Dunia Parenting

Dunia Parenting Menyediakan berbagai produk keluarga dan artikel parenting

*Menjalin Persahabatan dengan Menantu, Bagaimana Tuntunan Islam?* Oleh : Najmah Saiidah — Kerap terjadi ketakharmonisan ...
12/09/2025

*Menjalin Persahabatan dengan Menantu, Bagaimana Tuntunan Islam?*
Oleh : Najmah Saiidah

— Kerap terjadi ketakharmonisan menantu dengan mertua, terutama menantu perempuan dan mertua perempuan. Mungkin hal ini terjadi karena perbedaan pendapat antara keduanya atau kadang merasa tersaingi. Karena saat anak laki-laki menikah, akan muncul perempuan lain selain ibu yang juga menjadi orang penting dalam kehidupan anak laki-lakinya. Wajar jika kemudian memiliki ibu mertua yang baik menjadi impian banyak menantu. Siapa pun, kelak—dengan izin Allah—akan menjadi mertua. Bahkan, ada di antara kita yang tengah menjalaninya. Tentu kita berusaha menjadi mertua yang baik bagi para menantu kita karena hal ini akan berpengaruh pada rumah tangga anak-anak kelak. Bagaimanapun, dari keluarga anak-anak akan lahir generasi penerus yang akan melanjutkan perjuangan. Lalu, seperti apa tuntunan Islam bagi mertua agar kelak menantu bisa mencintai, menyayangi, sekaligus menjadi sahabat kita?

1. Posisikan dan perlakukan menantu sebagaimana layaknya anak kita.
Ketika anak menikah, ia akan memiliki istri/suami. Jika anak laki-laki, tentu kita akan memiliki menantu perempuan seperti memiliki anak perempuan yang baru. Bagaimanapun, menantu adalah pasangan anak, orang yang sangat dekat dengan anak selain kita. Seharusnya kita memperlakukan mereka sama seperti anak sendiri. Selain itu, kelak dari menantu perempuan kita inilah biidznillah akan lahir cucu-cucu kita. Tentu saja setiap orang tua fitrahnya mengharap lahir cucu dari menantu. Dengan pergaulan yang baik dari mertua, menantu, dan anak, kehidupan rumah tangga anak akan berlangsung baik. Ini akan berpengaruh pada tumbuh kembang cucu-cucu kita selanjutnya. Posisi mereka layaknya anak kandung. Bedanya, mereka tidak mewarisi dan diwarisi, serta tidak ada ikatan perwalian antara menantu dan mertua. Kepada mereka ada hak untuk memelihara hubungan silaturahmi dengan keluarganya, wajib memperlakukannya dengan baik sebagaimana orang tua wajib mengayomi anak-anaknya.

2. Menerima menantu kita apa adanya.
Bagaimanapun sikap menantu, ia adalah sosok pilihan anak kita sebagai pendamping hidupnya. Kita telah memberikan pandangan sebelumnya kepada anak ketika memilih menantu sesuai tuntunan syarak, yaitu memilih berdasarkan kebagusan dinnya, bukan karena kecantikan atau kedudukannya. Terlebih, kita telah memberikan restu kepada anak-anak ketika melangsungkan akad pernikahan. Artinya, tugas mertua adalah menerima mereka apa adanya, termasuk yang kurang cocok dengan pendapat kita. Selama masih berada dalam koridor syarak, maka tidak mengapa.

3. Bersikap husnuzan, tetapi tetap tidak menghalangi untuk menasihati jika salah.
Hal yang baik jika kita mengedepankan prasangka baik terhadap apa pun keputusan anak dan menantu selama berada di atas rel syariat. Kita memberikan dukungan dan semangat pada setiap keputusan mereka. Ini berlaku p**a untuk interaksi dengan menantu.

Ketika ada hal yang ingin kita kritisi, sebisa mungkin menahan diri. Besar kemungkinan terjadi salah tafsir antara keduanya. Bahkan, kesalahpahaman ini bisa terjadi meski bukan lewat ucapan atau verbal. Contohnya, ketika orang tua membantu membersihkan rumah menantunya secara s**arela, hal yang tertangkap bisa jadi sebaliknya, yakni anak dan menantu menganggap kurang piawai mengurus rumah. Hanya saja, ketika ada tanda-tanda pelanggaran terhadap hukum syarak karena ketakpahaman anak dan menantu tentang hukum syarak, tentu saja wajib bagi kita meluruskan dan menasihati mereka. Berdakwah dan amar makruf nahi mungkar merupakan kewajiban setiap muslim tanpa pandang bulu. Alangkah baik kita mengajaknya untuk mengikuti kajian-kajian di majelis-majelis ilmu agar makin paham Islam agar bisa berdakwah dan berjuang bersama.

