05/08/2025
Men ding aku ce rai daripada punya ibu mertua kelai nan me ntal kayak gini.
Nadia perlahan membuka matanya, pandangannya masih kabb+ur, namun ia bisa merasakan tu+ buhnya yang le mah dan kep+ala yang be+rat. Saat ia meny+adari di mana dirinya berada, perasaan se+ sak langsung menyelimuti da+danya. Ia masih berada di ruang keluarga rumah mertuanya, tempat ia terakhir kali melihat suaminya bersama wanita lain.
"Nadia, kamu sudah sa+dar!" suara Radit terde+ngar leg+a. Ia duduk di sebelahnya, menat+apnya dengan tatapan penuh kece ma+san. "Bagaimana perasaanmu? Kamu baik-baik saja?"
Nadia meng+erjap, mencoba memahami situ+asi ini, lantas mengedarkan pandangannya ke sekitarnya. Sejenak pandangannya tertuju pada wanita cantik dengan t+buh yang se+ xy yang berdiri disamping Marni.
Nadia sudah dalam kesabarannya yang penuh, ia teringat apa yang terjadi sebelum ia ping san, kema+rahan dan kepedi han memba+njiri pikirannya. Ia langsung duduk, meskipun tu+buhnya masih terasa le mah.
"Karena Nadia sudah sa+dar, sebaiknya kita kasih kesem+patan mereka untuk bicara. Pak, Angela, ayo kita kedalam." ajak Marni, memasang raut wajah sedih.
"Radit, selesaikan masalahmu dengan Nadia ya. Ingat Nak, jangan ka+sar, coba kalian bicara dan selesaikan semua secara baik-baik, setiap masalah pasti ada jalan kelu arnya. Bapak ma suk dulu ya." Yuda pun berjalan pelan, mengikuti langkah istri dan menantu barunya, mening+galkan pasangan suami istri itu, berdua saja di ruang keluarga.
Suasana hening sejenak. Radit nampak diam saja, tak tahu bagaimana harus memulai untuk bicara.
Tiba-tiba, Nadia mulai ang kat bicara, meme+cah kesunyian diantara ia dan suaminya.
"Mas, siapa wanita tadi?" tanya Nadia dengan suara parau namun pe+nuh kema ra+han yang terpen+dam. Ia menatap suaminya dengan ta+ jam, menuntut jawaban. "Siapa dia, mas?!"
Radit terdiam ses+aat, tampak enggan untuk menjawab. Tapi ia tahu, ia tak bisa terus menghin+dar.
"Nadia, dengar dulu penjelasanku... Wanita tadi ... dia Angela. Dia teman masa kecilku."
"Teman masa kecil?" Nadia tersenyum pa hit. "Kamu serius? Lalu kenapa dia ada di ka+mar kita, mas? Jelaskan!" suaranya mulai meninggi, menuntut kejelasan.
Radit mena+rik na pas panjang, berusaha mengu+mpulkan keb+er anian untuk mengungkapkan kebe+naran.
"Nadia ... Aku dan Angela sudah meni+kah kemarin, secara si+ri."
Kata-kata itu mengh+antam Nadia seperti palu. Matanya mele+bar, tu+buhnya geme +tar tak percaya.
"Apa? Meni+kah?" Nadia hampir tak bisa menge+luarkan kata-kata. "Jadi ... dia istri kedua kamu sekarang?"
Radit mengangguk pelan, merasa berat hati. "Iya, Nadia .... Angela sekarang istri kedua aku."
"Kenapa, mas!" je+rit Nadia, air mata mulai meng+alir di pipinya. "Apa salahku? Apa aku tidak cukup untukmu?"
Radit menggeng+gam tangan Nadia, tapi Nadia mena+riknya dengan ka+sar.
"Bukan begitu, Nadia. Kamu nggak salah. Aku ... aku hanya ingin punya an+ak. Itu satu-satunya alasan."
Nadia terdiam, mena+ngis sambil menutupi wajahnya.
"An+ak? Kamu te+ga melakukan ini hanya karena kamu ingin an+ak, mas?" Nadia menatap suaminya dengan air mata yang tak henti meng+alir. "Aku juga ingin punya an+ak! Aku sudah berus+aha, tapi kenapa kamu malah meni+kah lagi tanpa bicara denganku?"
Radit menghela na pas, lalu berkata dengan nada datar, "Nadia... kita sudah mencoba selama bertahun-tahun, tapi kamu harus terima kenyataan bahwa kamu ... man+dul. Itu sebabnya aku menikah lagi dengan Angela. Aku ingin memiliki ketu+ runan."
Ucapan Radit itu seperti du ri yang menu suk hati Nadia. Seketika, tu+buhnya terasa le+mas.
