Dunia Parenting

Dunia Parenting Menyediakan berbagai produk keluarga dan artikel parenting

05/11/2025

*5 Hal Yang Menjauhkan Konflik Dari Pernikahan*
Oleh : Ustaz Iwan Januar

- Pernikahan takkan pernah sempurna, selalu ada kekurangan sebagai ujian. Tapi sekurang-kurangnya ada lima hal yang bila menjadi habit dalam pernikahan, akan menciptakan menjauhkan konflik, dan malah mendekatkan suasana sakinah mawaddah wa rahmah.

Tidak ada pernikahan yang sempurna. Tidak ada juga pernikahan ala dongeng peri seperti Snow White atau Cinderella yang katanya selalu bahagia. Dalam pernikahan selalu ada potensi untuk berkonflik dengan pasangan. Tapi, bukan berarti Anda tidak bisa meraih kebahagiaan dalam pernikahan.

Bukankah Allah Swt telah menciptakan pasangan untuk kita, dan mensyariatkan pernikahan untuk bisa meraih kehidupan sakinah, mawaddah dan rahmah? Tentu semua tidak datang begitu saja. Ada langkah yang harus diambil untuk menciptakan pernikahan yang bahagia dan menjauhkan konflik dari pernikahan.

Pertama, segarkan dan kuatkan kembali komitmen

Bukan saja pernikahan yang telah berjalan belasan atau puluhan tahun yang lupa akan komitmen pernikahan. Pasangan yang baru berusia di bawah sepuluh tahun pun seringkali lupa dengan komitmen hidup bersama. Banyak data yang menyebutkan ketika usia pernikahan memasuki tahun ke-3 menjadi rawan konflik. Persoalan datang semisal kondisi finansial yang belum stabil, keinginan untuk pindah rumah yang lebih nyaman, pengasuhan anak, atau belum juga mendapatkan anak, dsb.

Penyebab konflik jadi sering datang adalah mengabaikan komitmen pernikahan. Bahwa menikah itu adalah ibadah yang agung. Menikah itu adalah untuk saling mengingatkan dalam kebenaran dan kesabaran. Menikah adalah proses untuk saling memahami, dsb.

Luangkan waktu untuk menafakurkan kembali komitmen pernikahan itu. Baik saat sendiri maupun bersama pasangan. Mana bagian dari komitmen itu yang Anda dan pasangan tersilap, lalu munculkan kembali komitmen-komitmen secara bersama.

Kedua, membiasakan sikap respek pada pasangan

Respek adalah menghormati dan menghargai apa yang pada pada pasangan. Mulai dari urusan pribadinya maupun aktivitas bersama dalam pernikahan. Misalnya suami punya hobi membaca buku sejarah atau koleksi sepatu, maka yang bisa dilakukan istri adalah ikut senang dengan kebiasaannya walaupun itu bukan hobi Anda. Atau merapikan novel-novelnya dan meletakkan sepatu olahraga suami di tempat rapi agar tidak berdebu.

Atau suami tahu istrinya senang di waktu me-time mencari hiburan dengan membaca novel atau menata ruangan di rumah. Suami mestinya bersikap respek dengan tidak merendahkan bacaan istri, atau tidak memperhatikan kerapihan rumah. Hargai juga pasangan dengan membiasakan tutur kata yang santun, berterima kasih atas kebaikannya, senang dengan pemberiannya, dsb.

Respek dalam hubungan bersama penting seperti istri menghormati kepemimpinan suami dengan segala kelebihan dan kekurangannya. Sebaliknya suami pun menghargai kerja keras istri di rumah atau kelelahannya dalam mengasuh anak. Suami maupun istri berusaha menjadi pendengar yang baik saat pasangan berbicara. Sikap respek ini menjauhkan konflik dari pernikahan.

Ketiga, mengurangi sifat reaktif dalam pernikahan

Apakah Anda orang yang cepat merespon dengan emosi terhadap sikap pasangan? Lekas marah atau sedih pada pasangan? Sikap reaktif adalah sikap melepaskan emosi dengan cepat terhadap suatu kejadian. Mereka yang bersikap reaktif tidak berpikir matang atau mencoba bersabar saat menghadapi suatu kejadian.

Tidak sedikit suami yang langsung marah, mencaci bahkan memukul istri saat istri mengkritiknya, atau ketika istri lupa menyiapkan minum atau makan. Tidak jarang juga istri yang langsung marah ketika tahu suaminya memberi uang pada saudara kandung tanpa memberitahunya. Malah ada juga istri yang sewot saat suami berkunjung ke rumah ibu kandungnya sendiri tanpa pemberitahuan.

