Kumpulan cerita rakyat nusantara

Kumpulan cerita rakyat nusantara ikuti terus cerita seruh nya

Aneh tapi horor 🙈
16/08/2024

Aneh tapi horor 🙈

IBUKU DITOLAK MERTUA KARENA MIS-KIN  #5Malam ini, akan menjadi sejarah dalam hidup Melati. Mereka yang lain, menghiasi d...
16/08/2024

IBUKU DITOLAK MERTUA KARENA MIS-KIN #5

Malam ini, akan menjadi sejarah dalam hidup Melati. Mereka yang lain, menghiasi diri dengan kemegahan ratu sehari. Tidak dengan Melati.

Di ruang depan, hanya bergelar permadani usang, dan meja kecil. Melati juga hanya memakai pakaian seadanya. Jangan tanyakan pulasan wajah! Melati tidak ada g4ir4h untuk melakukannya. Namun, kecantikan alami Melati tetap terpancar dengan balutan kerudung putih.

Melati menegakkan d4danya, dia tidak mau terlihat lemah terutama di depan Ibunya.

Hal yang paling m!ris. Melati hanya ada 2 kerabat, dan mereka telah pindah ke luar pulau karna faktor kem!skinan. Mereka juga tidak ada kabar keberadaan sama sekali.

Rombongan para warga mulai datang.

"Pengantin prianya mana?" sinis Rani, dia tidak mau ketinggalan moment kemenangannya.

"Mel, dia tidak k4bur, kan?" seru salah satu warga.

"Kalau k4bur. Kita us!r wanita tidak punya aturan dari kampung kita. Mencoreng nama baik saja." Warga lain menyahut.

Bu Sarmi menunduk, dia menghapus cairan bening dengan kerudungnya.

Kepala desa datang bersama pemuka agama.
"Pengantin prianya mana? Ini sudah semakin malam. Pak Ustadz juga sudah siap jadi penghulunya," tanya Kepala desa.

Melati diam bukan berarti tanpa kecemasan. Dia sudah mengirim pesan, juga menghubungi Aris. Namun, Aris tidak memberi jawaban.

"Bagaimana ini? Apa tindakan warga jika pengantin pria tidak kunjung datang?" Rani sengaja berseru.

"Apa lagi, yang us!r lah!" sahut warga lain.

Melati semakin geram dengan para warga. Dia seakan ingin segera pergi dari kampung itu.

Bu Sarmi mulai bergetar, dia takut dan cemas.

"Masih ada waktu. Kenapa terbiasa menghakimi tanpa pikiran jelas! Jika Aris tidak datang. Tanpa kalian usir pun, aku akan membawa pergi Ibuku dari kampung kej4m ini!" seruan Melati membvngkam mereka.

Tidak berselang lama. M0bil Aris datang. Dia datang bersama beberapa karyawan kepercayaannya.

Bu Sarmi mengusap d4danya, ada kelegaan di sisi hatinya, senyumnya mulai mengembang t

16/08/2024

Assalamu'alaikum apa kabar semua 🌱

Entah lah makin kesini makin gak jelas
06/06/2024

Entah lah makin kesini makin gak jelas

DONGENG RUSA DAN KULOAMANGAlkisah, di sebuah hutan di kepulauan Aru, Maluku, hidup sekelompok Rusa yang terkenal memilik...
26/04/2024

DONGENG RUSA DAN KULOAMANG

Alkisah, di sebuah hutan di kepulauan Aru, Maluku, hidup sekelompok Rusa yang terkenal memiliki kemampuan berlari sangat cepat. Para Rusa biasa menantang binatang-binatang lain di suatu daerah untuk berlomba lari. Siapa yang memenangkan perlombaan lari, maka dia berhak tinggal di daerah tersebut.

Di suatu pantai tidak jauh dari hutan, hidup seekor siput laut bernama Kuloamang. Siput laut adalah hewan yang bergerak sangat lambat apalagi jika dibandingkan dengan rusa.

