Lombok Friendly

Lombok Friendly Your Guide to everything Lombok & Beyond. Temukan inspirasi liburan terbaik di Lombok dan sekitarnya! Your guide to everything Lombok & Beyond
(275)

Lombok Friendly menyajikan informasi wisata dalam format vlog dan berita tentang destinasi wisata: alam, sejarah, budaya, kuliner, dan event seru.

Tiba tiba, teringat seorang kawan..... 🥲Salah satu aktor yang kerap membantu kita memperkenalkan pariwisata NTB.Sore itu...
22/09/2025

Tiba tiba, teringat seorang kawan..... 🥲
Salah satu aktor yang kerap membantu kita memperkenalkan pariwisata NTB.

Sore itu kami melakukan prosesi melukat di Pura Kaweri, Dusun Gandari, Narmada. Ade Firman Hakim terlihat paling bersemangat, karena ia baru mengetahui bahwa di Lombok juga terdapat Pura Hindu. Ia pun mengenang kunjungan pertamanya ke Lombok saat ikut membintangi film Kalam Kalam Langit yang shooting di kawasan Ponpes Al Aziziyah, Kapek.

Usai makan malam, kami berbincang panjang dengannya di hotel. Ade banyak bercerita tentang mimpi-mimpinya. Salah satunya, keinginan membuat film tentang Wetu Telu dan tradisi pernikahan Adat Sasak, tema utama percakapan kami malam itu hingga menjelang dini hari.

Sayangnya, aktor berbakat peraih Piala Citra lewat film Ratu Ilmu Hitam sekaligus nominator Festival Film Bandung lewat film Bid’ah Cinta ini, telah lebih dulu meninggalkan kita sebelum sempat mewujudkan mimpinya tentang Lombok.

RIP Brother. ✨️
Terima kasih telah turut membantu memperkenalkan pariwisata NTB lewat program Travel Addict, GTV. ✨️🙏

berat

Tak dapat dipungkiri, sorotan besar lewat buku Eat, Pray, Love yang kemudian difilmkan dan menjadi box office dunia, tur...
21/09/2025

Tak dapat dipungkiri, sorotan besar lewat buku Eat, Pray, Love yang kemudian difilmkan dan menjadi box office dunia, turut membentuk wajah Bali sebagai destinasi spiritual dunia. Sejak film itu diluncurkan, tidak terhitung jumlah selebriti papan atas Hollywood yang memilih Bali sebagai destinasi spritual.

Namun, ada sebuah kisah yang jarang diketahui publik. Tahukah kalian, salah satu pengalaman paling berkesan Elizabeth Gilbert justru tidak terjadi di Bali, melainkan di Lombok? Fragmen penting ini memang tidak masuk ke dalam film, tetapi pernah diceritakan langsung oleh Gilbert dalam The Oprah Winfrey Show

Saat itu, Gilbert berusia 31 tahun, tengah melalui masa sulit akibat perceraian dan depresi. Ia memutuskan untuk pergi ke sebuah p**au kecil di lepas pantai Lombok, berniat menjalani sepuluh hari penuh keheningan untuk berdamai dengan dirinya sendiri.

Di p**au sederhana itu, Gilbert terbiasa berjalan setiap hari mengelilingi pesisir. Ada seorang perempuan Muslim setempat yang kerap menyapanya dengan meletakkan tangan di dada dan tersenyum. Sapaan itu ia balas dengan cara yang sama, meski keduanya tak pernah bertukar kata, bahkan tak saling tahu nama.

Hingga suatu hari, Gilbert jatuh sakit parah karena keracunan makanan. Ia terkurung di gubuk kecilnya, lemah, dehidrasi, dan ketakutan. Ketika perempuan itu tak lagi melihat Gilbert lewat dalam rutinitas hariannya, ia merasa ada yang tidak beres. Dengan penuh kepedulian, ia mencari hingga menemukan Gilbert dalam kondisi memprihatinkan, lalu kembali membawakannya air minum dan makanan. Ia merawat Gilbert bak seorang ibu kepada anaknya, meskipun ia tidak mengetahui namanya sama sekali.

