22/09/2025
Ibu Rumah Tangga + Ibu kantoran bantu cari nafkah: Dua Peran, Nol Apresiasi?
Pengorbanan Ganda Seorang Istri, Saat Suami Tak Mau Mengerti
Pernahkah kita berhenti sejenak dan benar-benar memikirkan betapa beratnya langkah seorang istri?
Ia bukan hanya seorang ibu rumah tangga yang setiap hari berjibaku dengan panci, lantai, cucian, dan anak-anak. Tapi juga seorang pekerja kantoran yang harus bangun lebih pagi, berlari melawan waktu, berjuang di jalanan yang macet, dan tetap tersenyum profesional meski hatinya seringkali lelah.
Dua peran sekaligus. Dua tanggung jawab besar. Namun sering kali, satu hal yang ia dapat hanyalah: nol apresiasi.
Ketika Pengorbanan Tak Terlihat
Banyak suami hanya melihat hasilnya: rumah bersih, anak rapi, meja makan terhidang, atau slip gaji yang ikut menambah belanja bulanan. Tapi jarang yang benar-benar menoleh pada prosesnya.
Mereka tidak melihat bagaimana seorang istri menahan kantuk saat harus menyiapkan sarapan. Mereka tidak tahu betapa seringnya ia menunda makan hanya demi memastikan anak-anak kenyang. Mereka juga tak menyadari betapa perihnya badan yang harus tetap tersenyum di kantor, lalu p**ang masih harus menyapu, mencuci, mengurus PR anak, hingga larut malam.
Seorang istri sering kali berjalan di antara dua dunia rumah dan kantor seperti seorang akrobat yang menyeimbangkan diri di atas tali tipis. Satu langkah salah, semua bisa berantakan. Tapi hebatnya, ia tetap bertahan. Diam-diam, ia menelan lelahnya sendiri.
Suami, Dengarlah…
Yang paling menyakitkan bukanlah rasa capek.
Yang paling menusuk adalah ketika suami tak mau mengerti.
Saat istri mencoba bercerita, malah dianggap mengeluh. Saat ia meminta bantuan kecil, dijawab dengan wajah bosan. Saat ia berharap sekadar pelukan, justru yang datang hanyalah diam.
Padahal, yang istri butuhkan bukanlah kemewahan. Ia tak minta rumah mewah, perhiasan berkilau, atau liburan mahal.
Yang ia rindukan hanyalah pengakuan kecil:
“Terima kasih, sayang.”
“Capek ya? Biar aku bantu.”
Atau sekadar, “Aku bangga sama kamu.”
Kata-kata sederhana, tapi bisa menjadi obat paling mujarab bagi jiwa seorang istri yang hampir retak.
Apresiasi yang Hilang
Kenyataannya, banyak istri di luar sana yang hidup seperti lilin: menerangi sekitar sambil perlahan menghabiskan dirinya sendiri. Ia memberi cahaya pada anak-anaknya, pada suaminya, pada rumah tangganya… tapi tak ada yang benar-benar menyadari betapa panas api yang ia tanggung.
Ironisnya, sering kali justru kesalahannya yang lebih cepat terlihat ketimbang jasanya. Rumah sedikit berantakan, langsung diomeli. Lupa menaruh garam di masakan, langsung diprotes. Padahal, semua kerja keras yang ia lakukan dari pagi sampai malam nyaris tak pernah dihitung.
Saatnya Belajar Mengerti
Seorang suami seharusnya menjadi bahu tempat istri bersandar, bukan justru beban tambahan yang membuatnya runtuh.
Mengerti bukan berarti harus bisa melakukan semua hal yang istri lakukan. Tapi cukup dengan hadir, mendengar, dan menghargai.
Menghargai bukan berarti menumpuk hadiah mahal, tapi menumbuhkan rasa hormat pada setiap langkah kecil yang istri jalani.
Karena sesungguhnya, rumah tangga yang bahagia tidak dibangun dari siapa yang lebih kuat atau lebih berkorban.
Rumah tangga yang bahagia lahir dari saling mengerti, saling menghargai, dan saling melengkapi.
Ibu rumah tangga sekaligus ibu kantoran bukanlah sosok biasa. Ia adalah pahlawan tanpa medali. Ia adalah pejuang sunyi yang sering kali hanya ingin didengar, disyukuri, dan dihargai.
Maka, jika hari ini kamu adalah seorang suami, lihatlah istrimu lebih dalam.
Jika hari ini kamu adalah seorang anak, peluklah ibumu lebih erat.
Karena di balik senyumnya, ada pengorbanan ganda yang mungkin tak pernah kamu bayangkan.
Dan jangan biarkan ia terus berjalan dengan label “dua peran, nol apresiasi”, hanya karena kita tak pernah benar-benar mencoba untuk mengerti.
Karya:Suami_Istri