Majang Opini

Majang Opini Di sini, setiap opini diuji, bukan dimanjakan.

Kami membedah isu, menantang asumsi, dan menuntut logika yang jernih—karena kebenaran tak lahir dari kesepakatan, tapi dari keberanian berpikir.

19/10/2025

Angka-angka megah di permukaan itu menarik dan enak dibaca. Tapi kebenaran sejati bukan di catatan moneter atau dokumen proyek—melainkan di apa yang dirasakan rakyat di lapangan:

Apakah anak-anak aman dari MBG, bukan mual dan keracunan?
Apakah guru di desa merasakan kenaikan nyata?
Apakah koperasi itu benar-benar hidup, atau berhenti sebagai ilustrasi anggaran?

Kita butuh audit sosial, bukan hanya audit keuangan.
Kita butuh data lokal, bukan data agregat nasional yang menyembunyikan ketimpangan.

Sukses sejati bukan soal berapa banyak yang diklaim, tapi berapa banyak yang dirasakan—oleh guru di pelosok, petani di desa, dan anak-anak sekolah yang menunggu sepotong nasi bergizi yang aman.

Satu hal yan harus selalu kita ingat, Kritik bukan ancaman, ia adalah tanda bahwa rakyat masih peduli.
Biarkan kritik ini memantul di dinding kekuasaan,
agar mereka yang berkuasa tahu: pembenaran bukan soal citra, tapi tanggung jawab.
Saat rakyat bersuara, itu bukan perlawanan — itu peringatan.
Sudah waktunya pemerintah menjadikan pembenahan nyata sebagai prioritas, bukan pembenaran narasi.”










17/10/2025

Program Makan Bergizi Gratis (MBG) diklaim menjangkau hingga 20 juta siswa / penerima manfaat — langkah ambisius untuk mendongkrak gizi anak.

Ironinya, sejak diluncurkan, MBG juga mencatat banyak kasus keracunan massal. Di Kalimantan Selatan, misalnya, 130 siswa keracunan dilaporkan usai makan MBG.

Di banyak daerah lainnya, ditemukan belatung dalam paket MBG, serpihan kaca, ikan hiu goreng (yang kandungan merkuri-nya dipertanyakan) — laporan semacam ini muncul di media lokal dan analisis kritis.

Menurut catatan JPPI, hingga September 2025 terdapat 6.452 kasus keracunan MBG yang dilaporkan masyarakat.

Jadi, “menjangkau 20 juta” bukan otomatis berarti aman, berkualitas, dan dapat dipercaya.










15/10/2025

100 Sekolah Rakyat, tapi di Mana Muridnya? Ketika Angka Berdiri Lebih Cepat Dari Bangunannya.
Dalam narasi resmi disampaikan bahwa 100 Sekolah Rakyat (sekolah alternatif / desa) sudah didirikan sebagai bentuk akses pendidikan yang lebih merata.

Tapi, “berdiri” bagaimana? Bangunan benar-benar ada, guru ditempatkan, siswa aktif, atau hanya sekadar pengumuman resmi?
Apakah sekolah tersebut memiliki fasilitas layak (air bersih, WC layak, listrik, buku)?
Dan apakah sekolah rakyat ini menjadi solusi untuk daerah tertinggal, atau hanya di wilayah yang sudah relatif berkembang?

Klaim jumlah saja tidak cukup — harus ada data kualitas dan bagaimana sekolah‐sekolah itu menyentuh siswa di wilayah yang paling membutuhkan.

Upaya memperkuat profesionalisme pendidikan melalui peningkatan gaji guru ASN dan memperkuat tunjangan untuk guru non-ASN — supaya kesejahteraan tenaga pendidik lebih adil.

Namun kenyataannya, kenaikan mungkin tidak merata. Guru di daerah terpencil seringkali masih jauh dari “kenaikan ideal”.
Untuk guru non-ASN (honorer, guru sukarela), tunjangan diperkuat—tapi faktor birokrasi, kualifikasi, penyaluran dana sering menjadi hambatan. Apakah semua guru non-ASN benar-benar terdata dan mendapatkan tunjangan? Ada laporan sebagian menerima terlambat, sebagian tidak.
Jadi survei lapangan diperlukan: apakah guru di pedalaman merasakan dampak nyata, atau hanya guru di kota besar yang “disorot”.