Sikap reaktif adalah bagian dari tergesa-gesa dan tidak menahan diri. Sikap ini seringkali menjadikan hubungan dengan pasangan dalam masalah. Sebab, orang yang bersikap reaktif sering emosinya meledak sering bukan karena alasan yang benar. Nabi Saw mengingatkan kita agar jangan menjadi orang yang tergesa-gesa, termasuk reaktif dalam bersikap. Sabdanya:

التَّأَنيِّ مِنَ اللهِ وَ العُجْلَةُ مِنَ الشَّيْطَانِ

Sifat perlahan-lahan (sabar) berasal dari Allah. Sedangkan sifat ingin tergesa-gesa itu berasal dari setan. (HR. Abu Ya’la dalam musnadnya dan Baihaqi dalam Sunanul Qubro)

Belajarlah untuk tenang dalam menghadapi sikap pasangan, atau saat menghadapi masalah. Kendalikan diri agar tidak mudah emosi. Lalu fokus pada solusi yang harus diambil bukan malah memperbesar masalah. Tidak kalah penting adalah mencari alasan atau uzur untuk bisa memaklumi kesalahan atau kekeliruan pasangan.

Keempat, stop mengeluhkan pasangan

Tidak banyak orang yang menyadari bahwa sifat mengeluh bukan hanya menyempitkan kehidupan, tapi juga menciptakan konflik dengan pasangan. Mengeluh itu adalah mengungkapkan perasaan karena keadaan yang dirasa berat atau susah. Namun tidak semua orang yang mendapatkan kesusahan itu berkeluh kesah. Ada orang yang ujian hidupnya begitu berat namun tidak pernah terdengar mengeluh pada orang lain. Sebaliknya, ada orang yang sebenarnya hidupnya masih lapang tapi lebih sering berkeluh kesah.

Sikap mengeluh ini jadi pemicu konflik dalam pernikahan ketika menjadi kebiasaan, apalagi yang dikeluhkan adalah pasangannya. Soal nafkahnya yang dirasa kurang, soal sikapnya yang dinilai kurang perhatian pada istri, kurang perhatian pada anak, kurang respek pada pasangan, dsb. Konflik bisa menjadi besar ketika fakta yang dikeluhkan sebenarnya tidak demikian. Namun kalau mengeluh sudah jadi tabiat, maka konflik akan sering terjadi.

Ketimbang mengeluh, sebaiknya bicarakan dengan baik-baik keadaan rumah tangga bersama pasangan. Bantu pasangan untuk mengurangi kekurangan dirinya, semata karena Allah dan karena cinta. Bersama-sama mencari jalan keluar. Lalu sama-sama banyak mendekatkan diri pada Allah agar hati menjadi lapang dan diberi jalan keluar dari setiap persoalan.

Kelima, berikan waktu berkualitas dan perhatian

Di antara hal yang menjadi konflik dalam pernikahan adalah sikap pasangan yang kurang memberikan perhatian dan waktu berkualitas. Di sisi lain, ada pasangan yang lebih merasa enjoy berkumpul dengan komunitas, dengan kawan-kawan, atau dengan keluarga tapi bukan dengan istri dan anak.

Mencari nafkah adalah wajib. Berdakwah juga kewajiban agung. Namun semua ada pembagian yang diperintahkan agama. ”Sesungguhnya pada keluargamu ada hak,” pesan Salman al-Farisi pada sahabat Abu Darda ra. Nasihat Salman ini dibenarkan Rasulullah Saw (HR. Bukhari).

Kalau bekerja dan berdakwah saja mesti diatur sedemikian rupa, agar tidak melanggar hak keluarga, apalagi sekedar hobi. Sebab, tidak sedikit suami atau istri saking asyiknya dengan hobi sampai menghabiskan waktu berkualitas untuk keluarga.

Perhatikanlah, Rasulullah Saw saja sering bercengkrama dengan istri-istri beliau. Mengajak mereka ikut dalam beberapa acara termasuk menemani perjalanan jihad fi sabilillah. Menonton hiburan tarian orang Habsyah bersama Aisyah atau mengajaknya balap lari.

Sempatkan waktu bersama keluarga untuk menguatkan emotional bonding, sambil menyisipkan tausiyah penguat iman pada pasangan dan anak-anak. []

Sumber : iwanjanuar.com
---------





___
https://bit.ly/DuniaParenting_FACEBOOK
https://bit.ly/DuniaParenting_INSTAGRAM
https://bit.ly/DuniaParenting_TWITTER
https://bit.ly/DuniaParenting_TELEGRAM

04/11/2025

// HIV/AIDS di Sultra Meningkat, Gaya Hidup Liberal Menjerat, Lindungi Generasi dengan Syari’ah Kaffah //




-Ahad (19/10), Tokoh Muslimah Sulawesi Tenggara mengadakan diskusi publik dengan tema “HIV/AIDS di Sultra Meningkat, Gaya Hidup Liberal Menjerat, Lindungi Generasi dengan Syari’ah Kaffah.” Kegiatan ini diselenggarakan secara hybrid, berpusat di salah satu hotel di Kota Kendari, dan dihadiri lebih dari 100 tokoh umat secara langsung serta banyak peserta daring dari berbagai wilayah.