4. Menghargai keputusan anak dan pasangan, serta tidak memaksakan kehendak.
Selama semuanya ada dalam koridor syarak, apa pun keputusan anak dan menantu, kita harus menghormati dan mendukungnya, sekalipun dalam pandangan kita ada yang kurang tepat. Jangan merasa karena pengalaman hidup berumah tangga mertua atau orang tua lebih banyak daripada anak, lalu kita memaksakan kehendak kepada mereka. Pahami betul bahwa tidak selayaknya mertua selalu ikut campur terhadap keputusan anak dan pasangannya. Mereka berhak punya privasi dan keputusan sendiri. Jangan menuntut atau memaksa mereka untuk selalu datang berkunjung setiap akhir pekan. Bisa jadi mereka punya urusan yang lebih penting atau sekadar ingin beristirahat setelah bekerja seminggu penuh.

Kita harus menghormati keputusan mereka. Rasulullah saw. bersabda, “Hormatilah anak-anak kalian dan perbaikilah adab-adab mereka.” Imam Al-Ghazali menjelaskan dalam kitab Al-Adab fi Al-Din, setidaknya terdapat lima adab orang tua kepada anak-anaknya, “Adab orang tua terhadap anak, yakni membantu mereka berbuat baik kepada orang tua; tidak memaksa mereka berbuat kebaikan melebihi batas kemampuannya; tidak memaksakan kehendak kepada mereka di saat susah; tidak menghalangi mereka berbuat taat kepada Allah Swt.; tidak membuat mereka sengsara disebabkan pendidikan yang salah.”

5. Menjaga silaturahmi dan intens berkomunikasi.
Ada banyak kasus mertua memiliki hubungan tidak baik dengan menantu sehingga mereka jarang bertemu dan memutuskan silaturahmi. Ini tidak benar. Di sinilah perlu komunikasi yang lancar antara ibu mertua dan menantu agar hubungan kekeluargaan terjalin erat dan harmonis. Anak telah menikahi menantu, maka kita pun harus menerima keluarganya dan menjalin silaturahmi dengan besan, keluarga menantu.

Kita bisa menyambung silaturahmi dengan sesekali berkunjung ke rumah anak atau keluarga besan, saling menelepon atau berkomunikasi lewat WhatsApp dan sebagainya. Rasulullah saw. bersabda, “Orang yang menyambung silaturahmi itu bukanlah yang menyambung hubungan yang sudah terjalin, tetapi orang yang menyambung silaturahmi ialah orang yang menjalin kembali hubungan kekerabatan yang sudah terputus.” (Muttafaqun ‘alaih)

6. Tidak meminta anak memilih sehingga bisa menyulitkan anak dan menantu kita.
Ketika peran sebagai ibu harus bergeser karena anak sudah memiliki pasangan, kita harus ingat bahwa ini bukan kompetisi. Alangkah baiknya jika tidak menempatkan anak di posisi sulit seperti memilih antara ibu atau pasangannya. Jangan pernah melontarkan kalimat semacam itu meski hanya bercanda. Sebagai ibu dan mertua, hendaknya kita menahan diri dari hal demikian. Bagaimanapun, anak memiliki kewajiban terhadap istri dan anak-anaknya. Demikian halnya istri dan anaknya, memiliki hak dari suami dan ayahnya. Jangan sampai karena ulah kita, kehidupan rumah tangga anak dan menantu terganggu.

7. Menawarkan bantuan nyata.
Terkadang, anak dan menantu sungkan meminta bantuan kepada kita, padahal mereka memang butuh. Oleh sebab itu, alangkah baiknya jika kita berinisiatif menawarkan bantuan kepada mereka. Misalkan, ketika mereka ada kesibukan dakwah yang akhirnya membutuhkan bantuan untuk menjaga anak sementara waktu, 2 atau 3 jam misalnya, sedangkan kita saat itu dalam kelapangan. Atau ketika anak harus ke luar kota karena urusan pekerjaan, ada baiknya kita menawarkan bantuan ketika menantu kerepotan mengurus anak-anak sendirian.

Bisa saja datang ke rumah mereka atau mengajak agar menantu dan anak-anaknya menginap di rumah kita. Hal ini tidak saja mencairkan suasana dan membangun respek satu sama lain, melainkan bisa mempererat hubungan kekeluargaan dan kedekatan antara nenek-kakek dan cucu-cucunya. Mereka bisa bercengkerama bersama.

8. Selalu mendoakan menantu dan anak kita.
Beberapa hadis Rasulullah saw. menjelaskan bahwa di antara doa yang mustajab adalah doa orang tua untuk anaknya, baik doa kebaikan maupun keburukan. Dari Anas bin Malik ra., Rasulullah saw. bersabda,

ثَلاَثُ دَعَوَاتٍ لاَ تُرَدُّ دَعْوَةُ الْوَالِدِ ، وَدَعْوَةُ الصَّائِمِ وَدَعْوَةُ الْمُسَافِرِ

“Tiga doa yang tidak tertolak, yaitu doa orang tua, doa orang yang berpuasa, dan doa seorang musafir.” (HR Al Baihaqi dalam Sunan Al Kubro) Dari Abu Hurairah ra., Nabi saw. bersabda,