"Man+dul?" Nadia mengulang kata itu pelan, seolah tak percaya. Ia menatap Radit dengan soro+t mata yang penuh kepe+dihan. "Jadi ... kamu meni kah lagi karena kamu berpikir aku tidak bisa memb+eri kamu an+ ak?"
Radit mengangguk, menghindari tatapan istrinya.
"Ya, Nadia. Aku ingin kita punya an+ak, tapi ..."
Nadia tiba-tiba memo+tong, suaranya terdengar berge+tar pen+uh kema+ rahan dan kepedi+han.
"Mas! Yang tidak su+bur itu bukan aku, tapi kamu!"
Mata Radit membel+alak, terke+jut dengan pernyataan Nadia.
"Apa maksudmu? Kamu bicara apa, Nadia?"
Nadia berdiri dengan gem+etar, mengusap air matanya, namun kema+ rahan di matanya semakin jelas.
"Aku tahu, mas! Kalau kau tak percaya kau bisa tanya pada Ibu, hasil lab yang pernah kita lakukan dulu, kau ingat? Yang atas rekom+endasi ibu, has+ilnya aku ini su+bur, aku sehat. Dan yang bermasalah itu kamu! Kamu yang tidak su+bur, bukan aku!"
Radit tampak tergun+cang mendengar tudu+han itu.
"Nadia, apa-apaan kamu ini? Kamu nggak tahu apa yang kamu bicarakan!"
"Aku tahu persis apa yang aku bicarakan, mas! Kita sudah melakukan semua tes, dan aku tidak ada masalah! Tapi kamu ... kamu yang tak su+ bur mas."
Radit semakin em osi, wajahnya meme rah, tapi ia tetap berus+aha menenangkan dirinya.
"Ini fit+ nah, Nadia! Kamu nggak bisa bicara sembarangan seperti ini!"
"Fitnah? Aku yang difit+nah di sini, mas! " seru Nadia. "Kamu meni kah lagi karena kamu percaya bahwa aku man+dul, padahal yang sebenarnya tidak su+bur itu kamu!"
Radit semakin ma+ rah, ia bang kit dari duduknya.
"Berhenti ngomong omong ko song, Nadia! Aku ini laki-laki, dan aku yakin aku bisa punya an+ak. Kalau kamu nggak bisa mene+rima kenyataan ini, itu masalah kamu! Tapi kenyataan memang kamulah yang tak su+bur."
"Masalah aku?" Nadia tertawa pa+hit, air matanya masih meng+alir. "Kamu yang tak su+ bur dan sekarang kamu menyalahkanku. Kamu bahkan tega meni kah lagi tanpa memberitahuku! Apa kamu pikir aku bisa terima ini, mas?"
Radit mengat+upkan raha+ngnya, ma+ rah tapi juga merasa bersalah.
"Kamu tenanglah Nadia, aku nggak akan mence+raikan kamu. Aku tetap mau kita bersama, tapi ini satu-satunya cara supaya aku bisa punya an+ak, dengan cara ini aku bisa mewujudkan keinginan kita untuk punya an ak. Kamu harus terima kenyataan ini, Nadia. An+akku dan Angela, juga An akmu." jawab Radit keke+uh pada apa yang ia yakini.
"Tidak, mas! Aku tidak akan pernah terima ini!" Nadia berte+riak, tu buhnya gem+etar karena emo+sinya yang memuncak. "Aku tidak bisa hi dup dengan pria yang begitu mudah mengkhi+anati dan tak percaya padaku, hanya demi keinginan punya an ak!"
Radit menatap Nadia dengan ma+rah, merasa diperma lukan.
"Kamu keterlaluan, Nadia. Kamu memfit +
nah suamimu sendiri, dan sekarang kamu bicara seolah-olah kamu yang paling benar. Aku sudah berus+aha yang terbaik untuk kita berdua, tapi kamu malah ..."
Nadia masih menatap Radit dengan tatapan penuh ama rah dan kekece+waan.
"Kamu tidak bisa menyalahkanku, mas. Hasil pem+eriksaan kita membuktikan bahwa aku sehat, kamu yang tidak. Tanya pada ibumu kalau kau memang tak percaya."
Radit menghela na pas panjang, wajahnya tampak te+gang.
"Nadia, aku tidak menyalahkan kamu tanpa alasan. Aku tahu ini su+ lit, tapi ..."
Radit meraih sesuatu dari laci meja TV "Ini hasil tes yang kita lakukan. Apa ini maksud kamu?"
Nadia menatap amplop yang diso+dorkan oleh Radit. Dengan tangan geme+ tar, ia mengambil am+plop tersebut dan menge+luarkan kertas di dalamnya. Matanya bergerak cepat membaca hasil tes itu. Rasa bingung mulai menyelimutinya.
Bersambung ...