13/08/2025
Siapa sangka, di balik kabar ekonomi Indonesia tumbuh 5,12% di kuartal II-2025, salah satu yang tertinggi di G20 dan ASEAN, ternyata bukan perusahaan besar atau pabrik raksasa yang jadi penolong utama. Justru para pekerja sektor informal seperti tukang sayur, pedagang kaki lima, buruh harian, sampai warung makanlah yang jadi penopang ekonomi. Data dari detikFinance menyebut, sektor informal menyumbang 60% lapangan kerja dan 55% konsumsi nasional. Artinya, lebih dari separuh perputaran ekonomi kita bergantung pada mereka.
Saat sektor formal seperti pabrik besar, penjualan mobil, dan barang-barang elektronik sedang lesu, tukang sayur tetap berjualan setiap pagi. Mereka datang ke gang-gang, menyapa pembeli, dan menyediakan kebutuhan pokok dengan harga terjangkau. Aktivitas kecil yang mereka lakukan ini ternyata berdampak besar, menjaga konsumsi masyarakat tetap berjalan dan membuat roda ekonomi berputar.
Kalau dipikir-pikir, apa jadinya kalau mereka berhenti berdagang? Kita mungkin harus ke pasar besar atau supermarket untuk beli bahan makanan, yang belum tentu dekat atau murah. Padahal, tukang sayur memberi kita kemudahan, tinggal keluar rumah sebentar, sayur segar sudah di tangan. Mereka juga membantu petani sayur karena biasanya pasokan mereka langsung dari kebun. Sayangnya, sering kali peran mereka ini terabaikan. Kita sibuk belanja di mal atau marketplace online, sementara pedagang kecil mulai kehilangan pembeli. Bukan berarti belanja di mal itu salah, tapi kalau semua orang hanya belanja di tempat besar, lama-lama tukang sayur dan petani kecil bisa kalah bersaing. Kalau mereka hilang, kita juga yang rugi, harga bisa jadi lebih mahal, pilihan makin sedikit, dan ketergantungan ke pasokan besar makin tinggi.
Ada baiknya kita mulai menjaga keberlangsungan pedagang dan petani sayur. Caranya sederhana saja. Misalnya, luangkan waktu seminggu sekali untuk belanja sayur di tukang sayur keliling atau pasar tradisional. Selain membantu mereka tetap bertahan, kita juga dapat bahan yang segar. Kalau mau lebih bermanfaat lagi, ajak tetangga atau keluarga belanja bareng, jadi pembeli mereka makin banyak.
Kita juga bisa memberi dukungan dengan cara lain, seperti membayar dengan uang pas supaya mereka tidak repot mencari kembalian, atau sekadar menyapa dengan ramah supaya mereka semangat. Kalau ada tetangga yang petani sayur, coba bantu promos*kan lewat media sosial pribadi. Hal kecil seperti ini bisa memberi efek besar buat mereka. Menjaga tukang sayur dan petani sayur itu juga menjaga ekonomi kita sendiri. Mereka mungkin tidak masuk berita besar atau laporan tahunan perusahaan, tapi peran mereka nyata.
Selain menjaga ekonomi, belanja sayur keliling juga punya nilai sosial yang nggak bisa digantikan oleh supermarket atau aplikasi online. Tukang sayur yang mampir setiap pagi bukan cuma membawa sayur segar, tapi juga membawa kabar. Di sana kita bisa bertanya, “Lagi musim apa di kebun?” Obrolan singkat di depan rumah sambil memilih tomat atau cabai itu sebenarnya merawat rasa kebersamaan di lingkungan. Kalau tradisi ini hilang, kita bukan cuma kehilangan pedagang sayur, tapi juga kehilangan salah satu cara paling sederhana untuk saling peduli. Ingat jangan ghibah ya bapak-ibu. Cukup bertukar informasi yang baik.
Lain kali saat tukang sayur lewat depan rumah, jangan ragu untuk berhenti sejenak, tersenyum, dan membeli dagangannya. Kita tidak hanya dapat bahan makanan, tapi juga ikut menjaga pahlawan ekonomi ini tetap kuat di tengah persaingan yang semakin berat.
---
Disclaimer:
Tulisan ini merupakan ulasan sederhana terkait fenomena bisnis atau industri untuk digunakan masyarakat umum sebagai bahan pelajaran atau renungan. Walaupun menggunakan berbagai referensi yang dapat dipercaya, tulisan ini bukan naskah akademik maupun karya jurnalistik.