ثَلاَثُ دَعَوَاتٍ مُسْتَجَابَاتٌ لاَ شَكَّ فِيهِنَّ دَعْوَةُ الْوَالِدِ وَدَعْوَةُ الْمُسَافِرِ وَدَعْوَةُ الْمَظْلُومِ

“Tiga doa yang mustajab yang tidak diragukan lagi, yaitu doa orang tua, doa orang yang bepergian (safar), dan doa orang yang dizalimi.” (HR Abu Daud no. 1536) Juga dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah saw. bersabda
, ثَلاَثُ دَعَوَاتٍ يُسْتَجَابُ لَهُنَّ لاَ شَكَّ فِيهِنَّ دَعْوَةُ الْمَظْلُومِ وَدَعْوَةُ الْمُسَافِرِ وَدَعْوَةُ الْوَالِدِ لِوَلَدِهِ

“Tiga doa yang mustajab yang tidak diragukan lagi yaitu doa orang yang dizalimi, doa orang yang bepergian (safar) dan doa baik orang tua pada anaknya.” (HR Ibnu Majah no. 3862) Beberapa ulama menyampaikan pendapatnya tentang hadis-hadis yang menunjukkan doa orang tua kepada anaknya—termasuk menantunya—itu mustajab, baik doa ayah maupun ibu. Namun, doa ibu lebih mustajab lagi.

Al-Munawi rahimahullah menjelaskan bahwa doa orang tua kepada anaknya terijabah karena rasa sayang orang tua yang tulus kepada anaknya dan orang tua banyak mendahulukan anak daripada dirinya sendiri. Doa dengan rasa sayang yang tulus mengakibatkan terkabulkannya doa. Dalam hadis ini tidak disebutkan lafaz “al-walidah” (ibu), padahal ibu lebih berhak dan lebih besar kemungkinan dikabulkan doanya daripada ayah. Ini karena keutamaan ibu sudah maklum (diketahui semua orang). (Faidhul Qadir, 3/301).

Ini adalah pelajaran yang sudah seharusnya setiap orang tua ketahui, terlebih kita sebagai ibu. Kekuatan doa seorang ibu untuk anak-anak dan menantu akan mampu mengetuk langit, sebagaimana disampaikan Rasulullah dalam hadis-hadisnya, termasuk ke dalam doa yang mudah Allah ijabah. Sudah seharusnya lisan kita selalu terhiasi doa-doa yang baik untuk anak-anak, menantu, dan cucu-cucu kita. Demikianlah tuntunan Islam untuk kita semua agar terjalin hubungan baik dan harmonis antara mertua, anak, dan menantu; saling menghormati dan tolong-menolong di antara semua layaknya sahabat karib.

Hal ini akan makin menguatkan tali kekeluargaan antara seluruh keluarga, terutama dua keluarga besar. Semoga Allah selalu melindungi dan menjaga keluarga kita hingga nanti bertemu dan bisa berkumpul kembali di surga-Nya. Aamiin yaa mujiibas saailiin. [MNews/Juan]

https://www.muslimahnews.com/2021/11/10/menjalin-persahabatan-dengan-menantu-bagaimana-tuntunan-islam/
---------------





___
https://bit.ly/DuniaParenting_FACEBOOK
https://bit.ly/DuniaParenting_INSTAGRAM
https://bit.ly/DuniaParenting_TWITTER
https://bit.ly/DuniaParenting_TELEGRAM

*📖 Jejak Rasulullah dan Sahabat: Dari Gua Hira hingga Mendunia*Buku ini bukan hanya sekadar kisah sejarah, tetapi juga s...
10/09/2025

*📖 Jejak Rasulullah dan Sahabat: Dari Gua Hira hingga Mendunia*

Buku ini bukan hanya sekadar kisah sejarah, tetapi juga sebuah panduan hidup bagi kita semua. Sesuai dengan silabus Tsaqofah Anak Sholeh, buku ini cocok dibaca oleh anak-anak maupun orang dewasa yang ingin memperdalam pengetahuan tentang Sirah Rasulullah dan para sahabat dengan cara yang mudah dipahami.

*✨ Kelebihan Buku Ini:*
✅ Ringkas, jelas, dan mudah untuk disampaikan kembali
✅ Mengajarkan nilai keimanan, keberanian, serta keteguhan hati
✅ Memahami dakwah politik nabi Muhammad sejak diutus menjadi Rasul hingga mendunia

_*📚 Pastikan jangan sampai ketinggalan Pre-Order buku JEJAK DAKWAH RASULULLAH DAN SAHABAT : DARI GUA HIRA SAMPAI MENDUNIA agar kita mampu mendidik anak kita menjadi generasi pejuang Islam sebagaimana yang di tuliskan di dalam buku ini*_.
--------------
Fast Respon : wa.me/6282260876108





___
https://bit.ly/DuniaParenting_FACEBOOK
https://bit.ly/DuniaParenting_INSTAGRAM
https://bit.ly/DuniaParenting_TWITTER
https://bit.ly/DuniaParenting_TELEGRAM

*Melarang Anak Usia Dini*Oleh : Dra (Psi) Zulia ilmawati - Assalaamu'alaikum Wr. Wb.Ibu Pengasuh Rubrik Konsultasi Kelua...
10/09/2025

*Melarang Anak Usia Dini*
Oleh : Dra (Psi) Zulia ilmawati

- Assalaamu'alaikum Wr. Wb.

