13/12/2025
MAKASSAR— Tangis Amrina Rachmi Warham (40) pecah, staf Distributor Pupuk PT Koperasi Perdagangan Indonesia (KPI) mengenang dirinya dipenjara 10 bulan.
Amrina Rachmi Warham (40) buka suara soal kasus dugaan korupsi pupuk subsidi yang menyeretnya sejak 2021.
Ia mengaku mengalami proses hukum penuh kejanggalan, hingga harus menjalani masa tahanan selama 10 bulan sebelum akhirnya dinyatakan bebas.
Kasus tersebut bermula ketika Kejaksaan Negeri Jeneponto memeriksanya pada 2022 bersama sejumlah saksi dari tiga distributor pupuk, para pengecer, serta pejabat Dinas Pertanian Jeneponto dan Provinsi.
Amrina kemudian menjadi satu-satunya pihak yang ditetapkan sebagai tersangka
“Putusan pertama di Pengadilan Negeri Makassar menyatakan saya bebas karena tidak terbukti melakukan tindak pidana korupsi. Jaksa lalu mengajukan kasasi, tetapi Mahkamah Agung menolak. Alhamdulillah saya tetap bebas,” ujar Amrina.
Meski divonis bebas, Amrina mengaku menanggung kerugian besar. Secara materi, ia kehilangan pekerjaan; secara psikologis, ia dan keluarganya terpukul.
“Saya ditahan 10 bulan. Anak-anak dibully di sekolah, suami saya ikut stres. Bahkan saya ditangkap tengah malam tanpa diberi tahu apa kesalahan saya,” katanya
Ia menuturkan proses penetapan tersangkanya penuh kejanggalan. Amrina mengaku dituduh menjual pupuk keluar Jeneponto dan menjual di atas HET, namun tidak pernah diperlihatkan bukti.
“Inspektorat menghitung kerugian negara berdasarkan selisih stok akhir tahun, padahal stok itu memang ada karena menjadi kebutuhan untuk tahun berikutnya. Hakim juga menyatakan tidak ada kerugian negara dalam kasus ini,” jelasnya.
Keanehan lain muncul dalam persidangan. Menurut Amrina, inspektorat mengaku yang diaudit adalah direktur perusahaannya, bukan dirinya. Namun justru dirinya yang ditetapkan sebagai tersangka.
“Inspektorat tidak bisa menunjukkan bukti kerugian negara. Bahkan hasil audit dan BAP-nya tidak disetor ke kejaksaan,” ujarnya.
Amrina menambahkan, seluruh distribusi pupuk tercatat dalam sistem dan uang penebusan dari pengecer langsung masuk ke rekening perusahaan. Karena itu, menurutnya, tuduhan menjual pupuk ke luar daerah tidak masuk akal.
Dari total kerugian negara yang dihitung inspektorat sebesar Rp 6 miliar dari tiga distributor, hanya Amrina yang ditahan. Ia sudah enam kali mengajukan penangguhan penahanan, namun semuanya ditolak.
“Saya hanya ingin tahu kenapa saya satu-satunya tersangka. Apa letak kesalahan saya? Sampai hari ini tidak ada yang bisa menjelaskan,” tegasnya.
Setelah dinyatakan bebas, Amrina kini menempuh langkah hukum balik. Ia mengajukan gugatan ke Pengadilan Negeri Makassar untuk menuntut rehabilitasi nama baik dan ganti rugi sebesar Rp 2 miliar atas masa penahanannya.
“Saya bicara sekarang karena nama baik saya sudah hancur. Saya ingin keadilan,” tutupnya.
Tribun-timur.com masih berusaha untuk konfirmasi kejaksaan atas gugatan ini.
Mahkamah Agung (MA) menolak permohonan kasasi yang diajukan Penuntut Umum Kejaksaan Negeri Jeneponto dalam perkara tindak pidana korupsi dengan terdakwa Amrina Rachmi Warham.
Putusan tersebut tertuang dalam petikan putusan Nomor 6322 K/Pid.Sus/2025 yang diputus pada 9 Juli 2025.
Dalam amar putusan, majelis hakim yang dipimpin Jupriyadi menyatakan menolak permohonan kasasi jaksa dan membebankan biaya perkara kepada negara.
Dengan demikian, putusan majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Negeri Makassar Nomor 86/Pid.Sus-TPK/2024/PN Mks yang dibacakan pada 17 Februari 2025 tetap berlaku.
Terdakwa Amrina Rachmi Warham merupakan perwakilan distributor KPI wilayah Jeneponto. Dalam berkas perkara disebutkan, terdakwa telah menjalani penahanan di Rumah Tahanan Negara sejak 25 April 2024 hingga 17 Februari 2025.
Majelis hakim menyatakan telah membaca permohonan kasasi, memori kasasi, dan seluruh dokumen terkait sebelum mengambil keputusan. Persidangan kasasi digelar tanpa kehadiran jaksa maupun terdakwa.
Putusan tersebut ditandatangani secara elektronik oleh Panitera Pengganti Dr. Meni Warlia serta Ketua Majelis Jupriyadi sebagaimana dokumen petikan yang dikeluarkan Mahkamah Agung.(*)
Baca selengkapnya di Tribun Timur