12/10/2025

Angka-angka megah di permukaan itu menarik dan enak dibaca. Tapi kebenaran sejati bukan di catatan moneter atau dokumen proyek—melainkan di apa yang dirasakan rakyat di lapangan:

Apakah anak-anak aman dari MBG, bukan mual dan keracunan?
Apakah guru di desa merasakan kenaikan nyata?
Apakah koperasi itu benar-benar hidup, atau berhenti sebagai ilustrasi anggaran?

Kita butuh audit sosial, bukan hanya audit keuangan.
Kita butuh data lokal, bukan data agregat nasional yang menyembunyikan ketimpangan.

Sukses sejati bukan soal berapa banyak yang diklaim, tapi berapa banyak yang dirasakan—oleh guru di pelosok, petani di desa, dan anak-anak sekolah yang menunggu sepotong nasi bergizi yang aman.




















12/10/2025

Udah bukan lagi manusia yang mengkritisi, Robot AI pun lebih cerdas dibanding pejabat negara.

11/10/2025
11/10/2025

Satu hal yang perlu dan selalu diingat Kritik bukan ancaman, ia adalah tanda bahwa rakyat masih peduli.
Biarkan kritik ini memantul di dinding kekuasaan, agar mereka yang berkuasa tahu:
pembenaran bukan soal citra, tapi tanggung jawab.
Saat rakyat bersuara, itu bukan perlawanan — itu peringatan.
Sudah waktunya pemerintah menjadikan pembenahan nyata sebagai prioritas, bukan pembenaran narasi.”










1. “Mengamankan 300 Triliun APBN”Tapi, “mengamankan” itu definisinya bagaimana? Apakah yang diklaim 300 triliun itu tela...
10/10/2025

1. “Mengamankan 300 Triliun APBN”
Tapi, “mengamankan” itu definisinya bagaimana? Apakah yang diklaim 300 triliun itu telah benar-benar masuk ke kas negara? Atau itu angka potensial yang belum diverifikasi audit independen? Dan kalau sudah “aman”, kenapa kita masih mendengar laporan proyek mangkrak, korupsi lokal, anggaran tersendat di daerah?

Tanpa audit publik yang transparan dan penjelasan rinci, klaim “300 triliun aman” bisa jadi lebih retorika daripada fakta.

2. “Surplus Produksi Beras”
Tapi, surplus di tingkat nasional belum tentu sampai ke pinggiran desa atau wilayah terpencil. Apakah surplus ini menyebabkan harga beras stabil, atau malah petani dipaksa jual murah karena rantai distribusi dikuasai pedagang besar? Dan kenapa, meskipun surplus, impor beras masih muncul di laporan tertentu? Apakah surplus itu diukur dengan cara yang sama di semua provinsi?

Harus diperiksa: surplus itu apakah “logistik nasional” atau hanya “surplus di area utama”, sementara daerah lain tetap defisit.

3. “MBG menjangkau 20 juta penerima manfaat”
Ironinya, sejak diluncurkan, MBG juga mencatat banyak kasus keracunan massal. Di Kalimantan Selatan, misalnya, 130 siswa keracunan dilaporkan usai makan MBG.

Di banyak daerah lainnya, ditemukan belatung dalam paket MBG, serpihan kaca, ikan hiu goreng (yang kandungan merkuri-nya dipertanyakan) — laporan semacam ini muncul di media lokal dan analisis kritis.

Menurut catatan JPPI, hingga September 2025 terdapat 6.452 kasus keracunan MBG yang dilaporkan masyarakat.

Jadi, “menjangkau 20 juta” bukan otomatis berarti aman, berkualitas, dan dapat dipercaya.

4. “Realisasi investasi semester I 2025 = Rp942 triliun”
Tapi, berapa dari investasi itu yang betul-betul proyek nyata di lapangan (pabrik, infrastruktur, tenaga kerja)? Jangan sampai hanya janji MoU, potongan dokumen Izin, tanpa realisasi di tanah.

Selain itu, investor bisa datang hanya ke kota-kota besar; daerah terpencil mungkin tidak merasakan apa-apa.
Dan apakah “investasi” itu bersih (deduct ekspor modal) atau bruto? Kita butuh laporkan jenis-jenis investasi: FDI, domestik, infrastruktur publik, dan seberapa besar efeknya terhadap penciptaan lapangan kerja. Tanpa transparansi jenis dan realisasi lapangan nyata, angka 942 triliun bisa menjadi “angka headline” kosong.

