
22/07/2022
Terima kasih ulasan dan masukan dari pembaca yang budiman.
Meskipun demikian, penulis mencatat tiga kelebihan di buku. Pertama, Soe Tjen mengajukan contoh-contoh yang lekat di keseharian pembaca. Misalnya, tokoh politik Ahok, Anies Baswedan, dan Jokowi serta peristiwa pandemi Covid-19.
Kedua, Soe Tjen menyajikan ringkasan dan latihan di beberapa bab. Pembaca dapat menguji pengetahuan yang baru dipelajarinya.
Ketiga, menyajikan kritik atas logika dan menawarkan alternatif solusi. Memang, tak semua problem filsafat menemu solusi yang terang. Contoh, ambiguitas. Itu problem di ranah lingustik. (Hlm. 74) Problem tak bersolusi. Padahal, secara lingustik, gabungan kata ambigu dapat diberi tanda hubung untuk menegaskan keterhubungan. Contoh, ibu bapak-kami berarti ibu dari bapak kami, sedangkan ibu-bapak kami berarti ibu dan bapak kami.
Tahun-tahun terakhir ini, pembaca dibombardir berita—termasuk yang dangkal dan yang bohong, provokasi, hingga caci maki. Tanpa bekal cukup, kesehatan intelektual, mental, dan spiritual pembaca mudah ambruk.
Di tengah PPKM Darurat, membaca Logika mungkin lebih bermanfaat daripada menonton sinetron. Sebab, ia dapat memicu pembaca mendalami kenyataan melalui jalan filsafat. Terkhusus filsafat logika. Kira-kira begitu•fgs
https://www.takanta.id/2021/09/resensi-logika-bukan-hanya-untuk-orang-pintar.html
Membaca Logika dengan Logika Oleh: Febrie G. Setiaputra* Data Buku Judul: Logika: Bukan Hanya untuk Orang Pintar Pengarang: Soe Tjen Marching Penerbit: Manado, Globalindo Publisher Cetakan: I, Maret 2021 Ukuran: 13 × 19 cm Tebal: iii + 238 hlm. ISBN: 978-623-96116-0-6 Logika banyak orang yang pe...