Daeng SilaTv

Daeng SilaTv Like & Bagikan.. Agar orang lain tahu

Cuaca puanas hari ni pul
02/11/2025

Cuaca puanas hari ni pul

02/11/2025
Bahasa Tangan
02/11/2025

Bahasa Tangan

Betul kata pepatah 😭Satu orang IBU bisa merawat 10 orang ANAK,tapi 10 orang ANAK belum tentu bisa merawat satu orang IBU...
01/11/2025

Betul kata pepatah 😭
Satu orang IBU bisa merawat 10 orang ANAK,
tapi 10 orang ANAK belum tentu bisa merawat satu orang IBU

Inilah Definisi Air susu dibalas air tubah
Waktu kecil orang tua yang merawat dan menyayangi kita, setelah besar orang tua malah dibuang 😭😭😭



Akibat terlalu b3rnaf5u .. pria ini masuk rumah sakit gara-gara nekat masukan ‘buru.n9ny4’ Ke dalam kerang ‎hingga put.....
01/11/2025

Akibat terlalu b3rnaf5u .. pria ini masuk rumah sakit gara-gara nekat masukan ‘buru.n9ny4’ Ke dalam kerang ‎hingga put...𝐬𝐞𝐥𝐞𝐧𝐠𝐤𝐚𝐩𝐧𝐲𝐚

Sampean wez bati 🔥
01/11/2025

Sampean wez bati 🔥

Info lokasi Sulitnya dicari Uangkertas Kuno 100 Rupiah Perahu layar
01/11/2025

Info lokasi Sulitnya dicari Uangkertas Kuno 100 Rupiah Perahu layar

Uang kuno 500 rupiah 25 juta
01/11/2025

Uang kuno 500 rupiah 25 juta

Komentar warganet di postingan terbaru Teuku Dewi "Semoga tdk ada Putri Anne part 2"
01/11/2025

Komentar warganet di postingan terbaru Teuku Dewi "Semoga tdk ada Putri Anne part 2"

DIUSIR SUAMI KARENA DIPECAT, PADAHAL NAIK PANGKAT (30)“Ada kemungkinan, benar-benar kemungkinan, tiga anakmu tidak menin...
01/11/2025

DIUSIR SUAMI KARENA DIPECAT, PADAHAL NAIK PANGKAT (30)

“Ada kemungkinan, benar-benar kemungkinan, tiga anakmu tidak meninggal. Mereka—” Ziyad berhenti. Kata-kata menolak jadi kalimat cepat. “—mungkin hidup. Sekarang sudah dipindahkan.”

Nadhira terdiam, tubuhnya bergetar seolah tidak percaya dengan apa yang baru saja dia dengar.

“Dipindahkan … ke mana?” suara Nadhira berubah betul-betul kecil, tapi tajam.

Rayendra menggeser foto lain, potongan scan akte kematian yang berbeda font dan tanda tangan. “Dua tanda tangan tidak sama dengan format resmi. Ada buktinya. Aku lagi trace jalur hukum. Besok pagi, aku dan Ziyad ke dua alamat, klinik bersalin lama dan panti yang stempelnya muncul. Kami tidak mau kau ikut, belum. Ini mentah. Tapi … Dir, kau harus tahu malam ini.”

Arga mencondong, pelan. “Kalau benar, panggung yang kita siapkan mungkin akan berubah jadwal. Kita harus pastikan ini.”

Mata Nadhira basah, bukan jatuh. Tangannya gemetar seperti orang menahan dingin dari dalam. “Aku … ingin lihat mereka.”

“Kita juga,” bisik Fina.

Nadhira menatap foto lagi. Bibir mungil itu. Mata mengecil dilapisi cahaya. Nama-nama yang dulu hanya ia simpan di doa memantul balik dari kaca.

“Siapa … yang mengambil anakku?” suaranya hampir tak terdengar.

Rayendra menekan jeda, menatap adiknya lurus. “Kami belum menuduh siapa-siapa.”

“Kalau harus menuduh,” Ziyad menimpali hati-hati, “kami menuduh sistem dulu. Bukan orang.”

Arga menghela napas pelan. “Tapi sistem selalu punya pintu. Pintu selalu dijaga seseorang.”

Ruangan memeluk hening lagi. Di luar, kota menutup lampu satu-satu.

Nadhira meletakkan telapak di atas foto, tidak menyentuh layar, hanya menggantung. “Kalau … kalau mereka hidup, mereka dipanggil siapa selama ini?”

Rayendra menatap Ziyad, lalu kembali ke Nadhira. “Kami punya satu alamat dan satu nama yang muncul di tiga berkas."

“Nama siapa?” napas Nadhira setengah.

Rayendra menatap Arga, meminta izin tak kasat mata, lalu kembali ke adiknya, suaranya rendah dan rapi seperti palu hakim mengetuk meja untuk pertama kali:

“Nama yang menandatangani pemindahan, orang yang sama di tiga tahun berbeda. Dan besok pagi, Dir…” ia berhenti, membiarkan malam menahan kalimatnya di udara, “—kita datangi dia.”