Bagi Gilbert, itulah momen paling penuh rahmat dalam hidupnya—kasih sayang tanpa pamrih dari seseorang yang sama sekali tidak mengenalnya. “She is my face of Islam,” ujarnya kepada Oprah, mengenang perempuan Muslim itu sebagai wajah kebaikan yang akan selalu ia kenang.

Sebuah kisah kecil, sederhana, namun menyimpan makna mendalam: bahwa Lombok sesungguhnya hadir dalam perjalanan spiritual Eat, Pray, Love, sebagai bab tersembunyi yang penuh kehangatan dan kemanusiaan.

Lebih dari sekadar catatan pribadi, kisah ini mengingatkan kita bahwa daya tarik sebuah destinasi tidak hanya terletak pada panorama alamnya, tetapi juga pada nilai-nilai kemanusiaan yang hidup dalam diri masyarakatnya.

Lombok menawarkan narasi yang berbeda: keheningan yang menyembuhkan, keramahan yang tulus, dan pengalaman otentik yang lahir dari interaksi manusia. Inilah modal budaya yang, jika dirawat dan diceritakan dengan tepat, mampu menempatkan Lombok sejajar dengan Bali sebagai destinasi dunia. Bukan sekedar karena keindahan alamnya, tetapi karena jiwa yang menyertainya.

Bayangkan jika setiap orang di Lombok menghadirkan ketulusan yang sama, maka dunia akan melihat p**au ini bukan sekadar tempat berlibur, tetapi rumah yang hangat bagi siapa pun yang datang. Sebuah wajah kemanusiaan yang dapat membuat Lombok abadi dalam ingatan, jauh melampaui keindahan alamnya.

Pertanyaannya: Siapakah gerangan Ibu yang menolong Elizabeth Gilbert itu?


fans

Air Mancur Menari di Giri Menang, Lombok BaratDilansir Inside Lombok, Pemkab Lombok Barat tengah membenahi air mancur di...
20/09/2025

Air Mancur Menari di Giri Menang, Lombok Barat

Dilansir Inside Lombok, Pemkab Lombok Barat tengah membenahi air mancur di kawasan Giri Menang Square (GMS) dengan konsep baru Air Mancur Menari yang akan diiringi musik. Sekitar 20 jenis musik dari berbagai genre disiapkan untuk dimainkan, terutama pada malam hari.

Sekretaris Dinas PUTR Lobar, Lalu Ratnawi, menyebutkan pihaknya menugaskan staf khusus sebagai programmer untuk mengatur musik yang diputar. Menurutnya, pertunjukan air mancur tersebut akan lebih menarik perhatian pada malam hari karena dipadu cahaya dan musik.

Selain mempercantik GMS, Pemda juga menyiapkan pendataan pedagang yang berjualan di kawasan itu. Pendataan dilakukan untuk penataan sekaligus sebagai sumber Pendapatan Asli Daerah (PAD) melalui retribusi, meski besarannya masih belum ditentukan. Pemerintah juga berencana membangun plaza khusus bagi pedagang agar lebih tertata.

Namun, mari jujur sejenak. GMS bukanlah taman kota yang tenang, melainkan bundaran besar dengan arus kendaraan yang tinggi dan jalur keluar masuk yang kerap membuat pengendara kebingungan.

Pertanyaannya: sebesar apa speaker yang harus dipasang agar musik air mancur bisa terdengar jelas, mengalahkan deru knalpot dan klakson? Dan kalau pun terdengar, tidakkah justru berisiko menjadi distraksi tambahan bagi pengendara yang sedang fokus memilih jalur exit?