Tetapi siput laut terkenal sebagai hewan yang setia kawan juga cerdik.



Suatu ketika, tanpa disengaja, para rusa sampai di pantai tempat tinggal Kuloamang.

Mereka sangat tertarik untuk menguasai pantai tersebut karena keindahannya.

Tapi mereka mendengar bahwa pantai tersebut telah dihuni oleh siput laut yang salah satunya bernama Kuloamang.

Seperti yang biasa mereka lakukan sebelumnya, untuk menguasai suatu daerah, mereka ingin menemui Kuloamang untuk mengajaknya berlomba lari.



"Pantai ini indah sekali, kita harus bisa menguasainya. Aku dengar siput laut penghuni daerah ini bernama Kuloamang. Mari kita menemuinya dan mengajaknya berlombar lari. Ia pasti kalah menghadapi kita." ujar rusa pada teman-temannya.



Setelah sekian lama berjalan mencari Kuloamang, akhirnya para rusa berhasil bertemu Kuloamang kemudian mengajaknya lomba lari.



"Hai Kuloamang, kami menyukai daerah pantai tempat tinggalmu. Bagaimana kalo kita mengadakan lomba adu lari. Pemenangnya berhak tinggal di daerah ini." tantang Rusa pada Kuloamang.



Kuloamang berpikir keras karena menyadari ia tak mungkin mengalahkan Rusa dalam hal kecepatan lari.

Tapi Kuloamang tidak bisa menyerah begitu saja.

Akhirnya Kuloamang memiliki ide untuk mengalahkan rusa sombong ini.

Kuloamang menyanggupi tantangannya.



"Baiklah, aku bersedia menerima tantangan kalian. Jika kalian menang, maka kalian boleh menguasai pantai ini." kata Kuloamang.



Si Rusa Dan Kuloamang Bertanding Lari
Pada hari yang ditentukan, Rusa beserta beberapa temannya datang kembali ke pantai tersebut untuk melakukan lomba lari melawan Kuloamang.

Mereka merasa yakin akan memenangkan lomba lari dengan sangat mudah.

Sementara, Kuloamang telah mempersiapkan sepuluh orang temannya untuk menunggu di tempat yang telah ia tentukan, mulai dari Tanjung Dua sampai Tanjung Sebelas.

Kuloamang meminta teman-temannya agar menjawab jika Rusa bertanya.



"Kalian tunggulah di tempat masing-masing. Jika Rusa bertanya dimana posisiku, maka kalian jawab bahwa aku di belakangnya." kata Kuloamang pada teman-temannya.



Pertandingan pun dimulai. Rusa segera berlari kencang mendahului Kuloamang. Sesaat Rusa melihat kebelakang dan melihat Kuloamang jauh tertinggal.



"Ha ha ha...Aku akan menang mudah." Rusa tertawa.



Sesampainya di Tanjung Dua, Rusa mulai kecapaian.

Ia berhenti sejenak untuk melihat dimana posisi Kuloamang.



"Sekarang kau ada dimana hai Kuloamang?" tanya Rusa.



"Aku disini, dibelakangmu Rusa." jawab teman Kuloamang yang menunggunya di Tanjung Dua.



Rusa merasa kaget, bagaimana mungkin Kuloamang bisa berada sangat dekat di belakangnya.

Ia segera mempercepat larinya.

Nafasnya sudah tersengal-sengal namun ia terus mempercepat larinya.

Sesampainya di Tanjung Tiga, kembali ia memanggil Kuloamang.

Lagi-lagi ia terkejut melihat Kuloamang selalu berada dekat di belakangnya.



"Dimana kau Kuloamang? Kau pasti jauh di belakang. Tidak mungkin tubuh kecilmu bisa berlari menyamai kecepatan lariku." kata Rusa.



"Aku disini hai Rusa! di belakangmu." kata teman Kuloamang yang menunggu di Tanjung Tiga.