“Siapa?” Nadhira berbisik, air di matanya berkilat, bukan jatuh.

Rayendra menekan layar, memperbesar satu paraf buram yang akhirnya terbaca pelan-pelan.

Nafas Nadhira tertahan.

“Sebut namanya, Bang. Siapa? Siapa yang sudah jahat melakukannya?”

***

SUDAH TAMAT DI KBM APP. Baca selengkapnya di KBM App.
Judul : Diusir Suami Karena Dipecat, padahal Naik Pangkat
Penulis : rahmalaa

Bab 3Larasati memberanikan diri menuruni tangga. Suaranya ber getar ketika bertanya.“M—maaf … kamu siapa? Cari siapa ke ...
01/11/2025

Bab 3

Larasati memberanikan diri menuruni tangga. Suaranya ber getar ketika bertanya.

“M—maaf … kamu siapa? Cari siapa ke sini?”

Perempuan itu berdiri perlahan. Senyumnya tak surut.

“Namaku Sartika.” Ia melangkah mendekat, suaranya lembut tapi penuh percaya diri. “Aku datang untuk menemui Rauf. Aku … ke;kasih masa kecilnya.”

Jan tung Larasati seperti dihan tam batu. Matanya mem belalak, kakinya mun dur setapak tanpa sadar. “Kekasih …?”

Sartika mengangguk pelan, tatapannya melayang ke arah poto keluarga yang tergan tung di dinding. Poto Rauf bersama Amira saat pernikahan mereka. “Dulu aku dan Rauf saling mencintai. Tapi takdir memisahkan kami. Dan sekarang … karena istrinya sudah meni nggal, aku datang untuk memperjuangkan cinta itu kembali.”

Kata-kata itu mena mpar keras hati Larasati. Tangannya gemetar, wajahnya memucat.

"Jadi … selama ini Mbak Amira hanya peng;ganti? Lalu aku? Aku juga … hanya pengganti dari peng ganti?" pikirnya

Ia meremas jemari sendiri. Kepalanya terasa berat.

Sartika mena tapnya lekat-lekat. “Kalau boleh tahu … kamu ini siapa?”

Larasati mem buka mulu tnya, ingin berkata kalau ia istri Rauf sekarang, tapi lida hnya kelu. Ada sesuatu yang meng;ganjal. Ia hanya mampu terbata. “A—aku.”

Belum sempat ia melanjutkan, suara langkah cepat terdengar. Bu Sari muncul dari arah dapur, matanya langsung melebar begitu melihat Sartika. Wajahnya merah padam menahan emosi.

“Kamu?!” teriak Bu Sari, lalu melangkah cepat dan langsung men dorong bahu Sartika. “Mau apa kamu datang ke sini?! Jangan ganggu menantuku!”

Sartika terkejut. “Menantu?!” Alisnya berkerut dalam. Ia menoleh pada Larasati, lalu kembali ke arah Bu Sari. “Bukankah Amira sudah meni;nggal?”

Napas Bu Sari memburu, matanya ta jam. “Ya, Amira memang sudah meni nggal. Dan sekarang, Larasati menggantikannya. Dia istri Rauf. Dia menantuku!”

Perasaan Larasati seketika ter cabik-ca bik. Kata pengganti itu menusuk telinganya, menem bus jan tungnya. Ia menunduk, air mata hampir jatuh. Dengan tergesa, ia berlari ke lantai atas, masuk ke kamar.

---

Di ka mar, Larasati meringkuk di pembaringan. Bahunya bergetar hebat. Ia memeluk lutut, menatap kosong pada kedua bayi yang tertidur di ayunan. Napasnya terputus-putus, air mata jatuh tanpa bisa dibendung.

“Pengganti … aku cuma pengg;anti …,” bisiknya lirih.

Sementara itu, di bawah, suasana semakin memanas. Sartika meng angkat dagu. “Kamu ini stres, Bu Sari. Menikahkan adik Amira dengan Rauf? Itu … gila! Siapa yang waras akan melakukan itu?”

Bu Sari mendengus marah, lalu tiba-tiba menampar p**i Sartika keras. Plak!

“Yang s tres itu kamu, Sartika! Kamu berusaha membuat dirimu mirip dengan Amira. Rambutmu, pakaianmu, bahkan caramu bicara. Jangan kira aku nggak sadar. Bagaimanapun kamu meniru, kamu nggak akan pernah bisa mengg antikan Amira!”

Wajah Sartika memerah, tapi matanya berkilat penuh amarah. “Seharusnya Rauf menikahiku, bukan Amira! Dulu Amira merebut Rauf dariku. Dan sekarang setelah Amira tiada … giliran adiknya yang merebut Rauf dariku!”

Bu Sari terdiam sejenak, lalu matanya menatap taj am menusuk. “Tidak ada yang merebut Rauf darimu, Sartika. Karena dari awal, Rauf bukan milikmu.”