Bukankah lebih urgen jika perhatian diarahkan pada hal-hal yang langsung menyentuh kebutuhan masyarakat? Misalnya, penambahan rambu lalu lintas yang jelas, papan informasi arah exit sesuai tujuan, atau manajemen lalu lintas yang lebih ramah pengguna. Tak sedikit pengendara mengaku kerap “mengelus dada” setiap melintasi bundaran ini, bukan karena kagum, tetapi karena bingung dan was-was.

Salah satunya cerita dari seorang turis asal Skotlandia bernama Dave yang membagikan kisahnya di salah satu group expat dengan judul: Sejengkal menuju kematian. Kisahnya tentang kejadian yang hampir merenggut nyawanya dan istrinya Daphne di Bundaran GMS pernah kami tulis ulang. Silahkan lihat di kolom komentar.

Bagaimana pendapat teman teman terkait air mancur menari dan musik di GMS ini?


berat

2 Desa Wisata di Lombok Tengah Masuk Top 60 Desa Wisata Terbaik Indonesia 2025Kemenparekraf resmi mengumumkan daftar nom...
19/09/2025

2 Desa Wisata di Lombok Tengah Masuk Top 60 Desa Wisata Terbaik Indonesia 2025

Kemenparekraf resmi mengumumkan daftar nominasi Wonderful Indonesia Awards (WIA) 2025. Dari ratusan desa wisata yang tersebar di seluruh nusantara, dua desa wisata dari Kabupaten Lombok Tengah, Nusa Tenggara Barat, yakni Desa Wisata Lantan dan Desa Wisata Bilebante, berhasil menembus deretan Top 60 kategori Desa Wisata Terbaik Indonesia 2025.

Ajang WIA 2025 menghadirkan 10 kategori penghargaan. Berdasarkan informasi dari laman resmi Jadesta Kemenparekraf, tahapan penilaian desa wisata dilakukan melalui proses berlapis: mulai dari verifikasi administratif, evaluasi awal, desk evaluation, hingga visitasi lapangan sebelum pemenang ditetapkan. Mekanisme ini dirancang untuk memastikan bahwa desa wisata terpilih memiliki kualitas unggul, baik dari sisi atraksi, amenitas, maupun manajemen pengelolaan berbasis masyarakat.

Masuknya Lantan dan Bilebante dalam daftar bergengsi ini menegaskan bahwa daya saing pariwisata Kabupaten Lombok Tengah tidak hanya bertumpu pada sport tourism dengan ikon internasional seperti MotoGP di Mandalika, tetapi juga memiliki daya saing kuat dalam pengembangan pariwisata berbasis desa. Kedua desa ini menawarkan perpaduan panorama alam yang memikat, kekayaan tradisi lokal, serta pengalaman autentik yang selaras dengan prinsip pariwisata berkelanjutan berbasis komunitas dan masyarakat.

Dengan pencapaian tersebut, Lombok Tengah kian meneguhkan posisinya sebagai destinasi wisata berkelas dunia yang mampu mengintegrasikan modernitas dan kearifan lokal dalam satu lanskap pariwisata yang utuh.


Desa Wisata Bilebante:
Berawal dari pematang sawah: langkah kecil para pemuda desa Bilebante menjelma menjadi gerakan besar.

Tahun 2016, sekelompok pemuda Desa Bilebante di kecamatan Pringgarata menjadikan aktivitas bersepeda melintasi pematang sawah sebagai produk wisata perdana. Dengan modal awal sekitar enam unit sepeda hasil hibah dan izin mengelola dua bungalow kecil di kawasan Taman Gardena, para pemuda yang tergabung dalam Pokdarwis DWH Bilebante memulai langkah sederhana yang kemudian menjadi tonggak penting lahirnya desa wisata ini.

Berkat kegigihan dan ketekunan dalam membangun koneksi serta kolaborasi, pada 2017 Desa Wisata Bilebante berhasil mencuri perhatian Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif melalui Generasi Pesona Indonesia (Genpi). Pengakuan ini semakin ditegaskan dengan terpilihnya Bilebante sebagai lokasi Pasar Pancingan, sebuah program strategis kemenparekraf yang menghadirkan wajah baru pariwisata berbasis desa yang bertujuan menyatukan kuliner lokal, atraksi budaya, dan pengalaman autentik kehidupan pedesaan.