Ibu Pengasuh Rubrik Konsultasi Keluarga yang saya hormati, anak usia usia dini memiliki rasa ingin tahu yang besar. Ada kalanya melakukan hal-hal yang menurut saya cukup berbahaya dan harus dilarang. Sementara saya pernah mendengar kalau sebaiknya jangan terlalu mem-batasi anak bereksplorasi. Bahkan ada yang mengatakan tidak boleh menggunakan kata "jangan" saat melakukan pengasuhan pada anak. Lalu bagaimana cara melarang yang tepat untuk anak usia dini, tanpa mengekang rasa Ingin tahunya untuk melakukan eksplorasi? Jazakillah atas jawabannya.

Wassalaamualaikum Wr. Wb.
ILM

Wa'alaikumussalam Wr Wb.

Ibu ILM yang baik,

Usia dini adalah masa anak menjalani periode ter-pentingnya. Di usia ini anak mulai banyak mengeksplor sesuatu, belajar berbicara, mengolah diksi, dan mulai mengekspresikan moodnya. Anak usia dini paling senang bereksplorasi terhadap benda-benda dan lingkungan se-kitar. Tak heran mereka s**a melakukan berbagal hal baru untuk mendapatkan pengalaman baru. Rasa ingin tahu-nya sangat besar, tak jarang juga rasa keingintahuannya bisa mengundang bahaya. Misalkan, hanya ingin men gambil mainan di dalam lemari, dia memaksakan naik memanjatnya tanpa ada rasa takut akan jatuh. Sering kall mereka juga melanggar aturan dan kesopanan. Naik turun kursi saat ada tamu, minum minuman siapa saja yang ada di meja tamu dan sebagainya.

Ibu ILM yang baik,

Anak usia dini sering kali tidak menyukai kata la-rangan seperti "tidak" atau "jangan", Maka, saat dilarang malah seperti disuruh. Banyak di antara mereka yang ti-dak mengindahkan larangan tersebut, bahkan sebaliknya sengaja melakukan hal yang kita larang. Sementara kita sebagai orang tua ingin memberikan pendidikan pada anak agar berperilaku baik. Agar tahu mana yang boleh dilakukan dan mana yang tidak. Tujuan kita melarang anak adalah supaya la memahami konsekuensi dari peri lakunya. Maka, cara melarang anak yang baik adalah den gan memberikan penjelasan mengapa kita melarangnya. Walaupun mungkin anak belum dapat memahami se penuhnya, tapi proses ini merupakan suatu proses belajar dan melatih jalan pikirannya.

Ibu ILM yang baik,

Daripada berteriak marah-marah kepada anak yang sedang mengaduk-aduk dan membuang makanannya, orang tua bisa memberinya pengertian yang benar ke-pada anak mengapa la tidak boleh membuang makanan. Misalnya seperti, "Makanan bukan untuk dimainkan, tapi untuk dimasukkan ke dalam mulut dan ditelan. Sebaliknya Jika melakukan sesuatu yang baik, seperti menghabiskan kan makanannya, berilah pujian kepadanya. Sampaikan alasan yang masuk akal, yang mudah dipahami menga-pa dilarang. Mereka mungkin tetap tidak mau menurut, tapi dibutuhkan proses pembiasaan dan berkelanjutan. Jangan pernah menyerah, teruslah memberikan contoh yang baik dan terapkan larangan dengan cara yang tepat dan positif hingga terbentuk perilaku yang benar pada anak.

Ibu ILM yang baik,

Cara bijak lainnya, adalah dengan mengganti vata larangan dengan kalimat yang positif. Misalnya, daripada berkata "Jongon mencoret-coret tembok, lebih baik guns kan kalimat "Corat coretnya di kertas ajo, yuk. Meski arak anak tidak menyukai kata "jangan, sebaiknya kita tidak alergi menggunakan kata tersebut dalam membentuk perilaku anak. Banyak orang tua yang salah kaprah da lam pola pengasuhan anak. Sejak kecil si anak dibiarkan tumbuh tanpa larangan. Sebagian orang tua mengang gap, melarang anak berarti membatasi gerak anak dalam bereksplorasi. Jika demikian, apa jadinya jika si kecil tak pernah mendengar kata jangan dari orang tuanya? Bisa kita bayangkan akan tumbuh menjadi anak tak terkendall karena hidup dalam lingkungan yang membebaskannya melakukan hal apa pun.

