Rifki Y.Mustapa

Rifki Y.Mustapa jasmerah (jangan melupakan sejarah)

Photos from Indah Nur Amalia's post
14/09/2022

Photos from Indah Nur Amalia's post

Photos from Sing Penting Ngaji's post
14/09/2022

Photos from Sing Penting Ngaji's post

03/09/2022
06/08/2022

Buk, Boleh Gak Sih Aku Ngaku Ateis Aja daripada Dipaksa Berjilbab di Sekolah?
Oleh: Dyah Purana

Hatiku langsung menangis, mendengar anak gadisku bertanya seperti itu. Institusi pendidikan macam apa yang telah aku pilih untuk sekolah anakku, sehingga ada praktik pemaksaan yang dibungkus kalimat 'peraturan sekolah'.

Peraturan sekolah 'wajib berjilbab di hari Jumat' bukan peraturan tertulis, itu peraturan tidak tertulis yang beberapa bulan ini digaungkan secara masif oleh para guru di forum umum seperti upacara atau acara khusus.

Ada juga beberapa guru yang bertanya langsung empat mata dengan anak gadisku mengapa dia tidak kunjung berjilbab padahal sudah banyak sindiran intimidasi di sekolah.

Bahkan seorang guru perempuan dengan terbuka di kelasnya memarahi 4 siswi yang tidak berjilbab.

Ketika anak gadisku masih bisa bercerita dengan nada datar, aku masih tidak khawatir. Dia percaya diri untuk tidak menjawab gurunya yang mengintimidasinya, 'she ignored them'.

Aku bisa membayangkan, pasti anak-anak tidak ada yang berani mendebat guru-guru itu ketika berbicara tentang kewajiban berjilbab, karena apa? Posisi yang tidak setara membuat mereka lemah, tidak punya 'bargaining power'. Dan juga sistem pendidikan kita yang melanggengkan budaya guru selau benar, guru tidak bisa dikritik.

Sampai kapan terus seperti itu. Pendidikan akan terus menghasilkan anak-anak yang kurang kritis, kurang kreatif, dan tidak bisa berpikir mandiri.

Mengembangkan keterampilan 'berpikir mandiri' penting bagi anak-anak, saya sebut keterampilan karena ini bisa dilatih.

Berpikir mandiri adalah, berpikir dan bersikap tentang sesuatu hal, pikiran dan sikap tsb didasarkan pada pengetahuan, pemahaman dan pengalaman diri anak-anak, disaring melalui filter-filter yang berkembang di otak anak-anak.

Anak ABG masih dalam tahap membangun dan mengembangkannya. Jadi kalau ini disabotase oleh sekolah atau lebih parah oleh ortu, maka hasilnya akan kita tuai nanti.

Saya mendidik anak-anak secara SEKULER, agama dan keyakinan adalah wilayah pribadi anak-anak, meski anak bungsu saya masih SMP.

Saya mewajibkan dia membaca buku sains populer, baik sains alam maupun sejarah alam, dan itu ternyata membantunya membangun 'cara berpikir mandiri' tadi. Dan dia sudah mempunyai sikap terhadap ritual keyakinan yang dijalaninya.

Saya menghormatinya. Dia masih akan bertumbuh dan berkembang, saya mendorongnya untuk menjadi warga negara internasional, yang punya pemikiran luas.

Menghadapi intimidasi jilbab, saya mengajaknya menonton video youtube yang membahas hal itu, saya ingin dia punya pemahaman tentang latar belakang mengapa kasus tersebut bisa muncul, tentang kondisi umum orang beragama di Indonesia akhir-akhir ini. Tentang negara-negara maju yang sekuler. Juga tentang pendapat ulama yang berbeda tentang jilbab. Supaya dia lebih percaya diri menjawab guru-guru yang mengintimidasinya.

Jika dia tidak mampu menjawab gurunya, sudah saya wanti-wanti, nanti ibunya yang akan maju.

Saya pernah mencolek pejabat teras Kemendikbud yang jadi 'teman' di Facebook saya, tapi nihil, membaca pesan saya saja tidak.

Jadi memang saya harus membentengi anak saya dengan pemikiran yang menguatkan mentalnya...........sendirian, dan support teman-teman dunia maya, perempuan2 pemberani yang menginspirasiku.

Sumber tulisan: https://m.facebook.com/story.php?story_fbid=10225022457723522&id=1079733709

Sumber ilustrasi: Reuters

22/07/2022
Bantu menuju 5K follow .Aswaja & .StoreBacaan Tahiyat akhir sholat, yuk dipraktekkan ☺️Kalau doa setelah Tahiyat akhir s...
10/06/2022
Bantu menuju 5K follow .Aswaja & .Store

Bacaan Tahiyat akhir sholat, yuk dipraktekkan ☺️

Kalau doa setelah Tahiyat akhir sholat 👇
 
اللَّهُمَّ إِنِّي أَعُوذُ بِكَ مِنْ عَذَابِ جَهَنَّمَ، وَمِنْ عَذَابِ الْقَبْرِ، وَمِنْ فِتْنَةِ الْمَحْيَا وَالْمَمَاتِ، وَمِنْ شَرِّ فِتْنَةِ الْمَسِيحِ الدَّجَّالِ

"Allahumma inni audzubika min adzabi jahannama, wa min adzabil-qabri, wa min fitnati al-mahya wal-mamati, wa min syarri fitnati al-masiihi ad-Dajali."