Acara dibuka oleh MC, dilanjutkan dengan tilawah Al-Qur’an dan pembacaan doa, kemudian masuk ke acara inti yang dipandu oleh moderator. Pemateri pada diskusi publik kali ini adalah Dr. Rosmawati, SKM., M.Kes dan ustadzah drg. Luluk Farida.

Ibu Rosma, selaku pemateri pertama mengawali materinya dengan ajakan kepada seluruh tokoh muslimah untuk menyatukan langkah dalam pencegahan dan pemberantasan HIV/AIDS di Sulawesi Tenggara (Sultra). Beliau kemudian memaparkan penjelasan mengenai apa itu HIV dan AIDS, termasuk gejalanya, cara penyebarannya, serta penyebabnya.

Pemateri pertama juga menyampaikan secara gamblang data jumlah screening dan temuan kasus HIV/AIDS di Sultra. Menurutnya, kondisi tersebut sangat memprihatinkan karena jumlah pengidap terus bertambah dengan berbagai cara penularan. Beliau menegaskan bahwa persoalan ini ibarat fenomena gunung es: bagian yang terlihat hanyalah sedikit, sedangkan yang terbesar tersembunyi dan tidak tampak. Oleh karena itu, beliau mengajak seluruh elemen masyarakat untuk menyatukan gerak dan upaya bersama dalam menanggulangi masalah ini.

Pemaparan materi kemudian dilanjutkan oleh pemateri kedua yang menekankan bahwa solusi terhadap HIV/AIDS hanya dengan penerapan Islam. Beliau menjelaskan meskipun berbagai upaya telah dilakukan, hasilnya belum juga membuahkan keberhasilan. Alih-alih menurun, kasus ini justru semakin meningkat.

Beliau menuturkan bahwa penyebabnya terletak pada upaya penanggulangan yang tidak tepat sasaran. Sejak awal, HIV/AIDS muncul akibat penyimpangan perilaku manusia. Seharusnya yang dibenahi adalah perilaku itu sendiri. Namun kenyataannya, perilaku menyimpang justru dibiarkan bahkan diberi ruang dan hak atas nama kebebasan.

Ustadzah Luluk menegaskan bahwa semua ini merupakan akibat dari paradigma sekuler-liberal yang telah meracuni pemikiran umat Islam hari ini. Umat harus sadar bahwa akar permasalahannya terletak pada paradigma rusak tersebut. Kembali kepada aturan Allah SWT adalah satu-satunya solusi.

Acara kemudian berlanjut dengan sesi diskusi yang melibatkan para tokoh muslimah yang hadir. Sebelum sesi tanya jawab dimulai, para peserta sepakat bahwa kondisi saat ini sangat memprihatinkan dan membutuhkan perhatian serius. Selain sesi tanya jawab, beberapa tokoh muslimah juga menyampaikan testimoni mereka atas terselenggaranya kegiatan ini.

Satu di antara para tokoh yang hadir, Ibu St. Suraidah A.D. Datu, S.Ag., M.Pd., seorang guru di salah satu sekolah di Kota Kendari, menyampaikan pandangannya berkaitan dengan kasus HIV/AIDS yang terus terjadi. Beliau menegaskan bahwa perilaku menyimpang akan terus terjadi selama manusia berpaling dari aturan Allah SWT. Ia menutup testimoninya menyampaikan bahwa manusia menjadi bermartabat ketika kembali kepada aturan Allah SWT. Wallahu a'lam bi showwab.

========
Gemakan Opini Islam dengan me-Like dan Share postingan Ini
========
Ikuti kami di:
Facebook : fb.com/MuslimahSultra4Islam
Youtube : http://bit.ly/MuslimahSultra4Islam
Instagram: www.instagram.com/muslimahsultra4islam
Twitter: twitter.com/MuslimahSultra
Telegram: t.me/MuslimahSultra4Islam
=======

29/10/2025

*MENGHADAPI BENTURAN NILAI PADA ANAK GEN Z*
Oleh : Ustazah Yanti Tanjung

- Dunia pendidikan selalau berbicara tentang nilai-nilai yang harus diraih oleh anak, mulai usia dini hingga usia dewasa. Nilai-nilai tersebut senantiasa ditanamkan pada diri anak melalui kurikulum pendidikan. Katakanlah di kurikulum pendidikan negeri nila-nilai yang harus disukseskan dalam pembelajaran adalah nilai-nilai dalam Pancasila, kita tahu semua ada 5 sila dan masing-masing sila memiliki nilai tertentu. Belakangan ini tidak cukup hanya nilai Pancasila yang diberikan kepada anak tapi juga nila-nilai dalam moderasi beragama yang mencakup empat nilai yaitu nilai kebangsaan, nilai toleransi, nilai anti kekerasan dan nilai menghargai budaya lokal. Dan masih banyal lainnya dimana posisi nilai-nilai Islam dalam kurikulum hanyalah polesan.

