07/11/2025
Banyak Anak Banyak Rezeki”… Tapi, Benarkah Masih Berlaku di Zaman Sekarang?
Kamu pasti pernah dengar kalimat ini, kan? “Banyak anak banyak rezeki.”
Ungkapan yang diwariskan dari mulut ke mulut, dari generasi ke generasi. Dulu, kalimat ini seperti mantra yang menenangkan hati orang tua zaman dulu bahwa setiap anak membawa keberkahan, membawa rezekinya masing-masing.
Namun sekarang, di tengah derasnya arus modernitas, gaya hidup yang serba cepat, dan biaya hidup yang bikin napas sesak… benarkah keyakinan itu masih bisa dipegang dengan teguh?
Atau jangan-jangan, ungkapan itu sudah mulai kehilangan maknanya di hadapan realita?
Akar Sejarah: Ketika Anak Jadi Rezeki yang Nyata
Mari kita mundur sedikit ke masa lalu.
Dulu, Indonesia masih hidup dalam pola masyarakat agraris sawah, ladang, kebun, dan ternak jadi sumber penghidupan utama. Di masa itu, banyak anak bukan berarti beban, tapi justru kekuatan ekonomi. Setiap anak adalah “tangan tambahan” di sawah, di ladang, di rumah. Mereka ikut menanam, memanen, memikul hasil panen, dan menjaga hewan ternak.
Dalam logika sederhana: makin banyak anak, makin banyak tenaga kerja.
Makin banyak tenaga, makin besar hasil panen. Dan dari situlah muncul keyakinan:
“Banyak anak banyak rezeki.”
Tapi bukan cuma soal ekonomi. Di zaman dulu, sistem sosial belum sekuat sekarang.
Belum ada BPJS, belum ada tabungan pensiun, belum ada asuransi.
Anak-anaklah satu-satunya “jaminan masa tua”.
Mereka yang akan merawat orang tuanya, menjaga sawahnya, dan meneruskan nama keluarga.
Dengan begitu, ungkapan ini bukan sekadar kata-kata tapi doa, harapan, bahkan pegangan hidup.
Zaman Berubah, Realita Ikut Bergeser
Sekarang kita hidup di dunia yang sangat berbeda. Tenaga manusia digantikan mesin. Lahan pertanian makin sempit.
Dan yang lebih penting, anak-anak bukan lagi tenaga kerja mereka adalah tanggung jawab yang harus dididik, dijaga, dan dipersiapkan untuk masa depan.
Membesarkan anak di era modern bukan hal ringan. Bayangkan, dari popok sampai kuliah, semua butuh biaya yang tidak kecil.
Biaya sekolah naik tiap tahun, belum lagi biaya kesehatan, kebutuhan nutrisi, dan hal-hal lain yang datang tak terduga.
Kalimat “banyak anak banyak rezeki” mungkin dulu terasa menenangkan.
Tapi sekarang, bagi sebagian keluarga, justru terdengar seperti tantangan:
“Banyak anak banyak tanggung jawab.”
Rezeki Itu Datang, Tapi Butuh Dijemput
Kita tentu sepakat bahwa rezeki datang dari Tuhan. Namun, Tuhan juga memberikan akal dan tangan untuk menjemputnya.
Rezeki tidak datang begitu saja hanya karena kita menambah jumlah anak.
Ada usaha, ada perencanaan, ada tanggung jawab yang berjalan bersamaan.
Orang tua zaman dulu mungkin cukup memberi makan dan pakaian, tapi orang tua masa kini dituntut lebih: memberi pendidikan terbaik, menjaga kesehatan mental anak, menciptakan lingkungan yang aman, dan membangun karakter mereka di tengah dunia digital yang penuh distraksi.
Dan itu semua… tidak bisa dilakukan hanya dengan “niat baik”.
Butuh kesiapan, baik finansial maupun emosional.
Fakta Kehidupan Modern yang Perlu Dipertimbangkan:
1. Pendidikan = Investasi Jangka Panjang
Di era kompetisi global, pendidikan bukan pilihan, tapi kebutuhan.
Dan biaya pendidikan dari TK sampai universitas bisa mencapai ratusan juta rupiah.
Satu anak saja sudah jadi investasi besar, apalagi lima?
2. Perhatian Emosional Semakin Penting
Banyak anak sering berarti perhatian terbagi.