Dengan langkah tersebut, Bilebante tidak hanya menjadi destinasi wisata unggulan bertaraf nasional, tetapi juga tampil sebagai model inspiratif bagaimana desa mampu membangun dirinya melalui pariwisata yang berakar pada masyarakat.

Desa Wisata Lantan:
Berbeda dengan Bilebante yang lahir dari pematang sawah, Desa Wisata Lantan di Kecamatan Batukliang Utara justru lahir di pinggir hutan yang dipagari banyak aliran sungai.

Geliatnya mulai terasa pada 2019, ketika warga berhasil menata ulang Air Terjun Babak Pelangi, sebuah lokasi bekas PLTMH terbengkalai yang disulap menjadi destinasi wisata. Upaya tersebut ternyata tidak sia-sia. Air terjun Babak Pelangi segera mencuri perhatian publik. Bahkan sejumlah selebriti nasional seperti Aditya Zoni, Zoe Jackson, dan Laura Jackson tertantang untuk menjajal motor trail di hutan Lantan sekaligus menikmati pesona Babak Pelangi dan Batu Benciwe.

Tahun 2022, pesona Desa Lantan menarik perhatian pemerintah dan menetapkannya sebagai lokasi pembangunan Sirkuit Motocross 459, Lombok Tengah, lengkap dengan fasilitas penunjang untuk wisata petualangan.

Kini, Desa Wisata Lantan semakin memantapkan posisinya di layar Desa Wisata Unggulan Indonesia dengan meraih nominasi Top 60 Desa Wisata Indonesia WIA 2025.

Dari Bilebante dan Lantan, kita dapat belajar bahwa pariwisata berbasis masyarakat dapat menjadi pintu menuju kemajuan. Dari pematang sawah hingga tepian hutan, kedua desa ini menunjukkan bahwa pembangunan sejati lahir dari keberanian masyarakat untuk bermimpi dan bekerja bersama.

Bilebante dan Lantan bukan sekedar destinasi, melainkan cermin bahwa desa yang paham dan percaya pada potensinya sendiri mampu menorehkan jejak besar dalam peta pariwisata Indonesia.

Ngopi di teras kayu dengan pemandangan seindah ini… mau coba? ☕🏡
19/09/2025

Ngopi di teras kayu dengan pemandangan seindah ini… mau coba? ☕🏡

Sedang Ramai!Para Influencer Sumbar Lawan Konten Toxic, Lombok Masih S**a Anco Anco?Dilansir Sumbar Kita, sejumlah influ...
18/09/2025

Sedang Ramai!
Para Influencer Sumbar Lawan Konten Toxic, Lombok Masih S**a Anco Anco?

Dilansir Sumbar Kita, sejumlah influencer asal Sumatera Barat kompak menyerukan gerakan tolak konten bacaruik dan stop normalisasi konten toxic di media sosial. Gerakan ini muncul sebagai respons atas maraknya video dan siaran langsung berbahasa Minang yang dipenuhi ucapan kasar (caruik), yang dikhawatirkan akan menggeser standar komunikasi publik dan merusak citra budaya Minangkabau yang dikenal santun.

Fenomena ini sesungguhnya bukan monopoli Sumbar. Di Lombok, tren serupa hadir dengan kemasan berbeda: konten anco-anco dan berbagai ekspresi amoral yang terkesan dinormalisasi lewat platform digital. Alih-alih dipandang sebagai tontonan memprihatinkan, konten semacam ini kian populer, meraup ribuan hingga jutaan penonton. Pertanyaannya: sampai kapan kita akan menormalisasi tontonan yang sesungguhnya mencederai nilai adat, adab, dan akhlak yang menjadi fondasi masyarakat Sasak?