Artinya, "Ya Allah, sesungguhnya aku berlindung kepadamu dari siksa neraka jahanam dan siksa kubur, dari fitnah kehidupan dan kematian, serta dari keburukan fitnah Dajjal." 

اَللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى سَيّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ سَيّدِنَا مُحَمَّدٍ

Halal Repost/ Save, ⁣jangan lupa tag, mention akun kami dan cantumkan hastag kami.

➖➖➖➖➖➖➖➖➖➖➖➖➖➖➖➖
Like ❤  Share 🔄 Tag Sahabat👤 Komen 🔊 ➖➖➖➖➖➖➖➖➖➖➖➖➖➖➖➖
Ayo Dukung media partner Kami Agar Terus
Menebar Kebaikan,  Silahkan:
Follow : .Aswaja
Follow :
Follow: .Berbagi
Follow : .Store
Follow : .Buku
Follow:

Cr: Cikacho

 

Bantu menuju 5K follow .Aswaja & .Store

Bacaan Tahiyat akhir sholat, yuk dipraktekkan ☺️

Kalau doa setelah Tahiyat akhir sholat 👇
 
اللَّهُمَّ إِنِّي أَعُوذُ بِكَ مِنْ عَذَابِ جَهَنَّمَ، وَمِنْ عَذَابِ الْقَبْرِ، وَمِنْ فِتْنَةِ الْمَحْيَا وَالْمَمَاتِ، وَمِنْ شَرِّ فِتْنَةِ الْمَسِيحِ الدَّجَّالِ

"Allahumma inni audzubika min adzabi jahannama, wa min adzabil-qabri, wa min fitnati al-mahya wal-mamati, wa min syarri fitnati al-masiihi ad-Dajali."

Artinya, "Ya Allah, sesungguhnya aku berlindung kepadamu dari siksa neraka jahanam dan siksa kubur, dari fitnah kehidupan dan kematian, serta dari keburukan fitnah Dajjal." 

اَللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى سَيّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ سَيّدِنَا مُحَمَّدٍ

Halal Repost/ Save, ⁣jangan lupa tag, mention akun kami dan cantumkan hastag kami.

➖➖➖➖➖➖➖➖➖➖➖➖➖➖➖➖
Like ❤  Share 🔄 Tag Sahabat👤 Komen 🔊 ➖➖➖➖➖➖➖➖➖➖➖➖➖➖➖➖
Ayo Dukung media partner Kami Agar Terus
Menebar Kebaikan,  Silahkan:
Follow : .Aswaja
Follow :
Follow: .Berbagi
Follow : .Store
Follow : .Buku
Follow:

Cr: Cikacho

 

02/02/2022
22/01/2022

Hi Historimean!

Belum sehari pasca kejadian besar yang terjadi nun jauh di Turki sana, publik Hindia Belanda dibuat gempar gegara satu berita yang dimuat oleh surat kabar Bataviaasch Nieuwsblad, terbitan 5 Maret 1924. Judulnya pendek, “De Afschaffing van het Khilafaat”, namun isinya menyakitkan bagi muslim pada umumnya. Pembubaran institusi Kekhalifahan Utsmaniyah sehari sebelumnya rupanya menyedot atensi luas masyarakat dunia, tak terkecuali di Hindia Belanda. Imperialis Barat yang sudah berabad-abad terlibat dalam usaha meruntuhkan kekuasaan sang Sultan, akhirnya bisa bertepuk-tangan kegirangan. Sedangkan bagi umat yang tertindas, peristiwa itu menyakitkan sekaligus mengagetkan. Bagaimana tidak, Sultan Rum—demikian sebutan muslim Hindia untuk Khalifah Islam di Turki, diyakini merupakan raja yang paling kuat di muka bumi.

Dalam setiap khutbah yang dibacakan para khatib, baik pun di kota-kota pesisir yang ramai maupun pedalaman yang sepi, nama Sultan Rum tak pernah alpa disebut. Demikian penuturan Martin van Bruinessen dalam jurnalnya yang berjudul Muslims of the Dutch East Indies and the Caliphate Question. Tapi demikianlah jalannya sejarah, ia menjadi tempat silih-bergantinya kekuasaan dunia. Kekhalifahan Utsmaniyah yang begitu digdaya antara abad kelima belas hingga ketujuh belas, harus lenyap akibat ulah aktor internal. Majelis Nasional Turki yang dihinggapi demam nasionalisme sekular, tanpa sungkan lagi mengetok palu untuk memutuskan tidak ada lagi Khilafah maupun Khalifahnya. Turki secara resmi menjelma menjadi Republik Turki yang “modern” dan “progresif” di bawah pimpinan Mustafa Kemal Attaturk.