Padahal, anak zaman sekarang tumbuh di dunia yang menuntut perhatian dan kehangatan emosional tinggi dari orang tuanya.
Mereka butuh didengar, bukan sekadar diberi makan.
3. Kesehatan Bukan Sekadar Fisik
Anak-anak butuh makanan bergizi, olahraga, dan lingkungan sehat.
Tapi jangan lupa, mereka juga butuh kesehatan mental yang dijaga.
Stres anak-anak zaman sekarang lebih kompleks daripada sekadar PR sekolah.
4. Bumi Kita Sudah Lelah
Populasi dunia terus meningkat, sementara sumber daya alam menipis.
Banyak negara mulai mengkampanyekan “keluarga kecil, keluarga bahagia” bukan karena ingin membatasi rezeki, tapi menjaga keseimbangan hidup.
❤️ Tapi Jangan Salah, Banyak Anak Memang Bisa Membawa Kebahagiaan
Meski begitu, bukan berarti memiliki banyak anak itu salah. Bagi sebagian keluarga, anak-anak adalah sumber keceriaan.
Rumah yang ramai tawa, suara gaduh di pagi hari, canda di meja makan itu semua adalah bentuk rezeki yang tak ternilai.
Ada yang bilang, “anak itu rezekinya masing-masing.”
Dan memang benar. Setiap anak punya jalan rezekinya sendiri.
Kadang dari satu anak, kita belajar sabar.
Dari anak lain, kita belajar bersyukur.
Dari yang lain lagi, kita belajar ikhlas.
Namun, rezeki batin itu tidak akan terasa jika orang tua sendiri kelelahan karena tidak siap menghadapi tanggung jawabnya.
Rezeki baru bisa dirasakan jika ada kesiapan dan kesadaran dalam menjalaninya.
Relevansi Ungkapan Itu di Zaman Sekarang
Jadi, apakah “banyak anak banyak rezeki” masih relevan?
Jawabannya: relevan, tapi dengan makna yang harus diperbarui.
Dulu, “banyak anak” berarti banyak tenaga.
Sekarang, “banyak anak” berarti banyak tanggung jawab.
Dulu, “rezeki” diukur dari hasil panen.
Sekarang, “rezeki” diukur dari kualitas hidup, pendidikan, dan kebahagiaan keluarga.
Mungkin, sudah saatnya kita mengganti maknanya menjadi:
“Setiap anak membawa rezeki, tapi rezeki itu hanya bisa tumbuh di tangan orang tua yang siap menanam dan merawatnya.”
Antara Keyakinan dan Perhitungan
Tidak salah jika masih percaya bahwa anak adalah rezeki.
Karena memang benar, setiap nyawa yang lahir membawa takdir dan jalan hidupnya sendiri.
Namun, keyakinan tanpa kesiapan bisa berubah jadi penyesalan.
Tuhan memang memberi rezeki, tapi manusia tetap perlu menjemputnya dengan kerja keras dan perencanaan.
Jadi, sebelum memutuskan untuk menambah anak, mungkin ada baiknya bertanya pada diri sendiri:
• Sudahkah aku siap mendidik mereka, bukan hanya membesarkan?
• Sudahkah aku bisa memberi waktu dan perhatian yang cukup?
• Sudahkah aku siap menanggung tanggung jawabnya, bukan hanya berharap pada rezekinya?
Penutup: Ubah Cara Pandang, Bukan Keyakinan
Ungkapan lama tidak harus dibuang, tapi bisa dimaknai ulang.
Karena sesungguhnya, nilai dasarnya tetap indah: setiap anak adalah anugerah.
Namun, di zaman sekarang, kebijaksanaan tidak hanya datang dari keyakinan, tapi juga dari perencanaan.
Rezeki memang datang dari Tuhan,
tapi yang menentukan bagaimana rezeki itu tumbuh adalah manusia.
Jadi, mungkin bukan “banyak anak banyak rezeki” lagi, tapi “anak yang dibesarkan dengan kasih dan kesadaran, dialah rezeki sejati.”
Karena pada akhirnya, bukan jumlah anak yang menentukan seberapa banyak rezeki kita,
tapi seberapa dalam cinta dan tanggung jawab yang kita tanam di setiap hati kecil yang Tuhan titipkan.
Karya:Suami_Istri