Mari bersama kita buka mata hati dan pikiran kita. Teruskan membaca:

Media Sosial dan Krisis Adab Digital
Menurut data We Are Social (2025), rata-rata orang Indonesia menghabiskan 3 jam 4 menit per hari di media sosial. Angka ini lebih tinggi dari rata-rata global. Dengan konsumsi sebesar itu, jenis konten yang ditonton publik jelas membentuk pola pikir, standar komunikasi, hingga citra kolektif suatu daerah.

Jika tren toxic ini terus dibiarkan, Lombok berisiko mengalami cultural shift: generasi muda lebih pandai mencaci maki daripada bertutur santun, lebih mengagungkan sensasi walaupun menabrak moral ketimbang prestasi nyata. Lebih berbahayanya lagi, algoritma media sosial bekerja sebagai mesin penguat: semakin sering ditonton, semakin sering p**a konten toxic direkomendasikan.

Mari belajar dari Sumatera Barat. Aksi tolak normalisasi konten toxic yang mereka lakukan adalah wujud upaya nyata: membentengi diri dan lingkungan mereka dari konten perusak moral. Langkah ini patut ditiru, karena algoritma hanya bisa dilawan dengan produksi konten tandingan yang bernilai positif, kreatif, dan tetap relevan dengan audiens muda.

Bagaimana kabar kita di Lombok?
Kerap dijuluki p**au seribu masjid, bahkan mekah kecil sebagian orang menyebutnya di masa lalu, Lombok sejatinya memiliki pondasi moral, adab, dan budaya yang sangat kuat. Dimana nilai nilai adat kerap disandarkan kepada syariat yang bersendi pada ajaran agama dan melekat dalam kehidupan masyarakat Sasak. Bahkan tidak sedikit tokoh adat lokal yang meyakini bahwa asal usul munculnya nama Lombok adalah dari karakteristik masyarakatnya yang lomboq, atau lurus alias patuh dalam bahasa Indonesia. Didiami oleh masyarakat yang oleh sejarawan A Teeuw disebut sangat menyukai kain putih atau tembasaq sehingga dijuluki Sasak.

Seharusnya pondasi adab dan adat yang telah diwariskan cukup menjadi rambu moral bagi masyarakat masa kini dalam berinteraksi, termasuk di ruang digital. Namun, semua itu akan sia-sia jika para kreator, tokoh masyarakat, hingga penikmat konten memilih diam atau bahkan ikut menormalisasi toxic culture yang sedang menjadi momok.

Sumatera Barat sudah bergerak. Saatnya Lombok mengikuti. Para influencer, seniman, akademisi, hingga komunitas lokal harus bersatu menyuarakan gerakan serupa: stop konten toxic, selamatkan adab digital. Bukan untuk menghalangi kreativitas, melainkan untuk menjaga agar kreativitas tidak menjelma sebagai adab bejat yang diwariskan lintas generasi.

Gerakan anti-konten toxic di Sumatera Barat adalah sebuah tamparan sekaligus teladan. Dan kita dihadapkan pada dua pilihan: terus larut dalam euforia anco-anco yang menurunkan martabat budaya, atau bangkit mengawal ruang digital agar generasi kita tetap beradab.

Adab generasi kita di masa depan, khususnya dalam ranah digital ditentukan oleh pilihan kita hari ini: ingin dikenang sebagai generasi yang melestarikan nilai nilai adab dan adat, atau generasi yang menggadaikan adab demi sekadar like dan viewer.

Assalamualaikum para pemangku kebijakan, pemangku adat, dan pemerintah: Semoga Anda semua masih sehat dan waras. ✨️🙏
berat

Momen Langka!National Geographic berhasil mempertemukan dua chef legendaris dunia dalam satu acara. Mereka duduk di satu...
17/09/2025

Momen Langka!
National Geographic berhasil mempertemukan dua chef legendaris dunia dalam satu acara. Mereka duduk di satu tikar, mencicipi menu yang sama: rendang.