Sedang di Hindia, para alim ulama dan cendekiawan muslim dibikin sibuk untuk turut memikirkan bagaimana nasib umat ke depan sekaligus membahas problem khilafah ini. Sarekat Islam (SI), organisasi Islam pimpinan Tjokroaminoto ini, segera tampil ke muka untuk memimpin ormas-ormas Islam lain dalam usaha pendirian kembali Kekhalifahan, persis dengan apa yang dikerjakan umat di belahan dunia lain. SI berinisiatif menggelar Kongres Al-Islam yang merupakan forum bertemunya organisasi-organisasi Islam serta alim ulama se-Hindia. Pertengahan tahun 1924, tidak lama setelah Khilafah roboh, muslimin Hindia mendapat undangan dari para ulama Al-Azhar untuk turut berembuk menyoal pembentukan kembali Khilafah yang bakal digelar di Kairo pada tahun 1925.

Sebagai respon, di Surabaya digelarlah Kongres Al-Islam III pada tanggal 24-27 Desember 1924. Kongres yang dihadiri para ulama serta 68 organisasi Islam ini menelurkan 3 keputusan penting. Pertama, mendeklarasikan bahwa umat Islam wajib hukumnya terlibat dalam usaha penegakkan kembali Khilafah. Kedua, akan didirikan Komite Khilafah di tiap kota besar yang ada di Hindia. Ketiga, mengirimkan delegasi untuk turut serta dalam kongres di Mesir. Dengan segera, kongres menetapkan Haji Fachrudin dari Muhammadiyah, Surjopranoto dari Sarekat Islam, dan KH. Wahab Chasbullah dari kalangan tradisional, untuk berangkat. Secercah harapan untuk bangkitnya kembali Khilafah, menyeruak ke muka. Indikasinya ialah semangat, keikhlasan, dan kecintaan umat kepada ajaran Islam yang mulia tersebut.

Namun apa daya, konstelasi politik di Timur Tengah saat itu tak mengizinkan fajar Khilafah untuk segera terbit kembali. Tekanan dari imperialis Inggris yang masih bercokol di Mesir, disusul huru-hara di Hijaz akibat perebutan kekuasaan antara Sharif Husain dengan keluarga Saud, menjadi faktor kesekian kegagalan usaha tersebut. Sedangkan faktor paling krusial yang menggagalkan wacana penegakkan kembali Khilafah justru diakibatkan internal umat Islam sendiri. Pertarungan opini antara kalangan modernis versus tradisional, pada akhirnya memenangkan perhatian ketimbang persoalan Khilafah. Meributkan perkara khilafiyah nampaknya lebih menggugah hati ketimbang perkara wajibnya menegakkan Khilafah seperti yang disebut para imam madzhab.

Walhasil, isu ini pun perlahan-lahan ditinggalkan. Tak terkecuali di Hindia. Sesudah berhasil membentuk Mu’tamar Alam Islami far’ Al-Hindiyya asy-Syarqiyyah (MAIHS) dengan ketuanya ialah Haji Agus Salim pada akhir 1926, wacana Khilafah akhirnya surut sama sekali akibat pertikaian internal umat. Pada kemudian hari, militansi luar biasa yang ditunjukkan umat dalam merespon persoalan Khilafah berubah menjadi usaha berskala lokal dalam mendirikan pemerintahan-pemerintahan nasional di negeri masing-masing.

-------------------------------------
Penulis : Ibnu Aghniya
Penyunting : Zakaria
-------------------------------------

Refrensi :
• Bruinessen, Martin van. “Muslim of the Dutch East Indies and the Caliphate Question”. Studia Islamika. Vol. 2, No. 3, 2015.
• Rogan, Eugene. The Fall of the Khilafah (Jakarta: Serambi, 2016).
• Pandawa, Nicko. 2021. Khilafah dan Ketakutan Penjajah Belanda (Bogor: Komunitas Literasi Islam).

-------------------------------------

• Akses semua situs Historical Meaning :
linktr.ee/HistoricalMeaning

• Instagram Historical Meaning :
Instagram.com/Historical

• Forum Diskusi Historical Meaning :
https://chat.whatsapp.com/GHmsabz6nBjAWAOZCBqNju

• Dukung Historical Meaning : https://saweria.co/historicalmeaning

22/01/2022

Hi Historimean!

