05/11/2025
*5 Hal Yang Menjauhkan Konflik Dari Pernikahan*
Oleh : Ustaz Iwan Januar
- Pernikahan takkan pernah sempurna, selalu ada kekurangan sebagai ujian. Tapi sekurang-kurangnya ada lima hal yang bila menjadi habit dalam pernikahan, akan menciptakan menjauhkan konflik, dan malah mendekatkan suasana sakinah mawaddah wa rahmah.
Tidak ada pernikahan yang sempurna. Tidak ada juga pernikahan ala dongeng peri seperti Snow White atau Cinderella yang katanya selalu bahagia. Dalam pernikahan selalu ada potensi untuk berkonflik dengan pasangan. Tapi, bukan berarti Anda tidak bisa meraih kebahagiaan dalam pernikahan.
Bukankah Allah Swt telah menciptakan pasangan untuk kita, dan mensyariatkan pernikahan untuk bisa meraih kehidupan sakinah, mawaddah dan rahmah? Tentu semua tidak datang begitu saja. Ada langkah yang harus diambil untuk menciptakan pernikahan yang bahagia dan menjauhkan konflik dari pernikahan.
Pertama, segarkan dan kuatkan kembali komitmen
Bukan saja pernikahan yang telah berjalan belasan atau puluhan tahun yang lupa akan komitmen pernikahan. Pasangan yang baru berusia di bawah sepuluh tahun pun seringkali lupa dengan komitmen hidup bersama. Banyak data yang menyebutkan ketika usia pernikahan memasuki tahun ke-3 menjadi rawan konflik. Persoalan datang semisal kondisi finansial yang belum stabil, keinginan untuk pindah rumah yang lebih nyaman, pengasuhan anak, atau belum juga mendapatkan anak, dsb.
Penyebab konflik jadi sering datang adalah mengabaikan komitmen pernikahan. Bahwa menikah itu adalah ibadah yang agung. Menikah itu adalah untuk saling mengingatkan dalam kebenaran dan kesabaran. Menikah adalah proses untuk saling memahami, dsb.
Luangkan waktu untuk menafakurkan kembali komitmen pernikahan itu. Baik saat sendiri maupun bersama pasangan. Mana bagian dari komitmen itu yang Anda dan pasangan tersilap, lalu munculkan kembali komitmen-komitmen secara bersama.
Kedua, membiasakan sikap respek pada pasangan
Respek adalah menghormati dan menghargai apa yang pada pada pasangan. Mulai dari urusan pribadinya maupun aktivitas bersama dalam pernikahan. Misalnya suami punya hobi membaca buku sejarah atau koleksi sepatu, maka yang bisa dilakukan istri adalah ikut senang dengan kebiasaannya walaupun itu bukan hobi Anda. Atau merapikan novel-novelnya dan meletakkan sepatu olahraga suami di tempat rapi agar tidak berdebu.
Atau suami tahu istrinya senang di waktu me-time mencari hiburan dengan membaca novel atau menata ruangan di rumah. Suami mestinya bersikap respek dengan tidak merendahkan bacaan istri, atau tidak memperhatikan kerapihan rumah. Hargai juga pasangan dengan membiasakan tutur kata yang santun, berterima kasih atas kebaikannya, senang dengan pemberiannya, dsb.
Respek dalam hubungan bersama penting seperti istri menghormati kepemimpinan suami dengan segala kelebihan dan kekurangannya. Sebaliknya suami pun menghargai kerja keras istri di rumah atau kelelahannya dalam mengasuh anak. Suami maupun istri berusaha menjadi pendengar yang baik saat pasangan berbicara. Sikap respek ini menjauhkan konflik dari pernikahan.
Ketiga, mengurangi sifat reaktif dalam pernikahan
Apakah Anda orang yang cepat merespon dengan emosi terhadap sikap pasangan? Lekas marah atau sedih pada pasangan? Sikap reaktif adalah sikap melepaskan emosi dengan cepat terhadap suatu kejadian. Mereka yang bersikap reaktif tidak berpikir matang atau mencoba bersabar saat menghadapi suatu kejadian.
Tidak sedikit suami yang langsung marah, mencaci bahkan memukul istri saat istri mengkritiknya, atau ketika istri lupa menyiapkan minum atau makan. Tidak jarang juga istri yang langsung marah ketika tahu suaminya memberi uang pada saudara kandung tanpa memberitahunya. Malah ada juga istri yang sewot saat suami berkunjung ke rumah ibu kandungnya sendiri tanpa pemberitahuan.