Arus global lebih dahsyat lagi dalam mengaruskan nilai-nilai yang bertentangan dengan Islam, katakanlah itu nilai sekulerisme, nilai liberalisme, nilai kesetaraan, nilai kapitalisme, nilai sosialisme, nilai komunisme, nilai pluralisme dan seabrek nilai lainnya. Nilai-nilai ini sudah merasuk ke dalam benak anak-anak kita hari ini, bahkan sudah mengurat berakar. Jika pertahanan nilai-nilai Islam tidak kokoh maka anak-anak kita akan babak belur di tengah rusaknya sistem nilai kehidupan.

Sumber nilai yang di dapatkan oleh anak gen Z hari ini tidak lagi seputar rumah akan tetapi meluas dia dapatkan di sekolah, di kampus, di pertemanan, di media sosial dan di masyarakat luas. Perlu kita sadari bahwa pengaruh nilai yang ada di sekolah, kampus dan di pertemanan sosial media jauh lebih kuat pada anak gen Z ketimbang pengaruh orang tuanya dan keluarga.

Oleh karena itu wajib bagi orang tua untuk mengontrol secara kontinyu dari aspek tsaqafah dan pemikiran anak-anak mereka. Dan orang tua wajib bekerja keras oleh diri mereka sendiri dalam membina anak-anak mereka dan meyakinkan anak-anak tentang nilai-nilai Islam yang harus mereka miliki. Dan orang tua tidak boleh ragu pada kemampuan mereka sendiri.

Jika sekiranya orang tua gagal dalam menanamkan nilai-nilai Islam pada diri anak mereka jangan sungkan untuk meminta bantuan kepada guru atau teman yang bisa mendidik anak-anak kita atau siapapun yang kita percayai bisa menanamkan nilai-nilai tersebut pada mereka.

Meskipun pengaruh luar lebih kuat, akan tetapi orang tua harus mendisiplinkan anak-anak di rumah dengan menjalankan ketaatan kepada Allah Ta’ala, melatih mereka menjalankan syari’ah islam secara kaffah, melaksanakan shalat, berpuasa, menutup auran, tidak pacaran dll.

Jika orang tua melalaikan perkara pendisiplinan anak-anak dalam menjalankan hukum-hukum Allah Ta’ala maka dia berdosa. Karena perkara ini kelak akan dimintai pertanggungjawaban oleh Allah, ayah dan bunda adalah pemimpin di wilayahnya masing-masing. Rasulullah saw bersabda :

أَنَّ رَسُولَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ أَلَا كُلُّكُمْ رَاعٍ وَكُلُّكُمْ مَسْئُولٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ فَالْإِمَامُ الَّذِي عَلَى النَّاسِ رَاعٍ وَهُوَ مَسْئُولٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ وَالرَّجُلُ رَاعٍ عَلَى أَهْلِ بَيْتِهِ وَهُوَ مَسْئُولٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ وَالْمَرْأَةُ رَاعِيَةٌ عَلَى أَهْلِ بَيْتِ زَوْجِهَا وَوَلَدِهِ وَهِيَ مَسْئُولَةٌ عَنْهُمْ وَعَبْدُ الرَّجُلِ رَاعٍ عَلَى مَالِ سَيِّدِهِ وَهُوَ مَسْئُولٌ عَنْهُ أَلَا فَكُلُّكُمْ رَاعٍ وَكُلُّكُمْ مَسْئُولٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ

Artinya: "Ketahuilah setiap kalian adalah pemimpin, dan setiap kalian akan dimintai pertanggungjawabannya atas yang dipimpin. Penguasa yang memimpin rakyat banyak dia akan dimintai pertanggungjawaban atas yang dipimpinnya, setiap kepala keluarga adalah pemimpin anggota keluarganya dan dia dimintai pertanggungjawaban atas yang dipimpinnya, dan istri pemimpin terhadap keluarga rumah suaminya dan juga anak-anaknya, dan dia akan dimintai pertanggungjawabannya terhadap mereka, dan budak seseorang juga pemimpin terhadap harta tuannya dan akan dimintai pertanggungjawaban terhadapnya. Ketahuilah, setiap kalian adalah bertanggung jawab atas yang dipimpinnya" (HR al-Bukhari).