Dibanding daerah-daerah lain di Jawa, wilayah Banten boleh dikatakan lebih jarang terekspos dari peredaran. Padahal, wilayah ini berbatasan langsung dengan ibukota negara disamping p**a memiliki posisi strategis dengan letaknya di mulut selat Sunda. Hal ini tidak hanya dirasakan pada masa kontemporer semata. “Keterasingan” Banten jauh bermula sejak era kolonial atau sesudah institusi Kesultanan Banten meredup dan akhirnya hancur di permulaan abad ke-19. Menikmati era kejayaan pada abad keenam belas dengan perdagangan lada dan hasil bumi lain, Banten juga merasakan kehormatan sebagai representasi kekuatan Islam di ujung barat p**au Jawa, kala mengislamkan pedalaman Jawa Barat dibawah sultan-sultan mereka. Era kejayaan tersebut perlahan-lahan surut ketika pengaruh Barat merembes masuk, terutama ketika VOC mulai turut serta di dalam rumah tangga Kesultanan.

Surutnya kekuasaan Banten mencapai titik nadir ketika masa Hindia Belanda dibawah Gubernur Jenderal H.W. Daendels yang membubarkan Kesultanan akibat pembangkangan sultan yang menolak pengerahan rakyat untuk kerja rodi. Sejak saat itu Banten tak lebih dari sekedar karesidenan terbelakang yang tak berarti. Meski demikian, wilayah ini tidak sama sekali kehilangan gambarannya pada periode tersebut. Buku berjudul “Arit dan Bulan Sabit” karangan Michael C. Williams berhasil menyajikan saat-saat di mana, daerah yang juga dikenal sebagai “Tanah Jawara” ini, muncul kembali ke panggung perpolitikan negeri namun dengan corak yang nyaris sama sekali berbeda. Dikenal dengan predikat sebagai daerah dengan basis keislaman yang mengakar kuat, justru pada tahun 1926-1927 Banten menjadi daerah pemberontakan PKI paling dahysat dibanding daerah-daerah lain, kecuali Sumatera Barat juga terjadinya pemberontakan yang sama dahsyat.

Mengawali studinya tentang permasalahan ini, Williams menganalisis kondisi sosial-ekonomi masyarakat Banten sebelum pemberontakan PKI meletus. Keterangan tentang jarangnya jumlah penduduk, tidak adanya industri besar, kepemimpinan riil ditangan kaum ulama, disuguhkan Williams sembari menyodorkan data-data sejarah dari sumber primer. Menurut Williams, meskipun secara de jure Banten berada dibawah langsung pemerintahan kolonial dibantu para bangsawan setempat, namun secara de facto justru kaum ulama yang lebih didengar dan ditaati segenap rakyat Banten. Masuknya ideologi Komunisme ke Banten dapat ditelusuri ketika 2 orang pimpinan eksekutif ISDV, sebagai cikal-bakal organisasi komunis di Hindia, menetap di Banten. Selain itu serikat buruh kereta api (VSTP) sudah membuka cabang di daerah Labuan, Pandeglang. Bahkan ketika PKI baru diproklamirkan pendiriannya pun, tokoh-tokoh PKI sering mengadakan rapat-rapat akbar dan menyampaikan orasinya di hadapan rakyat.

Tak disangka-sangka, meskipun dilabeli sebagai daerah dengan identitasi keislaman yang kuat, rakyat Banten sekaligus juga sebagian besar ulama berhasil terbius dengan propaganda-propaganda yang dicetuskan tokoh-tokoh PKI. Menurut Williams, kemampuan adaptasi PKI dengan tidak menolak tradisi Islam di Banten disamping terus mencari persamaan ideologi Komunis dengan Islam, menjadi faktor penentu pesatnya perkembangan PKI di Banten. Memiliki musuh bersama yang terjelma dalam kolonialisme dan imperialisme Belanda, menjadikan 2 komponen yang sebetulnya saling bersebrangan secara fundamental ini, berhasil membangun koalisi yang kuat. Apalagi dengan ditambahi janji-janji akan lepasnya beban berat penghidupan sebagai dampak dari “pemerintahan kafir” Belanda, semakin membuat rakyat percaya pada kalangan komunis. Walhasil pada tahun 1925 PKI mengumumkan pendirian cabangnya di Banten sebagai seksi ke-37, dengan Puradisastra sebagai ketuanya.

Konferensi Prambanan PKI pada akhir tahun 1925 yang melahirkan keputusan untuk melancarkan pemberontakan besar-besaran di seluruh Hindia Belanda, tak urung jua sampai ke Banten. Meskipun keputusan berontak tersebut sudah ditolak oleh tokoh-tokoh utama PKI karena alasan banyaknya penangkapan dan pengasingan yang dilakukan terhadap tokoh-tokoh sentral partai, nyatalah bahwa penolakan itu hanya dianggap angin lalu. Untuk kesekian kalinya dalam sejarah, Banten kembali menampakkan gairahnya untuk memberontak terhadap pemerintahan kolonial. Sepanjang permulaan hingga pertengahan tahun 1926 aktivitas PKI Banten meningkat ditandai penyusunan rencana, memobilisasi massa, dan menyiapkan persenjataan yang diselundupkan dari luar negeri. Pada masa-masa inilah kaum ulama dibantu para jawara menunjukkan pengaruh dan kewibawaannya dihadapan rakyat Banten.

