14/08/2025
Perang Rempah di Makassar
Setelah aneksasi Portugal oleh Spanyol pada tahun 1580, kapal-kapal Belanda pertama mulai terlihat di perairan pulau-pulau di Nusantara. Vereenigde Oost-Indische Compagnie (VOC), yang didirikan pada tahun 1602, sejak awal berdirinya tidak henti-hentinya menentang kehadiran Portugis di wilayah tersebut dan mengincar pulau-pulau rempah. VOC merebut Ambon di Kepulauan Maluku pada tahun 1605 dan menetapkan pusat pemerintahan jenderalnya di Batavia, Pulau Jawa, pada tahun 1619. Selama beberapa dekade, Portugis bertahan, namun akhirnya kehilangan posisi strategis mereka di Malaka pada tahun 1641. Sejak saat itu, kendali atas jalur-jalur pelayaran berpindah tangan.
Namun, Portugis masih memiliki beberapa keunggulan, terutama hubungan yang telah terjalin selama lebih dari satu abad dengan para penguasa Kerajaan Gowa di Pulau Sulawesi, yang juga ingin mempertahankan kepentingan dagang mereka. Sultan Hasanuddin, yang naik takhta pada tahun 1653, dengan tegas menentang monopoli yang berusaha dipaksakan VOC dan tidak dapat menerima gagasan bahwa “Tuhan menciptakan laut hanya untuk orang Belanda.” Dengan memanfaatkan keahlian Portugis dalam seni benteng pertahanan, ia menjadikan Makassar sebagai sebuah kota benteng yang menjadi penghalang bagi dominasi Belanda.
Pada 8 Juni 1660, terjadi insiden pertama antara kapal-kapal Belanda dan Portugis yang berada di pelabuhan Makassar, tetapi penjelasan baru terjadi empat hari kemudian. Armada Belanda dalam formasi lengkap, dipimpin oleh laksamana Van Dam dan Truytman, mengebom istana Sultan Hasanuddin. Portugis dan orang-orang Makassar membalas serangan, namun serangan mendadak ini tidak lain hanyalah sebuah manuver pengalihan karena kekuatan utama pasukan Belanda tetap berada di belakang. Untuk membantu Sultan Hasanuddin, para pembela benteng Panakkukang kemudian meninggalkan sebagian posisi mereka. Saat itulah pasukan Belanda memilih mendarat dan merebut benteng tersebut.
Kemungkinan sang pelukis menjadi saksi mata pada peristiwa itu, Fred Woldemar, yang bekerja untuk Kompeni, menghadirkan sebuah lukisan hidup tentang kejadian 12 Juni 1660 tersebut. Sebuah keterangan rinci memungkinkan kita mengenali para tokoh yang terlibat dan memahami kronologi peristiwanya.
Peristiwa yang sangat terkenal dalam perang rempah ini menandai pengusiran definitif Portugis dari wilayah tersebut, namun bukanlah akhir dari Kerajaan Makassar. Selama hampir satu dekade, Sultan Hasanuddin terus melanjutkan perjuangan melawan Belanda hingga konfrontasi terakhir pada tahun 1669 yang berujung pada kejatuhannya. Sejak saat itu, Vereenigde Oost-Indische Compagnie memerintah tanpa tandingan di Kepulauan Sulawesi.