26/11/2025
MAJLIS SAYYID SULTHAN
(Catatan Al-Abrar. Selasa, 9 April 1996)
*Didik Anakmu Menjadi Pejuang NW*
Pesan Maulana di Aprilia pagi: _“Wajib bagi orang NW terutama abituren, dan lebih utama lagi abituren Ma’had untuk mendukung lembaga ini. Kamu semua harus memiliki andil di dalam NW. Oleh karena itu binalah anak cucumu membuat jalan ke surga melalui NW.”_
Pesan Maulana itu bukan sekadar amanat organisasi, tetapi lebih mirip *peta perjalanan* atau *kompas ruhani* yang diberikan seorang Imam Mursyid kepada murid-muridnya. Ketika beliau menegaskan “wajib bagi orang NW… terutama abituren Ma’had,” maksudnya bukan membuat batas antara yang sekolah di NW dan yang tidak. Justru pesan itu meneguhkan: selama ia adalah orang NW, apa pun latar pendidikannya, ia *memikul kewajiban fardhu ‘ain* untuk membesarkan NW. Hanya saja, beban moral itu tentu lebih kuat pada para alumni lembaga NW sebagai bentuk bakti dan penjagaan terhadap keberkahan ilmu. Di puncak harapan Maulana, para alumni Ma’had Darul Qur’an wal Hadits menjadi pasukan paling depan—pasukan elit—dalam setiap langkah perjuangan Nahdlatul Wathan.
Ketika Maulana menekankan pentingnya memiliki “andil di dalam NW,” beliau membuka ruang seluas-luasnya bagi setiap bentuk kontribusi. Andil tidak harus berupa jabatan; ia bisa hadir sebagai ide yang tampak kecil, tenaga yang tidak tercatat, bantuan finansial yang tak disebut-sebut, doa sunyi di sepertiga malam, bahkan sekadar menjaga diri agar tidak mencoreng nama baik organisasi. Dalam pandangan ruhani, bangunan perjuangan itu bukan tegak oleh hiruk pikuk program, tetapi oleh *hati-hati yang setia* dan bersih dalam menjaga warisan gurunya—anfaukum li Nahdlatil Wathan yang dibingkai dengan kejernihan batin.
Wasiat tentang “membina anak cucu” adalah amanat yang lintas generasi. Dalam tradisi para ulama, keberkahan ilmu dijaga melalui *sanad qalbiy,* mata rantai yang bersambung dari hati ke hati. Karena itu “anak cucu” tidak hanya bermakna keturunan (nasab), tetapi juga semua yang terbentuk melalui kedekatan, pendidikan, dan pengajaran (sabab). Mereka harus diarahkan agar tidak hanya mengejar profesinya masing-masing, tetapi juga mengambil bagian dalam perjuangan. Maka salah satu ukuran keluarga NW yang berhasil adalah ketika anak cucunya—nasab maupun sabab—ikut berjuang untuk NW.
Ketika Maulana menutup pesannya dengan kalimat *“membuat jalan ke surga melalui NW,”* inti amanat itu menjadi terang. NW bukan sekadar organisasi; ia adalah *wadah amal jariyah,* jembatan panjang yang menghubungkan kerja dunia dengan ridha Allah. Rasulullah ﷺ bersabda bahwa amal manusia terputus kecuali tiga: sedekah jariyah, ilmu yang bermanfaat, dan anak saleh yang mendoakan. Dalam medan perjuangan seperti NW, ketiganya bisa hidup sekaligus. Setiap langkah yang jujur, setiap upaya menjaga nama baik warisan guru—bahkan yang tersembunyi dari pandangan manusia—sedang menata jalan menuju akhir yang baik (husnul khatimah).
Pada akhirnya, pesan Maulana adalah ajakan untuk mengajak seluruh keluarga NW—nasab maupun sabab—untuk berjalan bersama, setia, dan tulus di jalan perjuangan yang menjadi jalan menuju surga. []