 130 buku antologi. Bukan masalah jumlahnya, tapi bagaimana saya menjalani serangkaian proses, ribuan langkah meski tertatih, dan doa yang selalu saya kuatkan.
Dari pengalaman itu, saya belajar beberapa hal penting tentang menulis dan menjual buku, yang ingin saya sharingkan juga pada teman-teman di sini:
✅ Menulis dari hati, bukan sekadar mengejar target
Dulu saya menulis karena ingin segera punya buku. Tapi karya yang paling menyentuh justru lahir saat saya jujur pada rasa. Jangan tunggu sempurna—rasakan feelnya, dan tuliskan tanpa ragu.
✅ Pahami untuk siapa tulisan Anda
Sebelum menulis, saya selalu bertanya: “Buku ini akan dibaca siapa? Bisa bantu apa untuk mereka?” Menulis dengan niat berbagi membuat prosesnya lebih bermakna, dan promosinya lebih natural.
✅ Bangun personal branding lewat cerita, bukan pencitraan
Saya mulai berani bercerita tentang proses: naskah yang tak selalu terbit, revisi yang lama selesai, hingga bahagianya saat buku akhirnya terbit. Cerita-cerita itulah yang mendekatkan saya dengan pembaca.
✅ Kolaborasi mempercepat langkah
Lewat antologi, saya belajar dari gaya menulis orang lain, memperluas jejaring, dan menyerap energi positif dari para penulis lainnya. Ini adalah langkah awal yang penting, terutama buat yang baru mulai.
✅ Jualan buku tanpa ‘jualan’
Saya pernah juga sih ragu promosi buku sendiri, sampai akhirnya sadar: orang membeli bukan karena kita memaksa, tapi karena mereka ikut merasakan maknanya. Ceritakan juga proses kita menulis, bukan sekadar isi bukunya. Mengalir saja mempromosikan buku dengan bercerita (storytelling).
✅ Gunakan sistem Pre-Order dan testimoni
Dengan buka PO lebih awal, saya bisa membangun antusiasme sejak awal. Setelah buku sampai di tangan pembaca, testimoni mereka menjadi bahan promosi saya yang paling jujur dan efektif.
✅ Sabar dan terus belajar
Tidak semua buku saya langsung laku keras. Tapi saya terus menulis, mencoba lagi, belajar dari pasar, dan memperbaiki cara menyampaikannya. Semua tentang konsistensi, jadi tidak ada yang instan.
Bagi saya, menjadi penulis bukan tentang menjadikan buku kita best-seller.
Tapi tentang bertumbuh, bertahan, dan berbagi makna lewat setiap tulisan kita.
Saya yakin, setiap dari kita punya cerita yang layak dibaca.
Teruslah menulis, teruslah berbagi kebaikan.
Karena tulisan yang ditulis dari hati, akan sampai ke hati. Dan jejak itu… insya Allah akan mengabadi lebih panjang dari usia penulisnya.
Terima kasih sudah membaca.
Semoga ada pelajaran kecil yang bisa teman-teman ambil dari postingan saya ini.
Salam produktif berkarya,
Diah Octivita Dwi Purwanti
(Penulis, Remote Worker, dan Solopreneur)