Sartika ter nganga, wajahnya pucat karena kalimat itu. Bu Sari menunjuk pintu dengan tegas.

“Pergi dari rumah ini sekarang juga! Aku nggak mau lihat wajahmu lagi.”

Sartika men;dengus, lalu mengambil tasnya dengan kasar. “Kalian akan menyesal.” Dengan langkah meng hentak, ia keluar dan membanting pintu.

Bu Sari meng hela na;pas berat. Ia menatap tangga yang sepi, berharap Larasati baik-baik saja. Perlahan ia naik, lalu mengetuk pintu kamar. “Laras … Nak, Ibu masuk ya?”

Tak ada jawaban. Bu Sari mencoba memutar gagang, tapi pintu terkunci. Ia menempelkan telinganya, hanya terdengar suara samar Larasati terisak.

Hatinya pi;lu. “Mungkin dia butuh waktu …,” gumamnya lirih. Ia pun memutuskan kembali ke kamarnya, memberi ruang bagi menantu mudanya itu.

---

Waktu berjalan. Matahari tenggelam, lampu-lampu rumah mulai dinyalakan. Jam dinding me nunjuk pukul tujuh malam ketika suara pintu depan ter buka. Abdul Rauf baru saja pulang dari barak.

Tubu hnya lelah, wajahnya kaku. Ia melepas sepatu dan menaruh topinya di gantungan. Aroma masakan tercium samar dari dapur. Alisnya berkerut.

Ia melangkah ke dapur, mendapati ibunya sedang menyiapkan makanan di meja.

“Ibu? Kenapa masak sendiri? Mana Laras?” tanya Rauf dengan suara datar.

Bu Sari meno leh, tersenyum tipis meski wajahnya masih menyimpan letih. “Laras sedikit lelah. Seharian dia mengurus dua ba yi, jadi biar Ibu yang masak.”

Rauf terdiam sejenak. Ia hanya mengangguk pelan, tak banyak komentar. Namun, dari sorot matanya, jelas ada sesuatu yang meng;ganjal.

Setelah makanan tersaji, Bu Sari menoleh pada putranya. “Rauf, coba panggil Laras. Ajak dia makan bersama kita.”

Tanpa berkata banyak, Rauf menurut. Ia me naiki tangga, langkahnya mantap. Pintu kamar ia buka perlahan setelah mengetuk singkat.

Di dalam, Larasati berdiri di dekat jendela. Tubu;hnya te gak tapi rapuh, matanya kosong menatap langit malam.

Rauf sempat ter paku melihatnya. Ada kesepian dalam tatapan itu yang bahkan ia sendiri sulit pahami.

“Laras ... ayo makan. Ibu sudah masak.” suaranya berat, datar, seperti biasa.

Larasati menoleh pelan. Pandangannya jatuh pada wajah Rauf. Seketika, kata-kata Sartika tadi terngiang lagi. “Amira merebut Rauf dariku ....”

Dalam hati Larasati menjerit. “Jadi benar … Mbak Amira dulu hanya pengganti Sartika. Dan aku … aku ini apa? Aku juga cuma pengganti. Pengganti dari pengganti.”

Tatapannya tak lepas dari wajah Rauf. Ia ingin mencari jawaban, tapi yang ia temukan hanya dingin yang sama.

Rauf mengernyit. “Kenapa lihat aku begitu?”

Larasati mundur setapak. Tangannya mengepal. “Stop, Kapten … cukup. Aku kecewa sama kamu.”

Rauf membeku, matanya sedikit melebar. “Kecewa? Apa maksudmu?”

Larasati me nggigit bibirnya, air mata mulai mengalir. Ia menggeleng cepat. “Sudahlah … aku nggak mau bahas.”

Rauf menatapnya dalam, jelas kebingungan. Namun, ia memilih tak bertanya lebih jauh. Bahunya ditarik tegang, suaranya kembali dingin.

“Ibu yang minta aku memanggilmu makan. Kalau kamu nggak mau, terserah. Yang penting aku sudah sampaikan.”

Ia berbalik, melangkah keluar ka mar tanpa menunggu jawaban.

Sementara Larasati tetap berdiri di sana, air matanya jatuh semakin deras. Pandangannya kembali pada langit malam, hatinya terasa kosong. Air matanya pun menetes.

------

Tamat di KBM
Judul : Terpaksa Turun Ran jang (Dinikahi Kakak Ipar)


Melda Safitri pembawa berkah dan rezeki untuk orang-orang baik disekelilingnya, bukan cuma Safitri Alshop Aceh yang vira...
01/11/2025

Melda Safitri pembawa berkah dan rezeki untuk orang-orang baik disekelilingnya, bukan cuma Safitri Alshop Aceh yang viral tapi tetangganya juga
Sukses selalu buat Melda dan tetangganya 🤲

Address

Bungung Tongko Desa Tanjonga
Jeneponto
92351

Website

Alerts

Be the first to know and let us send you an email when Daeng SilaTv posts news and promotions. Your email address will not be used for any other purpose, and you can unsubscribe at any time.

Share