Rusa benar-benar tidak habis pikir, bagaimana mungkin Kuloamang bisa menyamai kecepatan larinya.

Ia kembali mempercepat larinya.

Begitu seterusnya hingga mencapai Tanjung Sepuluh.

Dari Tanjung Sepuluh Rusa kembali mempercepat larinya karena melihat Kuloamang berada dekat di belakangnya.

Akhirnya sebelum mencapai Tanjung Sebelas, Rusa terjatuh kecapaian.

Nafasnya tersengal-sengal.

Akhirnya Rusa mati karena kehabisan tenaga.

Pertandingan lari akhirnya dimenangkan oleh Kuloamang.

Para siput tetap berhak tinggal di Pantai indah tersebut.



Cerita rakyat Si Rusa dan Kuloamang berasal dari daerah Maluku.

Mengisahkan Si Rusa sombong bertanding lomba lari melawan siput laut cerdik bernama Kuloamang.

PANGERAN PANDE GELANG DAN PUTRI CADASARI........ 🌹🌹🌹Alkisah, di daerah Banten, ada  seorang putri  raja bernama Putri Ar...
25/04/2024

PANGERAN PANDE GELANG DAN PUTRI CADASARI........ 🌹🌹🌹

Alkisah, di daerah Banten, ada seorang putri raja bernama Putri Arum. Wajahnya cantik nan rupawan. Kulit dan hatinya lembut selembut sutra. Tidak mengherankan jika banyak pangeran yang ingin menjadikannya sebagai permaisuri. Dari sekian

banyak pangeran, tersebutlah dua orang pangeran yang ingin menjalin kasih dengan sang putri. Kedua pangeran tersebut adalah Pangeran Sae Bagus Lana dan Pangeran Cunihin. Mereka teman seperguruan, namun memiliki sifat yang berbeda. Sesuai dengan nama mereka, kata Sae Bagus Lana dalam bahasa Sunda berarti laki-laki yang baik hati, sedangkan Cunihin berarti laki-laki yang s**a menggoda wanita. Mengetahui perawakan kedua pangeran

tersebut, maka Putri Arum memilih Pangeran Sae Bagus Lana sebagai kekasihnya.

Rupanya, Pangeran Cunihin tidak rela menerima kenyataan tersebut. Secara diam-diam, ia iri hati dan dendam terhadap Pangeran Sae Bagus Lana sehingga timbullah niatnya untuk mencuri ilmu dan kesaktian Pangeran Sae Bagus Lana agar dapat merebut Putri Arum. Alhasil, Pangeran Cunihin berhasil melaksanakan niatnya. Dengan kesaktian tersebut, ia kemudian mengubah wajah Pangeran Sae Bagus Lana menjadi seorang tua dan berkulit hitam legam.

Sementara itu, Pangeran Sae Bagus Lana yang sudah tidak berdaya datang menghadap kepada gurunya untuk meminta petunjuk. Ia pun disarankan oleh gurunya untuk membuat sebuah gelang besar yang bisa dilewati manusia. Gelang itulah yang dapat mengalahkan Pangeran Cunihin. Jika Pangeran Cunihin melewati gelang tersebut maka seluruh kesaktiannya akan lenyap dan kembali kepada Pangeran Sae Bagus.

Setelah mendengar nasehat sang guru, Pangeran Sae Bagus Lana pergi ke sebuah kampung untuk menjadi seorang pembuat gelang atau “pande gelang” tanpa sepengetahuan Putri Arum. Sejak itulah, ia pun dipanggil dengan nama Pande Gelang. Penduduk setempat akrab memanggilnya Ki Pande.

Suatu hari, ketika melintas di Bukit Manggis, Pande Gelang melihat seorang gadis cantik duduk termenung seorang diri. Rupanya, gadis itu tidak asing lagi baginya. Ia adalah Putri Arum yang sedang bersedih karena tidak ingin menikah dengan Pangeran Cunihin yang terkenal kejam dan bengis itu. Meskipun ia tahu kalau gadis itu kekasihnya, Pangeran Sae Bagus Lana tidak ingin membongkar penyamarannya agar sang kekasih tidak bertambah sedih.

