13/11/2025
Sumber air untuk 40 hektare lahan pertanian hilang akibat aktivitas tambang nikel PT Wijaya Inti Nusantara (WIN) di Desa Mondoe, Kecamatan Palangga Selatan, Kabupaten Konawe Selatan (Konsel), Sulawesi Tenggara (Sultra). Bendungan berukuran kecil yang menjadi sumber penampungan air untuk lahan pertanian telah kering dan dipenuhi sedimen pasir serta lumpur.
Air yang tersisa di sekitar bendungan hanyalah kubangan-kubangan bekas hujan. Tiga warga Mondoe, Rusman, Sanusi, dan Masri, menunjukkan bendungan yang menjadi sumber utama pertanian mereka. Ketiganya ditemani beberapa warga Desa Torobulu, Kecamatan Laeya, dan didampingi Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Sultra, Selasa (11/11/2025), sekitar pukul 13.00 Wita.
Untuk menunjukkan kedalaman sedimen, Sanusi segera melepas sandal dan turun ke dasar bendungan lalu menancapkan kayu berkali-kali ke dalam lumpur. Kedalaman bendungan yang awalnya dua meter, kini terisi pasir dan lumpur. Sedimen yang tertinggal sudah mencapai 70 sentimeter dan nyaris memenuhi bendungan.
“Dulu di sini dalam airnya,” ungkap Sanusi berdiri dekat pintu bendungan.
Lumpur juga hampir memenuhi irigasi setinggi satu meter yang mengarah ke lahan-lahan pertanian warga. Sepanjang irigasi nyaris penuh dengan tanah lembek berwarna kecokelatan. Agar lumpur tak merendam lahan persawahan ketika turun hujan, Rusman menutup aliran bendungan menuju irigasi dengan papan kayu serta terpal plastik.
Di ujung irigasi dekat sawahnya, Rusman menutupnya kembali dengan papan kayu. Rusman menutup saluran air, karena sawah seluas satu hektare miliknya yang paling dekat dengan bendungan. Jika dibiarkan, lahannya dan sawah seluas 40 hektare masyarakat Mondoe akan terendam lumpur.
“Saya sendiri yang tutup, karena saya di ujung, paling dekat dari bendungan. Kalau tidak begitu, hancurlah sawah-sawah masyarakat di sini. Air itu sudah tidak seperti dulu, tidak normal begitu,” ujar Rusman sembari berjalan menyusuri irigasi menuju sawahnya di Dusun III Desa Mondoe.
Rusman mengungkapkan aktivitas PT WIN sudah membuat resah para petani sejak 2020. Hutan yang menjadi kantong-kantong resapan air telah gundul digantikan tumpukan tanah gersang dan lubang-lubang menganga sepanjang mata memandang. Namun, Rusman sendiri enggan menyampaikan keluhan kepada pihak perusahaan, karena tahu betul bebalnya PT WIN.
“Kita dulu masih awam, belum tahu kalau tambang ini merusak. Saya sendiri belum pernah sampaikan ke perusahaan, tetapi teman saya sudah. Perusahaan itu tidak pernah bilang mau perbaiki bendungan,” ungkap Rusman ketika duduk di teras rumahnya menjamu warga Torobulu dan Walhi Sultra.
Berjarak dua kilometer dari rumah Rusman, rombongan warga Mondoe, Torobulu, dan Walhi Sultra, menuju sawah milik Wawan. Dampak aktivitas PT WIN yang dirasakan Wawan tak kalah pelik. Aliran air untuk sawah 1,6 hektare miliknya tepat berada di bawah tumpukan material tanah dan batuan (overburden) bekas galian PT WIN. Buangan material PT WIN bahkan sudah masuk ke dalam lahannya. Ketika turun hujan, tumpukan material itu berjatuhan ke dalam air.
Masalah Wawan hampir sama dengan Rusman, Sanusi, dan Masri. Sejak adanya aktivitas PT WIN, debit air dari hulu menjadi kurang bahkan hilang. Padi yang terlanjur terendam lumpur bekas galian tambang nikel menjadi kerdil. Itu berarti para petani harus menambah biaya produksi dengan membeli pupuk.
“Pengalaman saya selama mengolah setelah ada PT WIN, lumpur masuk itu bikin padi agak kerdil. Otomatis kita harus mengeluarkan biaya lagi untuk menambah jumlah pupuk. Itu yang selama ini kami lakukan,” jelas Wawan.
Belum lagi pengeluaran petani untuk membeli pembasmi hama, seperti tikus dan penggerek batang, yang menyerang padi. Wawan telah menyampaikan keresahannya soal air dan jarak penambangan kepada pihak PT WIN, tetapi tak mendapat respons.
“Kegiatan penambangan ini tidak memperhatikan kepentingan kami sebagai petani. Walaupun kita sudah disampaikan berkali-kali, sampai hari ini responsnya kurang sekali,” keluhnya.
Sementara itu, Kepala Desa Mondoe, Aswan, mengaku tidak ada dampak negatif yang ditimbulkan dari aktivitas PT WIN. Aswan menyebut PT WIN justru mendatangkan manfaat, karena membuka lapangan kerja bagi sebagian besar warganya.
“Ketika ada perusahaan, masyarakat saya lihat ini ada perkembangannya, dibanding dulu. Artinya masyarakat saya sudah ada yang punya mobil, karena adanya tambang. Motor juga saya lihat ini hampir semua. Kalau ada (dampak negatif), pasti masyarakat ribut,” kata Aswan kepada Kendariinfo, Selasa, 14 Oktober 2025.
Baca berita lainnya di kendariinfo.com atau klik link di bio.