Mungkinkah ini pertanda akan lahir sebuah kolaborasi bisnis?

Kami turut merasa bangga pernah bertemu Pak William Wongso di Manisan Ubud — teater kuliner pertama di Bali, dan sekaligus mencicipi langsung hidangan yang beliau buat, ayam kodok.

Sayangnya, belum kesampaian bertemu Gordon Ramsay. Hanya bisa melihat teriakannya di Hell’s Kitchen dan gaya khasnya di The Naked Chef. Padahal, kami pernah menjadi salah satu tim marketing di satu-satunya restoran miliknya di luar London, yaitu The Gordon Ramsay’s Bar & Grill, Kuala Lumpur.

Semoga suatu saat mereka akan membuka sesuatu di Lombok. 😍🙌

Tidak semua air terjun tersembunyi dibalik hutan lebat dengan akses yang sulit. Di Lombok, banyak yang justru berada di ...
17/09/2025

Tidak semua air terjun tersembunyi dibalik hutan lebat dengan akses yang sulit. Di Lombok, banyak yang justru berada di dekat perkampungan, hanya beberapa meter dari jalan raya. Salah satunya ⤵️

Air terjun Batu Santek, Pakuan, Narmada.

Mana nih, para Baladewa Lombok. 😍🙌
16/09/2025

Mana nih, para Baladewa Lombok. 😍🙌

Nede Peresean: Ritual Suci di Balik PereseanPeresean sudah lama dikenal sebagai tradisi khas masyarakat Sasak. Dua orang...
16/09/2025

Nede Peresean: Ritual Suci di Balik Peresean

Peresean sudah lama dikenal sebagai tradisi khas masyarakat Sasak. Dua orang pepadu berhadapan dengan penjalin dari rotan dan ende dari kulit kerbau, saling menguji ketangkasan diiringi bunyi gendang dan alat musik tradisional. Dahulu, peresean bukan sekadar tontonan, melainkan sebuah ritual penting untuk memohon turunnya hujan saat kemarau panjang.

Pertarungan ini punya makna yang dalam. Darah yang menetes ke tanah dipercaya sebagai tanda bahwa doa masyarakat diterima, dan hujan akan segera datang.

Kini, peresean lebih sering ditampilkan sebagai seni pertunjukan, tari penyambut tamu, bahkan sebagai perlombaan budaya. Namun, di balik itu semua, ada sebuah ritual suci yang sering terlupakan: Nede.

Nede berarti doa atau permohonan. Ritual ini dipimpin oleh pemangku adat dan melibatkan seluruh masyarakat. Bersama-sama mereka membaca takepan, sembeq, bubus, serta menyiapkan sesaji di tempat yang dianggap paling sakral. Nede inilah yang menjadi pintu pembuka sebelum peresean digelar, agar pertarungan tidak kehilangan makna aslinya.

Pada 4 September 2025 lalu, masyarakat Desa Bonjeruk di Lombok Tengah kembali melaksanakan Nede sebagai awal Bondjeroek Culture Festival. Dengan cara itu, mereka menegaskan pentingnya menjaga tradisi warisan leluhur, agar peresean tidak hanya menjadi tontonan, tetapi juga tetap dipandang sebagai bagian dari doa dan harapan bagi kehidupan bersama.

fans

Para pembalap MotoGP Dijadwalkan Kunjungi Dua Sekolah di Kuta Mandalika, 2 Oktober 2025Kuta Lombok—Para pembalap MotoGP ...
16/09/2025

Para pembalap MotoGP Dijadwalkan Kunjungi Dua Sekolah di Kuta Mandalika, 2 Oktober 2025

Kuta Lombok—Para pembalap MotoGP dijadwalkan mengunjungi SDN 2 Ngolang dan Ponpes Nurul Ijtihad Al-Ma’arif NU Lenser di Kuta Mandalika pada 2 Oktober 2025 dalam rangkaian program Riders Goes to School.