Rakyat yang tidak tahu-menahu soal ideologi Komunisme, terjerat kedalam pemberontakan karena mengikuti guru-guru agamanya yang menyerukan ajakan perang pada kafir Belanda. Dimana-mana di seluruh pedesaan Banten, para petani melakukan puasa dan menyiapkan kain putih sebagai persiapan pemberontakan yang tak lama lagi terjadi. Disamping mengikuti guru agama dan keinginan melepaskan beban berat pajak, rakyat Banten juga dijanjikan akan pemulihan Kesultanan Banten sebagai prestise masa lampau. Namun sayang, rupa-rupanya pemerintah kolonial sudah mencium terlebih dulu rencana pemberontakan ini. Sepanjang Agustus hingga September 1926 terjadi penangkapan besar-besaran terhadap tokoh-tokoh sentral PKI Banten yang membuat rencana aksi dan kelanjutan dari pemberontakan yang akan dilaksanakan menjadi berantakan. Praktis kepemimpinan pemberontakan ada ditangan ulama.

Karena massa sudah terlanjur disiapkan untuk memberontak, maka pilihan membatalkan pemberontakan bukanlah sikap yang tepat. Begitu kira-kira yang ada di benak KH. Ahmad Chatib selaku pimpinan utama pemberontakan. Maka pemberontakan yang sebetulnya tidak matang tersebut meletus juga pada bulan November 1926. Banten kembali terbakar dalam api pemberontakan. Para petani bahu-membahu dengan golongan lain membasmi pihak-pihak yang dipandang kaki-tangan kafir Belanda. Pemberontakan luas pun terjadi yang kemudian diikuti langsung pukulan balik yang mematikan dari pemerintah kolonial. Pasukan berjumlah 100 prajurit dibawah komando Kapten Becking bergerak dari Batavia untuk memukul mundur para pemberontak dan menegakkan kembali orde en rust di wilayah Keresidenan Banten. Dengan cepat tokoh-tokoh dan massa pemberontak berhasil dilumpuhkan. Sebagian besar dari mereka yang tertangkap harus merasakan pengasingan di Boven Digul sebagai ganjarannya. Dan sekali lagi, Banten kembali tenggelam senyap usai pemberontakan.

-------------------------------------
Penulis : Ibnu Aghniya
Penyunting : Zakaria
-------------------------------------

Refrensi :
• Ricklefs, M. C. 1999. Sejarah Indonesia Modern (Yogyakarta: UGM Press).
• Williams, Michael C. 2003. Arit dan Bulan Sabit: Pemberontakan Komunis 1926 di Banten (Yogyakarta: Syarikat Indonesia).
• Bonnie Triyana. Satu Perahu Dua Haluan. Dalam (Historia id).

-------------------------------------

• Akses semua situs Historical Meaning :
linktr.ee/HistoricalMeaning

• Instagram Historical Meaning :
Instagram.com/Historical

• Forum Diskusi Historical Meaning :
https://chat.whatsapp.com/GHmsabz6nBjAWAOZCBqNju

• Dukung Historical Meaning : https://saweria.co/historicalmeaning

22/01/2022

Hi Historimean!

Ratusan tahun sebelum dunia mengenal prinsip-prinsip good governance seperti transparansi, bertanggung jawab, supremasi hukum, dan menjunjung tinggi keadilan. Masyarakat Islam yang bersahaja di Madinah pada abad ke-7 Masehi sudah terlebih dahulu mengenalnya. Di bawah kepemimpinan sang khalifah pertama, Abu Bakar ash-Shiddiq, dunia diajarkan bagaimana sebuah pemerintahan seharusnya diselenggarakan. Dalam pidato pertamanya pasca menerima ba’iat umum kaum muslimin di masjid Nabawi, sang khalifah menyeru rakyatnya untuk tak segan mengkritisi kepemimpinannya. Berkatalah Abu Bakar, “Jika aku melakukan langkah yang baik, maka bantu dan dukunglah aku, dan jika aku melakukan langkah jelek dan keliru, maka luruskanlah aku”. Ia tak ingin rakyatnya bersikap masa bodoh terhadap segala kebijakan yang ditelurkan pemerintah.