Sikap reaktif adalah bagian dari tergesa-gesa dan tidak menahan diri. Sikap ini seringkali menjadikan hubungan dengan pasangan dalam masalah. Sebab, orang yang bersikap reaktif sering emosinya meledak sering bukan karena alasan yang benar. Nabi Saw mengingatkan kita agar jangan menjadi orang yang tergesa-gesa, termasuk reaktif dalam bersikap. Sabdanya:
التَّأَنيِّ مِنَ اللهِ وَ العُجْلَةُ مِنَ الشَّيْطَانِ
Sifat perlahan-lahan (sabar) berasal dari Allah. Sedangkan sifat ingin tergesa-gesa itu berasal dari setan. (HR. Abu Ya’la dalam musnadnya dan Baihaqi dalam Sunanul Qubro)
Belajarlah untuk tenang dalam menghadapi sikap pasangan, atau saat menghadapi masalah. Kendalikan diri agar tidak mudah emosi. Lalu fokus pada solusi yang harus diambil bukan malah memperbesar masalah. Tidak kalah penting adalah mencari alasan atau uzur untuk bisa memaklumi kesalahan atau kekeliruan pasangan.
Keempat, stop mengeluhkan pasangan
Tidak banyak orang yang menyadari bahwa sifat mengeluh bukan hanya menyempitkan kehidupan, tapi juga menciptakan konflik dengan pasangan. Mengeluh itu adalah mengungkapkan perasaan karena keadaan yang dirasa berat atau susah. Namun tidak semua orang yang mendapatkan kesusahan itu berkeluh kesah. Ada orang yang ujian hidupnya begitu berat namun tidak pernah terdengar mengeluh pada orang lain. Sebaliknya, ada orang yang sebenarnya hidupnya masih lapang tapi lebih sering berkeluh kesah.
Sikap mengeluh ini jadi pemicu konflik dalam pernikahan ketika menjadi kebiasaan, apalagi yang dikeluhkan adalah pasangannya. Soal nafkahnya yang dirasa kurang, soal sikapnya yang dinilai kurang perhatian pada istri, kurang perhatian pada anak, kurang respek pada pasangan, dsb. Konflik bisa menjadi besar ketika fakta yang dikeluhkan sebenarnya tidak demikian. Namun kalau mengeluh sudah jadi tabiat, maka konflik akan sering terjadi.
Ketimbang mengeluh, sebaiknya bicarakan dengan baik-baik keadaan rumah tangga bersama pasangan. Bantu pasangan untuk mengurangi kekurangan dirinya, semata karena Allah dan karena cinta. Bersama-sama mencari jalan keluar. Lalu sama-sama banyak mendekatkan diri pada Allah agar hati menjadi lapang dan diberi jalan keluar dari setiap persoalan.
Kelima, berikan waktu berkualitas dan perhatian
Di antara hal yang menjadi konflik dalam pernikahan adalah sikap pasangan yang kurang memberikan perhatian dan waktu berkualitas. Di sisi lain, ada pasangan yang lebih merasa enjoy berkumpul dengan komunitas, dengan kawan-kawan, atau dengan keluarga tapi bukan dengan istri dan anak.
Mencari nafkah adalah wajib. Berdakwah juga kewajiban agung. Namun semua ada pembagian yang diperintahkan agama. ”Sesungguhnya pada keluargamu ada hak,” pesan Salman al-Farisi pada sahabat Abu Darda ra. Nasihat Salman ini dibenarkan Rasulullah Saw (HR. Bukhari).
Kalau bekerja dan berdakwah saja mesti diatur sedemikian rupa, agar tidak melanggar hak keluarga, apalagi sekedar hobi. Sebab, tidak sedikit suami atau istri saking asyiknya dengan hobi sampai menghabiskan waktu berkualitas untuk keluarga.
Perhatikanlah, Rasulullah Saw saja sering bercengkrama dengan istri-istri beliau. Mengajak mereka ikut dalam beberapa acara termasuk menemani perjalanan jihad fi sabilillah. Menonton hiburan tarian orang Habsyah bersama Aisyah atau mengajaknya balap lari.
Sempatkan waktu bersama keluarga untuk menguatkan emotional bonding, sambil menyisipkan tausiyah penguat iman pada pasangan dan anak-anak. []
Sumber : iwanjanuar.com
---------
___
https://bit.ly/DuniaParenting_FACEBOOK
https://bit.ly/DuniaParenting_INSTAGRAM
https://bit.ly/DuniaParenting_TWITTER
https://bit.ly/DuniaParenting_TELEGRAM