05/02/2025
Cerita horor
Judul: Pocong di Kampung Kramat
Teror di Malam Jumat
Dika, seorang pemuda dari kota, baru saja pindah ke Kampung Kramat untuk menjadi guru honorer di sekolah desa. Kampung itu terletak jauh dari hiruk-pikuk kota, dikelilingi oleh persawahan dan hutan kecil. Saat pertama kali tiba, ia merasa suasana kampung ini terasa sedikit aneh—terlalu sunyi saat malam tiba.
Pak Ridwan, kepala desa, menyambut Dika dengan ramah dan mengantarnya ke rumah kontrakan sederhana yang akan ia tempati. “Kampung ini aman, asal tahu aturannya,” kata Pak Ridwan dengan nada serius.
Saat malam pertama, Dika berkenalan dengan beberapa pemuda kampung, termasuk Ardi dan Joko. Mereka ngobrol santai di warung kopi hingga larut malam. Saat hendak pulang, Joko berpesan dengan nada bercanda, “Kalau malam Jumat, jangan keluar rumah ya, Mas. Bisa ketemu ‘yang loncat-loncat’.”
Dika tertawa. Ia tak percaya dengan hal-hal mistis seperti itu. Namun, saat malam Jumat berikutnya, rasa penasarannya muncul. Ia keluar rumah setelah azan Isya untuk membeli rokok di warung Bu Siti yang jaraknya tidak jauh. Jalanan kampung terasa lebih sunyi dari biasanya. Tak ada satu pun warga yang berkeliaran.
Saat melewati pemakaman desa, tiba-tiba angin dingin bertiup kencang. Bau anyir menyengat menusuk hidungnya. Tiba-tiba, dari sela-sela pohon beringin, terdengar suara kain berkibar. Dika menoleh, dan di bawah cahaya bulan, ia melihat sesuatu yang membuat darahnya membeku—sosok pocong dengan wajah pucat dan mata melotot tajam, melompat-lompat ke arahnya!
Dika langsung berlari secepat mungkin tanpa berani menoleh ke belakang. Sampai di rumah, ia mengunci pintu dan mengatur napas. Namun, suara gedoran keras terdengar dari luar rumah. “Tok… tok… tok…”
Dengan tangan gemetar, Dika mengintip dari jendela. Tak ada siapa pun. Hanya kegelapan malam yang pekat…
---
Kutukan Orang Mati
Keesokan paginya, Dika menceritakan kejadian semalam kepada Ardi dan Joko. Namun, ekspresi mereka berubah serius. Mereka tidak tertawa atau menganggapnya bercanda.
“Aku sudah bilang, malam Jumat di sini bukan malam biasa,” kata Joko dengan wajah pucat.
Mereka membawa Dika ke rumah Mbah Sastro, sesepuh kampung yang sudah berusia hampir 80 tahun. Mbah Sastro mendengar cerita Dika dengan tatapan dalam, lalu menghela napas.
“Kamu sudah melihatnya, ya?” gumamnya. “Itu arwah penasaran. Seorang pria yang mati dengan tidak wajar bertahun-tahun lalu.”
Dika terkejut. Mbah Sastro bercerita bahwa dulu ada seorang pria bernama Karman yang tinggal di kampung ini. Karman dikenal sebagai orang baik, tapi suatu hari ia dituduh mencuri perhiasan milik kepala desa. Warga marah dan mengusirnya. Beberapa hari kemudian, Karman ditemukan mati tergantung di hutan belakang kampung.
Yang mengerikan, saat jenazahnya dikuburkan, ada kesalahan dalam proses pengafanan. Salah satu tali kafannya tidak dilepas dengan benar. Sejak itu, arwahnya sering muncul, terutama pada malam Jumat.
Dika mulai merasa tidak nyaman. Apa yang ia lihat bukan hanya ilusi—ia telah menyaksikan arwah yang mencari keadilan.
Suara dari Kuburan
Setelah mendengar cerita Mbah Sastro, Dika semakin penasaran. Ia ingin mengetahui lebih dalam tentang makam Karman. Bersama Ardi, ia nekat pergi ke kuburan kampung saat sore hari.
Kuburan itu terletak di tepi desa, dikelilingi pohon-pohon tinggi yang menambah kesan angker. Makam Karman terletak di sudut paling ujung, tampak lebih tua dibanding makam lainnya. Rumput liar tumbuh di atasnya, seakan-akan tak pernah dikunjungi.
Saat Dika dan Ardi berdiri di depan makam itu, angin tiba-tiba bertiup kencang. Terdengar suara lirih seperti seseorang sedang merintih.
“Mendengar, kan?” bisik Ardi ketakutan.
Dika mengangguk, jantungnya berdebar keras. Dengan nekat, ia mencoba menggali sedikit tanah di makam itu. Namun, saat cangkul pertama menghantam tanah, suara erangan keras terdengar, diikuti dengan gerakan di balik kain kafan yang menyembul dari tanah!
Mereka langsung kabur ketakutan.
: Dosa Lama Terbongkar
Setelah kejadian di kuburan, Dika mulai mencari tahu lebih dalam. Ia bertanya pada beberapa warga tua yang masih mengingat kejadian masa lalu.
Yang mengejutkan, ada fakta baru yang terungkap: ternyata barang yang dituduhkan sebagai hasil curian Karman ditemukan di rumah kepala desa yang telah meninggal. Itu berarti, Karman tidak bersalah!
Beberapa warga yang dulu ikut menuduh Karman mulai ketakutan. Mereka sadar bahwa pocong yang menghantui kampung selama ini bukan sekadar arwah penasaran, melainkan roh yang ingin menuntut keadilan.
Warga mulai merasa bersalah. Namun, apakah masih ada cara untuk menenangkan arwah Karman?
Ritual Pengusiran
Mbah Sastro mengusulkan agar dilakukan ritual permohonan maaf di makam Karman. Warga yang dulu terlibat dalam fitnah harus datang dan meminta maaf langsung di depan kuburnya.
Ritual itu dilakukan pada malam Jumat. Dika dan Ardi ikut menyaksikan. Para warga berkumpul di sekitar makam dengan membawa sesajen dan membaca doa-doa. Saat doa mulai dibacakan, angin kencang bertiup, dan suara tangisan terdengar dari dalam kuburan.
Tiba-tiba, sosok pocong muncul di atas makam! Wajahnya pucat dengan mata yang berlinang air mata darah.
Beberapa warga langsung sujud dan menangis meminta ampun. Pocong itu tidak bergerak. Namun, perlahan-lahan, tubuhnya mulai memudar, hingga akhirnya menghilang bersama angin malam.
Sejak malam itu, teror pocong di Kampung Kramat pun berakhir.
Namun, Dika tidak akan pernah melupakan kejadian yang ia alami. Kampung ini menyimpan sejarah kelam, dan arwah Karman telah menunjukkan bahwa dosa masa lalu tidak akan pernah bisa disembunyikan…
TAMAT.