5. “100 Sekolah Rakyat telah berdiri”
Tapi, “berdiri” bagaimana? Bangunan benar-benar ada, guru ditempatkan, siswa aktif, atau hanya sekadar pengumuman resmi?
Apakah sekolah tersebut memiliki fasilitas layak (air bersih, WC layak, listrik, buku)?
Dan apakah sekolah rakyat ini menjadi solusi untuk daerah tertinggal, atau hanya di wilayah yang sudah relatif berkembang?

Klaim jumlah saja tidak cukup — harus ada data kualitas dan bagaimana sekolah‐sekolah itu menyentuh siswa di wilayah yang paling membutuhkan.

6. “Gaji guru ASN meningkat, tunjangan guru non-ASN diperkuat”
Namun kenyataannya, kenaikan mungkin tidak merata. Guru di daerah terpencil seringkali masih jauh dari “kenaikan ideal”.
Untuk guru non-ASN (honorer, guru sukarela), tunjangan diperkuat—tapi faktor birokrasi, kualifikasi, penyaluran dana sering menjadi hambatan. Apakah semua guru non-ASN benar-benar terdata dan mendapatkan tunjangan? Ada laporan sebagian menerima terlambat, sebagian tidak.
Jadi survei lapangan diperlukan: apakah guru di pedalaman merasakan dampak nyata, atau hanya guru di kota besar yang “disorot”.

7. “Pembangunan 80.000 Koperasi Desa Merah Putih”
Namun koperasi selama ini dikenal rentan pada tata kelola lemah, kapasitas manajemen terbatas, potensi kredit macet, dan penyalahgunaan dana lokal.

Jangan sampai koperasi ini hanya jadi slogan, “koperasi siluman” yang hanya berwajah koperasi tapi di belakangnya bukan melayani anggota pedesaan.
Koperasi yang sehat memerlukan pengawasan, pembinaan, transparansi akut — kalau tidak, dana besar bisa bocor lewat celah-celah lokal.
Saya skeptis: dari 80.000 koperasi, berapa persen yang benar-benar aktif dan produktif? Apakah mereka sudah menyentuh rakyat kecil, bukan cuma menjadi koperasi kosong?

10/10/2025

Negeri ini tidak kekurangan slogan, tapi kekurangan kejujuran.
Tidak kekurangan rencana, tapi kekurangan rasa malu.

Sembilan bulan terakhir adalah cermin besar yang dipasang di depan istana dan gedung DPR:
Apakah mereka berani melihat pantulannya?

Karena di balik semua berita, demo, dan dugaan korupsi, ada satu pesan sederhana dari rakyat:
Kami belum menyerah — tapi jangan paksa kami berhenti peduli.










08/10/2025

September menutup kuartal dengan satu isu yang diam-diam mengancam:
RUU Perampasan Aset.

Kedengarannya heroik — “pedang untuk menebas koruptor.”
Tapi jika pedang itu bisa dipakai tanpa vonis pidana, siapa yang menjamin tidak menebas orang yang salah?

Di negeri yang kadang bingung membedakan kritik dan makar,
RUU seperti ini bisa berubah dari senjata keadilan menjadi alat kekuasaan.

RUU Perampasan Aset adalah simbol dari dilema besar negara ini:
ingin menegakkan hukum, tapi takut membatasi kekuasaan.










06/10/2025

Sembilan Bulan yang Menguji Nurani Negeri: Dari Pertamina ke Parlemen, dari Tambang ke TanggungJawab
Pernahkah Anda merasa negeri ini seperti film yang plot-nya ditulis ulang oleh para pemeran utamanya sendiri — tapi penontonnya tetap disuruh tepuk tangan?
Dari Januari sampai September 2025, kita disuguhi drama nasional: skandal minyak, revisi militer, tambang yang merobek tanah, sampai protes yang berujung gas air mata.
Semua terjadi dalam sembilan bulan — tapi rasanya seperti satu dekade kelelahan publik.























05/10/2025

Bukan lagi rahasia umum, segala sesuatu, jabatan atau pun layanan pemerintah di Indonesia tidak pernah diukur dari kualitas. Melainkan seberapa banyak anda mampu memberika keuntungan buat kami (DPR).

Address

Karang Tengah
15152

Website

Alerts

Be the first to know and let us send you an email when Majang Opini posts news and promotions. Your email address will not be used for any other purpose, and you can unsubscribe at any time.

Share