Saat ini kita dan anak-anak kita berhadapan dengan benturan nilai yang sangat keras, maka kita harus menintensifkan kesungguhan kita dalam menjelaskan kerusakan nilai-nilai dan pemahaman yang salah yang tengah menyerang anak-anak kita. Dan disisi lain setiap orang tua memposisikan dirinya sebagai pengemban dakwah aktif amar ma’ruf nahyi munkar untuk mengubah masyarakat secara mengakar dan menyeluruh serta berjuang melangsungkan kembali kehidupan Islam.
----------------





___
https://bit.ly/DuniaParenting_FACEBOOK
https://bit.ly/DuniaParenting_INSTAGRAM
https://bit.ly/DuniaParenting_TWITTER
https://bit.ly/DuniaParenting_TELEGRAM

*Nafkah Dari Suami Berkurang Saat Keadaan Sulit, Bagaimanakah Sikap Istri?*Oleh : KH. Shiddiq Al Jawi - Tanya :Ustadz, i...
30/09/2025

*Nafkah Dari Suami Berkurang Saat Keadaan Sulit, Bagaimanakah Sikap Istri?*
Oleh : KH. Shiddiq Al Jawi

- Tanya :
Ustadz, izin bertanya terkait kewajiban menafkahi keluarga di saat keadaan sulit dan bagaimana batasan kewajibannya dan batasan jadi dosanya? (Mang Ano, Cianjur)

Jawab :

Jumhur fuqaha (Hanafiyyah, Syafi’iyyah, dan Hanabilah) berpendapat, inilah yang rajih menurut kami, jika suami mengalami kesulitan memberi nafkah, maka kewajiban memberi nafkah tidaklah gugur dari suami.

Jadi, suami tetap wajib memberi nafkah, berapa pun juga nafkah yang dia berikan kepada istrinya, sesuai firman Allah SWT (artinya),”Hendaklah [suami] yang mampu memberi nafkah menurut kemampuannya. Dan barangsiapa yang disempitkan rezekinya hendaklah dia memberi nafkah dari harta yang diberikan Allah kepadanya. Allah tidak memikulkan beban kepada seseorang melainkan sekedar apa yang Allah berikan kepadanya. Allah kelak akan memberikan kelapangan sesudah kesempitan.” (QS Ath Thalaq [65] : 7).

Menurut jumhur ulama, jika suami yang awalnya mampu (mûsir) lalu menjadi tidak mampu (mu’sir) memberi nafkah kepada istrinya karena suatu sebab, misal karena pandemi Corona saat ini, atau karena terkena PHK, dan sebagainya, maka nafkah itu menjadi utang atas suami, dan istri berhak menagih utang itu jika suami kembali mampu.

Imam Ibnu Qudamah berkata,”Barangsiapa [suami] yang tidak memberikan nafkah wajib bagi istrinya dalam jangka waktu tertentu, maka nafkah itu tidaklah gugur dari suami, dan statusnya menjadi utang yang menjadi tanggungan suami, baik suami tak menafkahi itu karena ada udzur syar’i maupun tanpa udzur syar’i. Inilah salah satu pendapat yang zhahir [dari Ahmad], juga mendapat Al Hasan Al Bashri, pendapat Malik, Asy Syafi’i, Ishaq bin Rahawaih, dan Ibnul Mundzir…” (Ibnu Qudâmah, Al Mughnî, Riyâdh : Dâr ‘Âlam Al Kutub, Cet. III, 1997, Juz XI, hlm. 366).

Adapun pilihan sikap yang diberikan Islam kepada istri, jika suami mengalami kesulitan memberi nafkah, adalah salah satu dari 3 (tiga) pilihan sbb :

Pertama, istri memilih bersabar, yakni menerima kondisi suami yang sedang mengalami kesulitan, dan menganggap nafkah yang tidak dibayarkan dari suami sebagai utang, sebagaimana penjelasan di atas.

Kedua, istri memilih bersabar, yakni menerima kondisi suami yang sedang mengalami kesulitan, namun istri melepaskan haknya (tanâzul ‘an al haq) untuk meminta nafkah, sesuai firman Allah SWT (artinya),“Dan pemaafan kamu (kepada suami) itu lebih dekat kepada takwa.” (QS Al Baqarah [2] : 237).

Ketiga, jika istri tidak bersabar, istri berhak minta cerai (furqah) dari suami kepada hakim syariah (qadhi), berdasarkan dalil Al Qur`an, As Sunnah, dan Ijma’ Shahabat.

Dalil Al Qur`an, firman Allah SWT (artinya),“Maka pertahankan [istri kamu] dengan ma’ruf atau ceraikan dengan cara yang baik.” (QS Al Baqarah [2] : 229).

Dalil As Sunnah, sabda Rasulullah SAW,”Istrimu termasuk orang yang wajib kamu tanggung, dia berkata,”Berilah aku makan, jika tidak, ceraikanlah aku.” (HR Ahmad dan Daraquthni). Dari Abu Hurairah, bahwa Nabi SAW berkata mengenai seorang laki-laki yang tidak mendapati apa yang dia nafkahkan untuk istrinya, sabda Nabi SAW,”Dipisahkan di antara keduanya.” (HR Daraquthni).