Ibu ILM yang baik,

Melarangnya bukan berarti mengekangnya bereks-plorasi, akan tetapi lebih kepada mengarahkan agar ia bisa hidup sesuai dengan norma (adabi yang sepantas nya la kenal sejak kecil. Kata tersebut tidak boleh diucap-dengan emosi, namun harus tegas, sehingga anak tahu bahwa kita benar-benar serius melarang perbuatan nya. Pertegas juga keseriusan dengan bahasa tubuh ke-tika melarang anak. "Tidaklah ada pemberian yang lebih baik dari orang tua kepada anaknya dari pada pendidikan adab yang baik" (HR Bukhari)

(Sumber : MediaUmat)
--------------





___
https://bit.ly/DuniaParenting_FACEBOOK
https://bit.ly/DuniaParenting_INSTAGRAM
https://bit.ly/DuniaParenting_TWITTER
https://bit.ly/DuniaParenting_TELEGRAM

*MENAKAR KESEHATAN MENTAL AYAH DALAM PENGASUHAN ANAK*Oleh : Ustazah Yanti Tanjung - Study tentang kesehatan mental ayah ...
04/09/2025

*MENAKAR KESEHATAN MENTAL AYAH DALAM PENGASUHAN ANAK*
Oleh : Ustazah Yanti Tanjung

- Study tentang kesehatan mental ayah sangat berpengaruh pada kesehatan tumbuh dan berkembangnya anak. Ayah yang memiliki kesehatan mental yang baik cendrung akan memperlakukan anak dengan baik dan penuh kasih sayang, sebaliknya ayah yang memiliki kesehatan mental yang buruk cendrung berpengaruh kepada keburukan pengasuhan dampaknya kepada anak-anak yang juga memiliki kesehatan mental yang buruk. Studi di jurnal JAMA Pediatrics menyebut, mental ayah yang kurang baik sedikit berkaitan dengan perkembangan anak. Termasuk perkembangan kognitif, emosional, bahasa, dan fisik.

"Pria berisiko mengalami tekanan mental yang lebih tinggi selama masa transisi menjadi ayah, dengan tingkat prevalensi di antara pria selama masa perinatal setinggi 8% untuk depresi klinis, 11% untuk kecemasan, dan 6% hingga 9% untuk stres yang meningkat," tulis para penulis dalam penelitian tersebut. (https://www.detik.com/edu/detikpedia/d-8046795/studi-kesehatan-mental-ayah-yang-buruk-bisa-membahayakan-perkembangan-anaknya)

Ayah hari ini memang banyak beban, terlebih lagi beban nafkah, tidak hanya kewajiban sandang, pangan dan papan juga beban biaya pendidikan dan kesehatan yang seharusnya menjadi beban tanggung jawab negara. Sisi lain ayah juga tidak bisa hadir di tengah-tengah anak mereka, disebabkan kesibukan mendapatkan biaya hidup untuk keluarga bahkan hanya sekedar bertahan hidup, ayah menanggung beban yang amat memilukan. Hal ini sudah menjadi stressing tersendiri bagi ayah, apalagi jika kebanyakan ayah tidak mendapatkan kesempatan yang yang baik dalam dunia pernafkahan, kebanyakan pengangguran dan kerja serabutan.

Aspek lain karena ayah juga tidak mendapatkan edukasi tentang dunia pengasuhan anak, dan sisitem pendidikan kita tidak pernah menyiapkan seorang anak laki-laki menjadi ayah, dan juga minim ruang dan minim kesempatan belajar bagi ayah, mengakibatkan ayah tidak cukup bekal ilmu dan pemahaman tentang dunia parenting dan dunia perayahan. Sisi lain ketidakpedulian ayah terhadap generasi membuat dia tidak begitu perhatian untuk menyiapkan generasi yang lebih baik. Akibatnya ayah tidak memiliki visi yang jelas untuk anak-anak mereka, anak-anak bertumbuh dan berkembang tanpa arah.

Ayah juga tidak cukup skill mengatasi masalah anak-anak mereka, kehidupan yang sudah komplek persoalannya di luar rumah ketika ayah berada di rumah stres yang dialami terbawa ke rumah, yang menjadi korban luapan emosional akhirnya tertumpahkan kepada anak-anak.
Beban kehidupan yang berlipat2 ini seringkali membuat ayah down, tidak memiliki mental yang kuat, karena beban lebih berat daripada ketersediaan daya fisik dsn fisikis, Lantas bagaimana ayah memiliki mental yang tangguh untuk menyiapkan generasi tangguh walau dihadapkan pada perputaraan kehidupan Kapitalisme Sekulerisme setiap harinya ?

Setidaknya Allah memberikan dua konsep kepada ayah untuk menjadi tangguh dan menyiapkan anak tangguh. Pertama bertakwa kepada Allah, dengan takwa mental ayah akan kuat dan tidak mudah diombang ambing kehidupan yang serba mengukur kebahagiaan dengan uang.Dengan takwa ayah akan berbuat sesuai atas azas ketaatan kepada Allah dan rasulNya. Kedua berkata yang benar, dengan senantiasa berkata yang benar ayah akan terdorong bertindak yang benar dan itu akan meminimalisir kelemahan mental. Perkataan yang benar itu selalu mengungkapkan kalamullah (Alquran). Kalamur rasul, kalamu para sahabat dan kalam para ulama.
Wallaahu a’lam bishshowab.
-------------