Direktur Utama MGPA, Priandhi Satria, menjelaskan para siswa dan santri akan mengikuti Mini Safety Riding Workshop tentang keselamatan berkendara, kuis seputar MotoGP, serta berinteraksi langsung dengan para pembalap.

Workshop keselamatan akan menekankan pentingnya penggunaan helm, jaket, dan aturan lalu lintas dasar. Selain itu, peserta juga mendapat kesempatan foto bersama dan sesi tanya jawab dengan pembalap MotoGP.

Sumber: Tribun Lombok | Photo: Jackysan Lombok

Cerita Seorang Pemandu WisataPerjalanan kecil sore itu awalnya terasa sederhana. Saya hanya mengantar tamu ke seberang b...
15/09/2025

Cerita Seorang Pemandu Wisata

Perjalanan kecil sore itu awalnya terasa sederhana. Saya hanya mengantar tamu ke seberang bandara untuk membeli semangka. Ia membeli dua buah, membayar dengan selembar Rp100 ribu, lalu menolak mengambil kembalian. Saya mengira itu hanya gestur ringan, sebuah kebaikan kecil yang akan ia bawa p**ang sebagai cerita manis dari Lombok.

Tapi ternyata, cerita itu berubah arah.
Tidak jauh dari tempat kami berhenti, ada beberapa anak kecil yang sedang bermain di pinggir sawah. Mereka menonton para petani membajak dengan kerbau, sekitar enam orang jumlahnya. Tamu saya terlihat tersentuh. Ia bertanya berapa jumlah mereka, lalu berniat memberi sedikit uang untuk anak-anak itu.

Namun sebelum niat itu sampai, situasi berubah tak terduga. Penjual semangka berteriak memanggil orang-orang, dan dalam hitungan detik kami dikerubungi. Ada yang bersorak “hai kita mau dikasih uang”. Bahkan ada yang berkata, “Jangan biarkan dia pergi kalau belum ngasih uang.” dalam bahasa Sasak. Bayangkan, sebuah niat sederhana untuk berbagi malah berubah menjadi tekanan.

Saya sebagai warga Sasak yang mengerti bahasa mereka tentunya pasang badan untuk menghalau mereka. Namun tamu saya tetap mengeluarkan uang sekitar Rp1,7 juta hanya untuk meredakan kerumunan. Saya, yang seharusnya menunjukkan keramahan Lombok, justru harus menyaksikan wajah tamu saya menegang: antara kecewa, kaget, dan tidak percaya.

Bagi saya, pengalaman ini menyakitkan. Bukan soal uangnya, tapi tentang bagaimana sebuah kebaikan bisa dipelintir menjadi ajang pemaksaan. Hal-hal seperti inilah yang akhirnya membuat orang luar memberi cap buruk pada tempat kita. Padahal, yang berbuat hanya segelintir orang, tapi yang kena dampaknya seluruh nama p**au.

Disclaimer: Tulisan ini bukan untuk menjelekkan, tetapi sebagai refleksi dan pembelajaran. Karena dengan bercermin pada sisi gelap, kita bisa menemukan titik terang, lalu memperbaiki kesalahan agar tidak terulang kembali.

Dari kejadian ini kita dapat belajar bahwa Jika kita ingin pariwisata kita tumbuh sehat, kita harus menjaga martabat diri, desa, dan daerah kita dengan cara yang benar. Karena sekali kepercayaan wisatawan hilang, akan sangat sulit untuk dapat merebutnya kembali.

Sumber cerita: Achieeem
Salam Pariwisata

Address

Pringgarata, Lombok Tengah
Lombok
83562

Alerts

Be the first to know and let us send you an email when Lombok Friendly posts news and promotions. Your email address will not be used for any other purpose, and you can unsubscribe at any time.

Contact The Business

Send a message to Lombok Friendly:

Share

Lombok Friendly

Your free guide to everything Lombok - Sumbawa and Beyond