Dalil Ijma’ Shahabat, diriwayatkan Umar mengirim surat kepada para komandan pasukan perang mengenai para laki-laki yang meninggalkan istri-istrinya [untuk berperang],”Pilihannya; hendaklah mereka memberi nafkah [kepada istri-istri mereka], atau menceraikan dan mengirimkan nafkah yang selama ini mereka tahan.” (Imam Syaukânî, Nailul Authâr, 6/384). Imam Taqiyuddîn An Nabhânî mengomentari riwayat itu,“Hal tersebut telah diketahui oleh para shahabat dan mereka tidak mengingkarinya, maka terjadilah Ijma’ Shahabat [mengenai dua pilihan bagi para suami tsb, yaitu memberi nafkah atau menceraikan istri].” (Taqiyuddîn An Nabhânî, An Nizhâm Al Ijtimâ’i fi Al Islâm, hlm. 158). Wallahu a’lam.

Sumber : Fissilmi Kaffah
-------------





___
https://bit.ly/DuniaParenting_FACEBOOK
https://bit.ly/DuniaParenting_INSTAGRAM
https://bit.ly/DuniaParenting_TWITTER
https://bit.ly/DuniaParenting_TELEGRAM

*Menjalin Persahabatan dengan Menantu, Bagaimana Tuntunan Islam?* Oleh : Najmah Saiidah — Kerap terjadi ketakharmonisan ...
12/09/2025

*Menjalin Persahabatan dengan Menantu, Bagaimana Tuntunan Islam?*
Oleh : Najmah Saiidah

— Kerap terjadi ketakharmonisan menantu dengan mertua, terutama menantu perempuan dan mertua perempuan. Mungkin hal ini terjadi karena perbedaan pendapat antara keduanya atau kadang merasa tersaingi. Karena saat anak laki-laki menikah, akan muncul perempuan lain selain ibu yang juga menjadi orang penting dalam kehidupan anak laki-lakinya. Wajar jika kemudian memiliki ibu mertua yang baik menjadi impian banyak menantu. Siapa pun, kelak—dengan izin Allah—akan menjadi mertua. Bahkan, ada di antara kita yang tengah menjalaninya. Tentu kita berusaha menjadi mertua yang baik bagi para menantu kita karena hal ini akan berpengaruh pada rumah tangga anak-anak kelak. Bagaimanapun, dari keluarga anak-anak akan lahir generasi penerus yang akan melanjutkan perjuangan. Lalu, seperti apa tuntunan Islam bagi mertua agar kelak menantu bisa mencintai, menyayangi, sekaligus menjadi sahabat kita?

1. Posisikan dan perlakukan menantu sebagaimana layaknya anak kita.
Ketika anak menikah, ia akan memiliki istri/suami. Jika anak laki-laki, tentu kita akan memiliki menantu perempuan seperti memiliki anak perempuan yang baru. Bagaimanapun, menantu adalah pasangan anak, orang yang sangat dekat dengan anak selain kita. Seharusnya kita memperlakukan mereka sama seperti anak sendiri. Selain itu, kelak dari menantu perempuan kita inilah biidznillah akan lahir cucu-cucu kita. Tentu saja setiap orang tua fitrahnya mengharap lahir cucu dari menantu. Dengan pergaulan yang baik dari mertua, menantu, dan anak, kehidupan rumah tangga anak akan berlangsung baik. Ini akan berpengaruh pada tumbuh kembang cucu-cucu kita selanjutnya. Posisi mereka layaknya anak kandung. Bedanya, mereka tidak mewarisi dan diwarisi, serta tidak ada ikatan perwalian antara menantu dan mertua. Kepada mereka ada hak untuk memelihara hubungan silaturahmi dengan keluarganya, wajib memperlakukannya dengan baik sebagaimana orang tua wajib mengayomi anak-anaknya.

2. Menerima menantu kita apa adanya.
Bagaimanapun sikap menantu, ia adalah sosok pilihan anak kita sebagai pendamping hidupnya. Kita telah memberikan pandangan sebelumnya kepada anak ketika memilih menantu sesuai tuntunan syarak, yaitu memilih berdasarkan kebagusan dinnya, bukan karena kecantikan atau kedudukannya. Terlebih, kita telah memberikan restu kepada anak-anak ketika melangsungkan akad pernikahan. Artinya, tugas mertua adalah menerima mereka apa adanya, termasuk yang kurang cocok dengan pendapat kita. Selama masih berada dalam koridor syarak, maka tidak mengapa.

3. Bersikap husnuzan, tetapi tetap tidak menghalangi untuk menasihati jika salah.
Hal yang baik jika kita mengedepankan prasangka baik terhadap apa pun keputusan anak dan menantu selama berada di atas rel syariat. Kita memberikan dukungan dan semangat pada setiap keputusan mereka. Ini berlaku pula untuk interaksi dengan menantu.