___
https://bit.ly/DuniaParenting_FACEBOOK
https://bit.ly/DuniaParenting_INSTAGRAM
https://bit.ly/DuniaParenting_TWITTER
https://bit.ly/DuniaParenting_TELEGRAM

*Anak-anak sekarang makin lengket sama gadget ya, Bun❓*  Dilarang takut gaptek...  Dikasih malah main game terus 😩Padaha...
04/09/2025

*Anak-anak sekarang makin lengket sama gadget ya, Bun❓*
Dilarang takut gaptek...
Dikasih malah main game terus 😩

Padahal ada lho cara biar anak tetap kenal teknologi tapi tetap bermanfaat 💡

*Belajar coding!* nggak harus ribet, nggak butuh laptop, dan *Ayah Bunda yang nggak ngerti IT pun bisa dampingi!*

📘 *"10 Menit Pintar Coding Tanpa Pusing"*
_Buku full color + bonus video animasi 😍_
Ngajarin logika, fokus, dan problem solving anak *dari kecil!*

🔥 *Stok terbatas Bun!*
Buruan pesen, biar anak makin cerdas *tanpa nambah pusing emaknya!*
-----------
Fast Respon : wa.me/6282260876108





___
https://bit.ly/DuniaParenting_FACEBOOK
https://bit.ly/DuniaParenting_INSTAGRAM
https://bit.ly/DuniaParenting_TWITTER
https://bit.ly/DuniaParenting_TELEGRAM

🌸 Dalam seri ini, anak-anak akan mengenal:- Sumayyah - Syahidah wanita pertama yang teguh dalam iman.- Asma’ binti Abu B...
27/08/2025

🌸 Dalam seri ini, anak-anak akan mengenal:

- Sumayyah - Syahidah wanita pertama yang teguh dalam iman.
- Asma’ binti Abu Bakar - Pemilik dua ikat pinggang yang pemberani.
- Ummu Sulaim - Ibu dari pejuang kecil yang mulia.

*💡 Mengapa harus punya buku ini?*
✅ Kisah penuh inspirasi dari shahabiyah pemberani.
✅ Mengajarkan nilai iman, keberanian, dan keteguhan hati sejak dini.
✅ Desain ilustrasi fullcolour & menarik, cocok untuk anak.
✅ Kertas premium, awet & nyaman dibaca.

🎉 Harga Spesial!
*Harga satuan: 👉 Rp21.000*
*Bundling 3 buku: 👉 Rp57.750*

✨ Ukuran 17x17 cm | 24 halaman | Softcover premium
✨ Finishing rapi, Full color
----------------
Fast Respon : wa.me/6282260876108





___
https://bit.ly/DuniaParenting_FACEBOOK
https://bit.ly/DuniaParenting_INSTAGRAM
https://bit.ly/DuniaParenting_TWITTER
https://bit.ly/DuniaParenting_TELEGRAM

*Glorifikasi Perceraian, Korban Standar TikTok*Oleh: Kholda NajiyahFounder Salehah Institute -Muncul fenomena kehancuran...
27/08/2025

*Glorifikasi Perceraian, Korban Standar TikTok*
Oleh: Kholda Najiyah
Founder Salehah Institute

-Muncul fenomena kehancuran rumah tangga disebabkan standar TikTok. Konten ngawur tentang pernikahan yang bertebaran di sana, menjadi pemicu banyaknya perceraian di kalangan anak muda. Terutama gugat cerai istri.

Lebih miris lagi, mereka merayakan perceraian itu dengan menjadikannya konten di media sosial. Dimanip**asi seolah prestasi, padahal tragedi. Seharusnya sedih, malah bahagia. Sebenarnya tabu diekspose ke ruang publik, malah diviralkan.

Perempuan-perempuan itu keluar dari ruang sidang sambil mengacungkan akta cerai dengan senyum mengembang. “Dapat akta cerai sedih, NO! Dapat akta cerai happy, YES!” Begitu bunyi kepsen untuk mengabarkan pada dunia maya, bahwa dia telah menjanda, padahal menikah baru seumur jagung.

Lalu, ratusan komentar berisi dukungan membanjiri. Sebagian lain memberi kesaksian, bahwa mereka juga cerai dari pernikahan singkat. Cerai kok bangga.

*Seumur Jagung*

Glorifikasi perceraian ini, bukan tentang perahu rumah tangga red flag yang puluhan tahun berlayar, lalu oleng dan wajib diselamatkan dengan pintu emergency berupa perceraian. Ini juga bukan tentang pernikahan toxic yang membahayakan bila terus dipertahankan. Tentu, kita juga tidak mendukung dan membiarkan pernikahan seperti ini bertahan.

Misal, jika sudah terjadi KDRT, penganiayaan, perselingkuhan berupa zina, penelantaran nafkah, judi online atau utang riba yang mencekik, silakan saja jika cerai menjadi jalan keluar. Terlebih jika suami benar-benar tidak mau bertobat dan tidak ada tanda-tanda tobat nasuha. Inilah hikmah dibolehkannya cerai dalam Islam, yaitu menghilangkan kezaliman dalam pernikahan.