Ia tak ingin rakyatnya merasa sungkan, apalagi merasa takut terhadap keselamatan dirinya, manakala hendak menyuarakan pendapatnya. Singkatnya, sang khalifah membuka keran kebebasan pendapat kepada rakyat yang dipimpinnya. Di samping jaminan kebebasan berpendapat, Khalifah Abu Bakar juga memancangkan kuat-kuat prinsip keadilan dalam pemerintahannya. Baginya, pemerintahan Daulah Islam wajib terbebas dari tekanan-tekanan politik maupun iming-iming uang kekayaan dari pihak manapun. Sebab ia tahu, bahwa tiang penyangga paling krusial dalam pemerintahan adalah keadilan. Berkatalah Abu Bakar, “Orang lemah di antara kalian adalah orang kuat bagiku hingga aku mengembalikan kepadanya haknya. Dan orang kuat di antara kalian adalah lemah bagiku hingga aku mengambil hak darinya”. Dengan pernyataan ini, ia menutup pintu rapat-rapat bagi lobi-lobi politik orang berpengaruh dalam memutuskan suatu perkara. Tegas dan lugas.

Setelah menetapkan prinsip-prinsip kepemimpinan yang arif di dalam pidato kenegaraannya yang pertama, Khalifah Abu Bakar langsung tancap gas dalam menjalankan roda pemerintahannya. Dengan legitimasi kekuasaan yang digenggamnya, ia bergerak cepat untuk meneruskan kebijakan Nabi Muhammad sebelum beliau wafat, yakni pengiriman pasukan Usamah bin Zaid ke perbatasan negeri Syam. Namun kebijakan perdananya itu sempat disangsikan oleh para sahabat Nabi. Kesangsian itu tak lain karena mereka mengkhawatirkan keselamatan dan keamanan ibukota kekhalifahan apabila pasukan Usamah itu pergi keluar Madinah, padahal beberapa klan di berbagai wilayah Jazirah Arabia sudah menunjukkan gelagat pengkhianatan. Klan-klan tersebut berdalih bahwa sumpah setia yang mereka nyatakan hanyalah berlaku semasa Nabi Muhammad hidup, sedangkan ketika beliau sudah wafat, mereka tidak lagi terikat perjanjian apapun.

Ancaman keamanan ini diperparah lagi dengan kemunculan nabi-nabi palsu seperti Musailamah, Thulaihah Al-Asadi, yang mulai menghimpun kekuatan untuk menandingi kekuasaan Madinah. Namun sekali lagi, Abu Bakar menunjukkan kapasitasnya sebagai seorang pemimpin yang berwatak tegas dan visioner, dengan kepercayaan penuh pada pandangannya ia berkata kepada para sahabat, “Seandainya pun aku akan tahu banyak binatang buas akan menyerang dan menerkamku, niscaya aku akan tetap merealisasikan pengiriman misi militer pasukan Usamah sebagaimana perintah dan instruksi Rasulullah”. Dengan ketegasan itulah para sahabat akhirnya menarik kembali kesangsian mereka dan menyatakan dukungan penuh kepada sang khalifah. Dalam peristiwa pengiriman pasukan Usamah ini, terdapat kisah teladan yang memuat seni kepemimpinan seorang Abu Bakar.

Sebelumnya, Abu Bakar tahu bahwa sebagian prajurit di dalam pasukan Usamah meragukan kepemimpinan jenderal mereka sendiri, yakni Usamah, yang dianggap oleh mereka masih terlalu “hijau” untuk memimpin pasukan yang di dalamnya terdapat para sahabat yang jauh lebih berpengalaman. Dengan bijak, ketika apel pelepasan pasukan ke luar kota, Khalifah Abu Bakar memilih untuk berjalan kaki mengiringi Usamah yang kala itu menaiki kendaraan. Sungkan karena sang khalifah berjalan kaki sedangkan ia sendiri berkuda, Usamah menawarkan pilihan kepada Khalifah Abu Bakar, naik kendaraan, atau ia yang turun berjalan kaki. Namun sang khalifah menolak kedua pilihan tersebut, sehingga ia tetap berjalan kaki dan Usamah tetap menaiki kendaraannya. Dengan langkah dan sikapnya itu, Khalifah Abu Bakar ingin menunjukkan secara tidak langsung kepada orang-orang yang meragukan kapasitas Usamah sebagai panglima perang pasukan muslimin.

Seakan-akan Khalifah Abu Bakar berkata kepada mereka, “Lihat dan perhatikanlah wahai kaum muslimin, aku Abu Bakar sekalipun aku adalah khalifah Rasulullah, namun aku tidak sungkan untuk berjalan kaki di samping Usamah yang naik kendaraan, sebagai bentuk pengakuan, legitimasi, dan penghargaan kepada kepemimpinannya yang ditunjuk langsung oleh Rasulullah, maka bagaimana kalian masih berani dan lancang mengkritik kepemimpinan Usamah?”. Inilah seni memimpin yang sangat cerdas yang diperlihatkan oleh Khalifah Abu Bakar. Sikap dan tindakan tersebut jauh lebih mengena, ketimbang retorika-retorika kosong mengenai kepemimpinan namun tanpa diiringi tindakan.