Ketika ada hal yang ingin kita kritisi, sebisa mungkin menahan diri. Besar kemungkinan terjadi salah tafsir antara keduanya. Bahkan, kesalahpahaman ini bisa terjadi meski bukan lewat ucapan atau verbal. Contohnya, ketika orang tua membantu membersihkan rumah menantunya secara sukarela, hal yang tertangkap bisa jadi sebaliknya, yakni anak dan menantu menganggap kurang piawai mengurus rumah. Hanya saja, ketika ada tanda-tanda pelanggaran terhadap hukum syarak karena ketakpahaman anak dan menantu tentang hukum syarak, tentu saja wajib bagi kita meluruskan dan menasihati mereka. Berdakwah dan amar makruf nahi mungkar merupakan kewajiban setiap muslim tanpa pandang bulu. Alangkah baik kita mengajaknya untuk mengikuti kajian-kajian di majelis-majelis ilmu agar makin paham Islam agar bisa berdakwah dan berjuang bersama.

4. Menghargai keputusan anak dan pasangan, serta tidak memaksakan kehendak.
Selama semuanya ada dalam koridor syarak, apa pun keputusan anak dan menantu, kita harus menghormati dan mendukungnya, sekalipun dalam pandangan kita ada yang kurang tepat. Jangan merasa karena pengalaman hidup berumah tangga mertua atau orang tua lebih banyak daripada anak, lalu kita memaksakan kehendak kepada mereka. Pahami betul bahwa tidak selayaknya mertua selalu ikut campur terhadap keputusan anak dan pasangannya. Mereka berhak punya privasi dan keputusan sendiri. Jangan menuntut atau memaksa mereka untuk selalu datang berkunjung setiap akhir pekan. Bisa jadi mereka punya urusan yang lebih penting atau sekadar ingin beristirahat setelah bekerja seminggu penuh.

Kita harus menghormati keputusan mereka. Rasulullah saw. bersabda, “Hormatilah anak-anak kalian dan perbaikilah adab-adab mereka.” Imam Al-Ghazali menjelaskan dalam kitab Al-Adab fi Al-Din, setidaknya terdapat lima adab orang tua kepada anak-anaknya, “Adab orang tua terhadap anak, yakni membantu mereka berbuat baik kepada orang tua; tidak memaksa mereka berbuat kebaikan melebihi batas kemampuannya; tidak memaksakan kehendak kepada mereka di saat susah; tidak menghalangi mereka berbuat taat kepada Allah Swt.; tidak membuat mereka sengsara disebabkan pendidikan yang salah.”

5. Menjaga silaturahmi dan intens berkomunikasi.
Ada banyak kasus mertua memiliki hubungan tidak baik dengan menantu sehingga mereka jarang bertemu dan memutuskan silaturahmi. Ini tidak benar. Di sinilah perlu komunikasi yang lancar antara ibu mertua dan menantu agar hubungan kekeluargaan terjalin erat dan harmonis. Anak telah menikahi menantu, maka kita pun harus menerima keluarganya dan menjalin silaturahmi dengan besan, keluarga menantu.

Kita bisa menyambung silaturahmi dengan sesekali berkunjung ke rumah anak atau keluarga besan, saling menelepon atau berkomunikasi lewat WhatsApp dan sebagainya. Rasulullah saw. bersabda, “Orang yang menyambung silaturahmi itu bukanlah yang menyambung hubungan yang sudah terjalin, tetapi orang yang menyambung silaturahmi ialah orang yang menjalin kembali hubungan kekerabatan yang sudah terputus.” (Muttafaqun ‘alaih)

6. Tidak meminta anak memilih sehingga bisa menyulitkan anak dan menantu kita.
Ketika peran sebagai ibu harus bergeser karena anak sudah memiliki pasangan, kita harus ingat bahwa ini bukan kompetisi. Alangkah baiknya jika tidak menempatkan anak di posisi sulit seperti memilih antara ibu atau pasangannya. Jangan pernah melontarkan kalimat semacam itu meski hanya bercanda. Sebagai ibu dan mertua, hendaknya kita menahan diri dari hal demikian. Bagaimanapun, anak memiliki kewajiban terhadap istri dan anak-anaknya. Demikian halnya istri dan anaknya, memiliki hak dari suami dan ayahnya. Jangan sampai karena ulah kita, kehidupan rumah tangga anak dan menantu terganggu.

7. Menawarkan bantuan nyata.
Terkadang, anak dan menantu sungkan meminta bantuan kepada kita, padahal mereka memang butuh. Oleh sebab itu, alangkah baiknya jika kita berinisiatif menawarkan bantuan kepada mereka. Misalkan, ketika mereka ada kesibukan dakwah yang akhirnya membutuhkan bantuan untuk menjaga anak sementara waktu, 2 atau 3 jam misalnya, sedangkan kita saat itu dalam kelapangan. Atau ketika anak harus ke luar kota karena urusan pekerjaan, ada baiknya kita menawarkan bantuan ketika menantu kerepotan mengurus anak-anak sendirian.