Tetapi, kita sedang menyoroti fenomena perceraian di usia pernikahan yang sangat singkat. Perahu pernikahan di bawah lima tahun, bahkan beberapa minggu, lalu kandas dan tenggelam. Mirisnya lagi, para perempuan muda yang belum lama menyandang status sebagai istri ini, justru yang menenggelamkan perahu pernikahannya sendiri.

*Seberapa Darurat*

Penyebab gugat cerai istri di pernikahan singkat ini, kebanyakan disebabkan oleh hal-hal yang sebenarnya masih bisa diselesaikan baik-baik tanpa buru-buru bercerai. Bisa dibilang, belum darurat cerai. Misal, ada yang gugat cerai karena dikomentari mertua, sementara suami tidak tampak membela. Ada yang cerai gara-gara suami selalu minta diambilkan nasi yang dianggap bentuk penindasan seorang suami patriarki. Ada yang cerai karena suami terlalu pendiam, dianggap silent treatment. Tidak asyik diajak seru-seruan.

Pendek kata, pemicu cerai pasangan muda ini, kebanyakan hal-hal biasa yang sebetulnya lumrah terjadi di hampir semua rumah tangga. Bertengkar dengan pasangan, salah paham, perdebatan sengit, miskomunikasi, konflik dengan mertua, uang belanja habis sebelum gajian, atau ketidak-pekaan suami; itu hal yang pasti terjadi dalam setiap relasi suami istri.

Semua itu, butuh proses adaptasi dan pendewasaan mental dalam waktu relatif panjang. Harus berjuang dan bersabar menjalaninya. Karena, setiap masalah dalam relasi suami-istri, pasti ada solusinya. Antara lain dengan belajar tentang ilmu pernikahan lebih komprehensif. Bukan bermudah-mudah cerai.

*Standar Medsos*

Pemudi hari ini, kebanjiran informasi tentang pernikahan di media sosial. Konten, quote, influencer, dan podcast, membentuk konstruksi baru tentang pernikahan yang keliru. Termasuk drama dan film romantis di saluran berbayar, yang menggambarkan pernikahan yang tidak realistis.

Mereka mengira, pernikahan itu isinya bahagia semua. Senang terus. Tercapai semua ekspektasinya. Seperti, resepsi yang mewah, kencan yang romantis, rumah yang estetik, suami yang bisa diajak seru-seruan buat jalan-jalan dan jajan, serta kondisi keuangan yang stabil. Persis gambaran nikah yang mereka saksikan di media sosial.

Akibatnya, ketika dihadapkan pada kehidupan pascanikah yang pahit, tidak siap mental. Mereka terkejut ketika menikah itu yang dominan adalah soal tagihan listrik, beras yang habis, dan nafkah yang minim. Mereka kecewa dan merasa menjadi korban. Lalu, perceraian menjadi pelarian yang disyukuri. Bukan lagi dianggap sebagai tragedi, tetapi dimanip**asi menjadi konten yang dikapitalisasi

Mereka hanya memandang pernikahan sebagai kontrak sosial untuk hidup senang. Jika tidak tercapai ekspektasinya dan merasa tidak bahagia, semudah itu mereka memutuskan komitmen. Mereka tidak paham akan konsekuensi sesudah menikah, bahwa rumah tangga itu bukan semata-mata untuk menerima kesenangan, tetapi bahkan harus mengorbankan kesenangan.

Menikah adalah komitmen jangka panjang untuk membangun rumah tangga yang harmonis, melahirkan generasi penerus, dan menghasilkan output berupa ketangguhan dan ketakwaan diri. Semua itu harus dijalani dengan penuh bertanggung jawab atas risikonya. Termasuk, siap memperjuangkan keutuhannya.

Menikah adalah akad agung yang sakral, hingga diperjuangkan agar tetap utuh dan tahan dari badai ujian. Menikah bukan mencari kesenangan semata, tetapi menjalani proses yang kadang penuh kesusahan untuk mewujudkan impian bersama pasangan. Nah, proses yang penuh lika-liku perjuangan ini, tentu tidak dikontenkan di media sosial. Mengingat, media sosial memang ajang pamer kebahagiaan semu.

*Korban Toxic Positivity*

Pemicu maraknya glorifikasi perceraian di usia nikah seumur jagung ini, juga narasi-narasi menyesatkan yang disebut toxic positivity. Kata-kata motivasi yang seolah benar dan menggugah, namun bisa menjerumuskan bila disalahgunakan.

Misalnya, self love, selamatkan mentalmu. Kamu berhak bahagia. Cintai hidupmu. Sendiri terbukti lebih sukses. Keputusanmu tepat, mumpung belum punya anak. Kamu hebat, daripada seumur hidup menikahi orang yang salah. Lebih baik anak melihat orang tuanya bahagia meski berpisah, daripada serumah tapi sering bertengkar. Sungguh narasi yang salah kaprah dalam memaknainya.