Berkat tindakan yang tegas dan pandangan yang visioner, Daulah Islam pimpinan Khalifah Abu Bakar langsung memetik beberapa hasil manis sekaligus. Selain kemenangan mutlak yang diraih oleh pasukan Usamah atas tentara Byzantium di Syam, kemenangan itu juga memberikan efek psikologis yang dalam bagi pihak-pihak yang hendak merongrong kedaulatan Daulah Islam. Orang-orang Romawi sampai dibuat heran oleh aksi “nekat” Abu Bakar tersebut dengan ungkapan, “Apa maunya orang-orang itu (kaum muslimin), pemimpin mereka mati, mereka justru melakukan penyerbuan ke tanah kami?”. Sedangkan bagi klan-klan yang ada di sekitar Madinah, mereka dibuat lebih takut lagi, karena dalam bayang mereka umat Islam yang baru ditinggal Rasulullah bukannya mereka lemah dan mudah dikalahkan, justru malah maju menyerang negara adidaya dan bahkan meraih kemenangan?! Terbukti, sampai Khalifah Abu Bakar wafat, Madinah aman dan selamat dari ancaman klan-klan yang sebelumnya menyatakan pembangkangan mereka.

Seni kepemimpinan ala Khalifah Abu Bakar yang layak untuk diketengahkan lagi adalah mengenai kesederhanaan dan kezuhudannya kepada pangkat dan jabatan. Meskipun secara de jure dan de facto, ia mewarisi suatu negara yang kekuasaannya cukup besar, namun itu tidak membuatnya lupa daratan seperti para politisi yang baru kesampaian duduk nyaman di kursi kekuasaan. Abu Bakar sebagai khalifah tetaplah Abu Bakar yang dahulu, yang sederhana, zuhud, dan amanah. Beberapa hari pasca pengangkatannya sebagai khalifah, Abu Bakar didapati oleh Umar bin Khattab masih keluar-masuk pasar menjajakan barang dagangannya di pasar Madinah. Maklum, profesi lama sang khalifah memanglah seorang saudagar. Umar bin Khattab pun merasa heran menyaksikan pemandangan ganjil yang ada di hadapannya, bagaimana mungkin seorang kepala negara masih menjual dagangannya di lorong-lorong pasar? Ketika Umar bertanya kepada yang bersangkutan, didapatinya jawaban sebagai berikut, “Lantas dari mana aku memberi makan keluargaku?”.

Jawaban itu amat menohok, sebab umat Islam selaku pihak yang memberikan wewenang kepada Abu Bakar untuk mengurusi urusan mereka, justru lupa untuk memberikan sesuatu sebagai ganti dari tersitanya waktu dan tenaga, yakni upah atau gaji. Untuk memecahkan persoalan itu, para sahabat berembuk mencari penyelesaian. Akhirnya didapatilah kesepakatan bahwa negara akan menggaji sang khalifah dengan gaji sebesar 300 dinar setahun dan seekor kambing. 300 dinar setahun, itu berarti 25 dinar perbulan, atau 0,8 dinar perhari. Angka yang sangat kecil untuk ukuran seorang kepala negara. Meski begitu, ia tidak mengeluh, apalagi menyelewengkan kekuasaannya untuk menambah pundi-pundi kekayaannya. Inilah hasil tarbiyah Nabi Muhammad, melahirkan anak didik yang sangat bersahaja dan senantiasa merasa cukup dengan apa yang ada.

Tentu, selain beberapa hal mengenai seni kepemimpinan ala Khalifah Abu Bakar yang telah dijabarkan di atas, masih banyak sekali kisah-kisah teladan lain yang dapat diselami dari sosok khalifah yang satu ini. Semuanya tersedia di dalam buku-buku sejarah yang senantiasa menunggu untuk dibuka, dipelajari, serta diambil “api sejarah”-nya untuk diterapkan oleh siapapun.

-------------------------------------
Penulis : Ibnu Aghniya
Penyunting : Zakaria
-------------------------------------

Refrensi :
• Ali, Maulana Muhammad. 2007. The Early Caliphate (Khulafa-ur-Rasyidin). Terj: Imam Musa (Jakarta: Penerbit Darul Kutubil Islamiyah).
• Alkhateeb, Firas. 2014. Sejarah Islam yang Hilang (Yogyakarta: Bentang).
• Ash-Shalabi, Ali Muhammad. 2020. Biografi Abu Bakar Ash-Shiddiq (Jakarta: Pustaka Al-Kautsar).

-------------------------------------

• Akses semua situs Historical Meaning :
linktr.ee/HistoricalMeaning

• Instagram Historical Meaning :
Instagram.com/Historical

• Forum Diskusi Historical Meaning :
https://chat.whatsapp.com/GHmsabz6nBjAWAOZCBqNju

• Dukung Historical Meaning : https://saweria.co/historicalmeaning

22/01/2022

Hi Historimean!

