12/10/2025
TAK GENGSI ! Pelajar SMA Hidupi 2 Orang Berkebutuhan Khusus
Sejak saat itu ia harus menanggung tanggung jawab sebagai pengganti peran ayahnya demi membantu perekonomian keluarga agar terus berjalan.
Kejujuran adalah awal pertemuan kami dengan seorang pelajar SMA bernama Fikri (16). Saat salah seorang tim kami kehilangan HP saat bekerja di lapangan, HP itu ditemukan oleh Fikri saat ia berjalan pulang dari sekolahnya. Fikri segera menghubungi nomor yang ada di HP tersebut untuk kemudian berbicara dengan tim kami yang kehilangan HP tersebut. Sungguh kejujuran yang patut diapresiasi, karena ternyata kondisi Fikri sesungguhnya berada dalam kondisi yang membutuhkan uang karena keadaan ekonomi keluarganya yang tengah sulit. Padahal bisa saja ia menjual HP tersebut, namun ia memilih untuk mengembalikan HP tersebut kepada pemiliknya.
Fikri merupakan anak yang terlahir di keluarga dengan ekonomi yang terbilang sulit. Kondisi tersebut diperparah dengan musibah yang menimpa keluarganya beberapa waktu lalu. Ia harus menerima kenyataan pahit, bahwa ia dan keluarganya kehilangan ayahnya yang menjadi tulang punggung untuk keluaganya untuk selamanya. Sejak saat itu ia harus menanggung tanggung jawab sebagai pengganti peran ayahnya demi membantu perekonomian keluarga agar terus berjalan.
Hal itu tentu bukan tanpa alasan, semenjak ayahnya meninggal, ia harus memikirkan juga kondisi ibunya yang kesulitan secara ekonomi. Ia juga harus memikirkan akan kesehatan neneknya yang sering sakit-sakitan di rumah. Belum lagi kakak dari almarhum ayahnya yang tak mampu berjalan dengan kondisi lain yang menyebabkan kakak dari ayahnya itu tak mampu bekerja bahkan tak pernah menikah seumur hidupnya juga membutuhkan keberadaannya untuk bisa bertahan hidup.
Fikri terpaksa mengorbankan waktu untuk bermain dengan teman sebayanya. Setiap berangkat ke sekolah ia selalu membawa gorengan ataupun jajanan yang di buat oleh ibunya untuk ia jual di sekolah. Ia tak merasa malu karena dengan cara inilah ia bisa sedikit membantu meringankan beban ekonomi yang tengah dihadapi keluarganya. Ia juga bersyukur bahwa teman-teman dan guru-guru di sekolahnya juga turut mendukung apa yang ia lakukan.
Namun dibalik itu semua Fikri menyimpan kekhawatiran akan masa depan pendidikannya. Ia takut jika ia harus terpaksa berhenti sekolah karena masalah ekonomi. Jangankan untuk nanti melanjutkan sekolahnya, untuk membeli sebuah sepatu yang layak ia pakai saja ia tidak mampu. Sepatu yang ia pakai saat ini saja dalam kondisi yang memprihatinkan. Beberapa bagian dari sepatu yang ia pakai sudah berlubang. Lapisan sepatu itu juga sudah terkelupas. Mungkin semua itu karena itulah satu-satunya sepatu yang ia miliki saat ini. Padahal ia setiap hari harus berjalan cukup jauh untuk sampai di sekolahnya