Ingat, bercerai di usia pernikahan sangat singkat, hanya karena alasan sepele, sejatinya adalah bentuk ketidak-dewasaan. Alih-alih dianggap sosok yang hebat, justru itu adalah bentuk kurangnya rasa tanggung jawab. Betapa tidak bertanggungjawabnya atas akad nikah yang telah mereka ikrarkan di hadapan Allah Swt.

Memutuskan cerai hanya karena sakit hati oleh komentar mertua. Kecewa pada pasangan hanya karena dia tidak romantis. Sakit hati karena tidak pernah diberi hadiah. Merasa tidak dihargai karena jarang dipuji. Stres finansial karena semua impiannya akan materi belum terwujud seketika itu juga, lalu cerai. Semua itu pertanda belum dewasa. Alangkah tidak bijak dan tidak bertanggung-jawabnya, jika pernikahan hanya dibayangkan untuk bersenang-senang.

Dewasa dan memutuskan menikah itu, harus siap dengan konflik batin saat membangun relasi dengan pasangan. Bersedia membersamai pasangan dalam proses perjuangannya. Ada keringat dan air mata di sana. Bersedia akad nikah, berarti siap menerima kekurangannya. Memaklumi perbedaan. Bersedia belajar lebih keras untuk menguasai tata cara membangun relasi yang benar. Bertanggungjawab menjaga akad hingga akhir hayat.

Pendek kata, menikah itu memang tidak seindah standar TikTok yang tidak realistis. Apa itu standar TikTok? Konten kemesraan suami istri, atau quote-quote pernikahan yang menggiring pada perasaan kurang bahagia. Contohnya: istri modern itu nafkahnya Rp15 juta. Suami saleh itu yang menyerahkan ATM-nya ke istri. Dan sejenisnya.

Standar media sosial —tak hanya TikTok— merusak cara pandang akan pernikahan. Ini berlangsung secara sistemik melalui algoritmanya. Sekali saja klik quotes pernikahan, seseorang akan dibanjiri dengan quotes sejenis lainnya. Akibatnya, pikiran akan termanip**asi dengan narasi-narasi tersebut.

Seorang istri yang terpapar standar TikTok akan kesempurnaan dalam pernikahan, tiba-tiba merasa pernikahannya kurang bahagia. Efeknya, tidak bersyukur dan gampang memutuskan cerai. Sebab, manusia punya kecenderungan untuk membandingkan dirinya dengan orang lain.

*Standar Islam*

Menikah adalah komitmen jangka panjang. Jika ada masalah, kedua pihak harus introspeksi dan mencari jalan keluar semaksimal mungkin. Jangan cari solusi di media sosial, karena ada bias konfirmasi di sana. Artinya, orang cenderung menemukan konten yang sejalan dengan masalah di benaknya. Akibatnya, ia merasa yakin bahwa keputusannya untuk cerai sudah tepat.

Dulu, bercerai itu keputusan panjang setelah melalui proses berlapis-lapis. Melibatkan keluarga, konsultasi, istikharah dan perenungan panjang. Sekarang, cerai hanya mengikuti trend, karena terbawa arus testimoni seseorang yang bahagia setelah bercerai. Media sosial menciptakan ekosistem bahwa bercerai di usia pernikahan seumur jagung itu normal dan wajar.

Sekali lagi, bukan berarti cerai itu tidak boleh. Islam membolehkan dengan alasan syar’ie yang kuat. Tetapi jika itu terjadi di usia nikah yang singkat, perlu dikritisi. Jangan dinormalisasi, tetapi dicarikan solusi. Karena, ini bukan persoalan individu semata, tapi sudah sistemik.

Perceraian yang terus meroket, akan berdampak buruk, baik saat ini maupun nanti. Perlu peran negara dan kebijakan holistik untuk mengantisipasinya. Bukankah keluarga adalah elemen fundamental dalam pembentukan peradaban bangsa?

Dimulai dari evaluasi akan sistem pendidikan, yang seharusnya menyiapkan generasi menjadi dewasa dan kuat mental. Melalui kurikulum yang include tentang pernikahan, memahamkan mereka akan tanggung jawab ketika memasuki usia dewasa.

Lalu, tentang pengaturan media, baik media mainstream maupun media sosial. Apakah negara benar-benar akan membebaskan begitu saja media sosial yang sudah sedemikian meresahkan dampaknya? Negara-negara lain bisa melarang aplikasi media sosial tertentu, jika dianggap lebih banyak membawa mudharat dibanding manfaatnya. Berarti jika ada kemauan, negara ini pun bisa.(*)

-------------





___
https://bit.ly/DuniaParenting_FACEBOOK
https://bit.ly/DuniaParenting_INSTAGRAM
https://bit.ly/DuniaParenting_TWITTER
https://bit.ly/DuniaParenting_TELEGRAM

Address

Jalan Banda, Watulondo, Puuwatu
Kendari
93411

Telephone

+6282252964727

Website

Alerts

Be the first to know and let us send you an email when Dunia Parenting posts news and promotions. Your email address will not be used for any other purpose, and you can unsubscribe at any time.

Contact The Business

Send a message to Dunia Parenting:

Share