Insiden Honnoji merupakan salah satu Insiden yang membuat terjadinya perubahan era pemerintahan Sh**un, pada masa Azuchi-Momoyama tahun 1582, di Honnoji, Kyoto, Jepang. Penyebab terjadinya insiden ini adalah Oda Nobunaga, Daimyo dari Owari yang hidupnya harus berakhir dipaksa bunuh diri dalam kuil Honnoji yang terbakar oleh bawahan kepercayaan nya sendiri, Mitsuhide Akechi. Apa yang sebenarnya dipikirkan oleh Mitsuhide Akechi sehingga dia harus mengkhianati tuannya sendiri, Oda Nobunaga yang sudah dipercaya dari awal mula bertemu pada saat pertempuran di Kastil Mino?. Saat itu, Nobunaga sudah diatas puncak kejayaan setelah berhasil mengalahkan Klan Takeda, yang sudah benar-benar kewalahan dipimpin oleh Daimyo terakhir mereka, Katsuyori Takeda. Dalam pertempuran Nagashino yang bertujuan untuk membalaskan dendam kematian Shingen Takeda, berhasil dikalahkan oleh pasukan senapan Oda yang membuat pasukan kavaleri Takeda tewas semua.

Dari situlah Nobunaga merasa sudah hampir mencapai tujuannya, yaitu menyatukan Jepang. Hampir seluruh klan samurai sudah dihabisi oleh Oda Nobunaga sedangkan sisanya bergabung dan berkoalisi dengan Klan Oda. Dikenal sebagai daimyo yang membuat aturan yang kontroversional tentang penolakan kekuasaan yang sudah mapan, bekerjasama dengan negara asing untuk memajukan beberapa industri di negaranya. Salah satunya adalah pertama kali pasukan Samurai Jepang menggunakan senjata api sebagai alat bertempur dalam medan perang. Tidak hanya itu saja, Dia juga dikenal sebagai Raja Iblis dikarenakan pernah membakar orang-orang yang menentangnya secara hidup-hidup di kuil Enryakuuji. Dari situlah mengapa Oda Nobunaga dianggap sebagai penguasa yang sangat kejam dan tidak kenal ampun oleh masyarakat Jepang pada masa itu.

Sebelum insiden ini terjadi, Nobunaga telah mempercayakan Mitsuhide Akechi untuk menyusul membantu pasukan Hashiba (dikenal sebagai Hideyoshi Toyotomi) ke Chugoku, lalu Mitsuhide berhenti sejenak untuk beristirahat. Tetapi kemudian, ternyata dia mengunus pedangnya dan menunjuk kearah kuil Honnoji dan berteriak dengan lantang “Musuh kita ada di Honnoji !!”. Saat itulah seluruh pasukan Akechi bergerak dengan semangat dan disitulah Nobunaga dan pengikutnya terkejut melihat pasukan Akechi menyerang Honnoji. Dengan jumlah pasukan Nobunaga yang sangat minim, pasukan Akechi berhasil menghabisi seluruh pasukan Oda dengan percaya diri hingga sampai pada akhirnya tersisa hanya Oda Nobunaga, dan bawahan nya Ranmaru Mori. Nobunaga menyuruh Ranmaru untuk membakar kuil tersebut agar jasad nya tidak jatuh ke tangan pasukan Akechi, dan mereka berdua melakukan seppuku sampai anaknya juga tewas ditangan pasukan Akechi yang berambisi memusnahkan seluruh klan Oda.

Motif dari Kudeta ini masih menjadi misteri sampai sekarang, tetapi diduga Mitsuhide memberontak demi kekuasaan walaupun motif dan tujuan nya sama seperti Nobunaga, yaitu menyatukan Jepang tetapi dengan caranya sendiri dalam menegakkan keadilan dan hukum kepada masyarakat bawah. Karena pada abad ke 16 kondisi Jepang sama sekali belum stabil dari ekonomi ataupun kesejahteraan sosial.

-------------------------------------
Penulis : Samuel Exaudio Tobing
Penyunting : Zakaria
-------------------------------------

Refrensi :
• Dunlop Andrew “The Greatest Mystery in Japanese History : Incident of Honnoji”.
• Ariefyanto,Irwan M (21,Juni 2013)”Pada Hari Ini di 1582 Oda Nobunaga Dipaksa Bunuh Diri”. Dalam Republika co id.
• Fujiwara, Fariz (30, Dec 2018) “Akechi Mitsuhide : Pengkhianat atau Wira”. Dalam The Patriot Asia.

-------------------------------------

• Akses semua situs Historical Meaning :
linktr.ee/HistoricalMeaning

• Instagram Historical Meaning :
Instagram.com/Historical

• Forum Diskusi Historical Meaning :
https://chat.whatsapp.com/GHmsabz6nBjAWAOZCBqNju

• Dukung Historical Meaning : https://saweria.co/historicalmeaning

Address

Posigadan
Kotamobagu

Telephone

+6281245710435

Website

Alerts

Be the first to know and let us send you an email when Rifki Y.Mustapa posts news and promotions. Your email address will not be used for any other purpose, and you can unsubscribe at any time.

Share

Category


#}