09/05/2024
Ketika tidak memiliki anak lelaki
(RUANG RINDU IBU)
Bab 1 KESEPIAN
"Pak, apa kita salah dalam mendidik anak-anak?" Mak Minah bertanya pada sang suami yang sedang istirahat di bale-bale pinggir sawah.
"Ada apa, Bu, uhuk.. uhukk... apa yang membuat Ibu berkata demikian?" Sambil terbatuk Pak Sanusi menjawab.
Raut wajah Mak Minah sangat mendung, gurat kesedihan di wajah tuanya jelas terlihat oleh sang suami. Bukan tanpa alasan Mak Minah bersedih. Memiliki cukup banyak anak dan cucu, tapi masa tua mereka begitu sepi.
"Pak, apa segitu merepotkannya kita untuk anak-anak. Kenapa tidak ada yang mau mengajak kita untuk tinggal bersama mereka?" Menetes cairan bening di mata tua Mak Minah.
"Bu, sudahlah. Anak kita itu perempuan semua, mereka harus ikut kata suami. Kalau tidak dapat izin, ya mau bagaimana."
Meskipun sebenarnya di dasar hati yang paling dalam, Pak Sanusi merasa menjadi orang tua yang tidak beruntung. Tidak dapat mempertahankan satu saja anaknya untuk tinggal menemani mereka.
Di hari tua, mereka harusnya lebih banyak beristirahat, bermain dengan cucu-cucunya di rumah. Tapi apalah daya, mereka masih harus berjuang karna tidak bisa berharap banyak kepada anak-anak mereka.
Setahu Mak Minah, anak-anak mereka hanya sebatas ibu rumah tangga, hanya suami mereka yang bekerja. Makanya Mak Minah dan Pak Sanusi begitu sungkan untuk sekedar meminta meski sedikit kepada sang anak.
Ya, anak mereka ada empat, semuanya perempuan. Sudah menikah dan ikut bersama suami masing-masing. Bahkan si bungsu Aisyah, harapan terakhir mereka agar bisa tinggal bersama itu pun kandas. Suami Aisyah yang ternyata anak lelaki satu-satunya membuatnya harus tetap tinggal bersama sang ibu yang memang sudah janda. Jadi kewajiban Arya suami Aisyah tidak bisa lepas dari sang ibu yang tinggal seorang diri.
Anak pertama mereka adalah Khadijah, ia ikut suaminya tinggal di luar kota, Khadijah inilah yang tinggal paling jauh. Sementara yang ke dua adalah Sarifa yang masih satu kota dengan Aisyah cukup dekat sekitaran tiga sampai empat jam perjalanan ke kampung mereka. Sedangkan Latifa anak ke tiga juga cukup jauh. Meskipun mereka masih tinggal dalam provinsi yang sama, tapi jarak mereka jauh dari kampung halaman emak bapaknya.
***
Siang semakin terik, saat selesai istirahat dan makan, ke dua orang tua tersebut melanjutkan kegiatan mereka. Menanam padi di sawah orang dan di beri upah harian menjadi salah satu mata pencarian mereka untuk bisa memenuhi kebutuhan hidup.
Panas terik matahari tak menyurutkan semangat mereka untuk bekerja, bayangan upah yang akan mereka terima membuat mereka enggan untuk mengeluh, biasanya perorang akan diberi upah tujuh puluh ribu sehari. Upah yang lumayan banyak menurut Mak Minah, apalagi dia bersama sang suami.
Lelah tak terasa, bukan hanya Mak Minah dan Pak Sanusi saja yang ada di sawah. Banyak warga lain yang ikut menanam, sehingga mereka tidak merasa kesepian, sesekali mereka bercerita dan tertawa bersama.
Tak terasa senja sudah mulai menampakkan keindahannya. Samar-samar telinga Mak Minah mendengar teriakan seseorang memanggil namanya.
Dengan berlari kecil, Rasya bocah kecil berusia tujuh tahun itu memanggil Mak Minah, "Mak, ada yang nyariin di rumah."
"Siapa, Nak?" Sambil naik dan membersihkan lumpur di badannya Mak Minah bertanya pada anak tetangganya tersebut.
"Gak tau Mak, gak pernah liat, tapi dia cewek, kayaknya sama anaknya dua," Rasya menjawab pasih pertanyaan Mak Minah.
Mak Minah mengangguk tanda mengerti dan berterima kasih pada bocah itu, Mak Minah kemudian memanggil sang suami yang sedang membersihkan diri karna pekerjaan mereka sudah selesai.
"Ayo p**ang, Pak!"
"Iya, Bu. Nanti bapak aja yang singgah di rumah juragan tanah, ngambil upah. Mak duluan aja ke rumah, ya!"
Di perjalanan p**ang, Mak Minah terus berfikir, siapa gerangan tamu yang Rasya sebut. Apakah salah satu anaknya ada yang p**ang menjenguk.
Sesampainya di rumah, Mak minah membuka pintu belakang rumahnya, dikarenakan area sawah yang ditanami itu berada di belakang. Setelah mencuci kaki dan tangan sekali lagi, Mak Minah bergerak ke arah depan untuk membuka pintu dan melihat siapa tamu yang datang.
Krieettt!
Bunyi pintu tua rumah Mak Minah berbunyi nyaring, membuat seseorang yang duduk di bale-bale tersebut menoleh.
"Mak ...!"
"Di ... Dijah ...."
Ayo bergabung dan subscribe buku RUANG RINDU IBU (ketika tidak memiliki anak Laki-laki) agar selalu mendapatkan informasi update terbaru di buku ini dan lihat hasil karya lainnya dari Karput02 di aplikasi KBM.