Bisa saja datang ke rumah mereka atau mengajak agar menantu dan anak-anaknya menginap di rumah kita. Hal ini tidak saja mencairkan suasana dan membangun respek satu sama lain, melainkan bisa mempererat hubungan kekeluargaan dan kedekatan antara nenek-kakek dan cucu-cucunya. Mereka bisa bercengkerama bersama.

8. Selalu mendoakan menantu dan anak kita.
Beberapa hadis Rasulullah saw. menjelaskan bahwa di antara doa yang mustajab adalah doa orang tua untuk anaknya, baik doa kebaikan maupun keburukan. Dari Anas bin Malik ra., Rasulullah saw. bersabda,

ثَلاَثُ دَعَوَاتٍ لاَ تُرَدُّ دَعْوَةُ الْوَالِدِ ، وَدَعْوَةُ الصَّائِمِ وَدَعْوَةُ الْمُسَافِرِ

“Tiga doa yang tidak tertolak, yaitu doa orang tua, doa orang yang berpuasa, dan doa seorang musafir.” (HR Al Baihaqi dalam Sunan Al Kubro) Dari Abu Hurairah ra., Nabi saw. bersabda,

ثَلاَثُ دَعَوَاتٍ مُسْتَجَابَاتٌ لاَ شَكَّ فِيهِنَّ دَعْوَةُ الْوَالِدِ وَدَعْوَةُ الْمُسَافِرِ وَدَعْوَةُ الْمَظْلُومِ

“Tiga doa yang mustajab yang tidak diragukan lagi, yaitu doa orang tua, doa orang yang bepergian (safar), dan doa orang yang dizalimi.” (HR Abu Daud no. 1536) Juga dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah saw. bersabda
, ثَلاَثُ دَعَوَاتٍ يُسْتَجَابُ لَهُنَّ لاَ شَكَّ فِيهِنَّ دَعْوَةُ الْمَظْلُومِ وَدَعْوَةُ الْمُسَافِرِ وَدَعْوَةُ الْوَالِدِ لِوَلَدِهِ

“Tiga doa yang mustajab yang tidak diragukan lagi yaitu doa orang yang dizalimi, doa orang yang bepergian (safar) dan doa baik orang tua pada anaknya.” (HR Ibnu Majah no. 3862) Beberapa ulama menyampaikan pendapatnya tentang hadis-hadis yang menunjukkan doa orang tua kepada anaknya—termasuk menantunya—itu mustajab, baik doa ayah maupun ibu. Namun, doa ibu lebih mustajab lagi.

Al-Munawi rahimahullah menjelaskan bahwa doa orang tua kepada anaknya terijabah karena rasa sayang orang tua yang tulus kepada anaknya dan orang tua banyak mendahulukan anak daripada dirinya sendiri. Doa dengan rasa sayang yang tulus mengakibatkan terkabulkannya doa. Dalam hadis ini tidak disebutkan lafaz “al-walidah” (ibu), padahal ibu lebih berhak dan lebih besar kemungkinan dikabulkan doanya daripada ayah. Ini karena keutamaan ibu sudah maklum (diketahui semua orang). (Faidhul Qadir, 3/301).

Ini adalah pelajaran yang sudah seharusnya setiap orang tua ketahui, terlebih kita sebagai ibu. Kekuatan doa seorang ibu untuk anak-anak dan menantu akan mampu mengetuk langit, sebagaimana disampaikan Rasulullah dalam hadis-hadisnya, termasuk ke dalam doa yang mudah Allah ijabah. Sudah seharusnya lisan kita selalu terhiasi doa-doa yang baik untuk anak-anak, menantu, dan cucu-cucu kita. Demikianlah tuntunan Islam untuk kita semua agar terjalin hubungan baik dan harmonis antara mertua, anak, dan menantu; saling menghormati dan tolong-menolong di antara semua layaknya sahabat karib.

Hal ini akan makin menguatkan tali kekeluargaan antara seluruh keluarga, terutama dua keluarga besar. Semoga Allah selalu melindungi dan menjaga keluarga kita hingga nanti bertemu dan bisa berkumpul kembali di surga-Nya. Aamiin yaa mujiibas saailiin. [MNews/Juan]

https://www.muslimahnews.com/2021/11/10/menjalin-persahabatan-dengan-menantu-bagaimana-tuntunan-islam/
---------------





___
https://bit.ly/DuniaParenting_FACEBOOK
https://bit.ly/DuniaParenting_INSTAGRAM
https://bit.ly/DuniaParenting_TWITTER
https://bit.ly/DuniaParenting_TELEGRAM

Address

Jalan Banda, Watulondo, Puuwatu
Kendari
93411

Telephone

+6282252964727

Website

Alerts

Be the first to know and let us send you an email when Dunia Parenting posts news and promotions. Your email address will not be used for any other purpose, and you can unsubscribe at any time.

Contact The Business

Send a message to Dunia Parenting:

Share