“Sampurasun!” sapa Pande Gelang.

“Ra… rampes,” jawab sang putri dengan terkejut.

“Maaf jika hamba telah mengejutkan Tuan Putri,” kata Pande Gelang seraya memberi hormat.

Sang putri tidak segera menjawab. Ia hanya terpaku mengamati lelaki yang belum dikenalnya itu. Meskipun wajah lelaki yang berkulit legam itu tampak kusam, sang putri yakin bahwa orang itu berwatak baik. Ia mengumpamakan lelaki itu bagaikan buah manggis, walaupun hitam dan pahit kulitnya tetapi putih dan manis buahnya. Dengan keyakinan itu, sang putri tidak segan untuk menjawab sapaan lelaki setengah baya itu.

“Maaf, Aki siapa dan berasal dari mana?” tanya sang putri.

“Nama hamba Pande Gelang. Orang-orang memanggil hamba Ki Pande,” jawab lelaki itu. “Maaf Tuan Putri. Sekiranya hamba boleh tahu mengapa Tuan Putri tampak gundah gulana?” tanyanya.

Sang putri kembali terdiam sambil meneteskan air mata. Ia ingin menceritakan kegundaan hatinya, namun sungguh berat untuk mengungkapkannya. Sang putri merasa bahwa tidak ada gunanya menceritakan masalah kepada orang lain karena tak seorang pun yang dapat membantunya.

“Oh, maaf jika pertanyaan hamba tadi telah menyinggung perasaan Tuan

Putri”, ucap Ki Pande seraya hendak berlalu.

Ketika Pande Gelang akan meninggalkan tempat itu, sang putri mencegah langkahnya.

“Tunggu, jangan pergi dulu Ki!” cegah Putri Arum. “Baiklah, Ki. Saya akan bercerita, tetapi sekadar untuk mengilangkan rasa penasaran Ki Pande. Selama ini saya tidak pernah menceritakan masalah ini kepada orang lain karena hanya akan sia-sia belaka,” kata sang putri.

“Mengapa Tuan Putri berkata demikian?” tanya Pande Gelang.

“Masalah yang saya hadapi saat ini sangat berat Ki,” ungkap sang putri. Putri Arum kemudian bercerita bahwa dirinya sedang mendapat tekanan dari

Pangeran Cunihin.

“Saya sangat sedih Ki, karena Pangeran Cunihin memaksa saya untuk

menjadi istrinya. Meskipun ia tampan, tetapi saya tidak menyukai wataknya yang bengis dan kejam. Namun, saya tidak berdaya untuk menghadapinya karena ia sangat berkuasa dan sakti mandraguna,” ungkap Putri Arum.

Sejenak Pande Gelang tertegun. Hatinya sangat geram mendengar sikap dan perilaku Pangeran Cunihin yang semakin menjadi-jadi. Ia tidak sabar lagi ingin menghajar pangeran bengis itu. Meski demikian, ia tetap berusaha menyembunyikan amarah dan mencoba untuk menenangkan hati kekasihnya itu.

“Hamba turut bersedih, Tuan Putri,” ucap Pande Gelang berlinang air mata. “Terima kasih Ki atas keprihatinannya. Tadinya saya mengira wangsit yang

saya terima benar adanya,” ungkap Putri Arum.

“Maaf, Tuan Putri. Wangsit apa yang Tuan Putri maksud?” tanya Pande

Gelang.

“Menurut wangsit yang saya terima melalui mimpi bahwa saya harus menenangkan diri di bukit ini. Kelak akan ada seorang pengeran yang baik hati dan sakti mandraguna yang datang menolong saya. Namun, harapan itu hampir sirna. Sudah sekian lama saya menanti kedatangan dewa penolong itu namun tak kunjung tiba. Padahal, tiga hari lagi Pangeran Cunihin akan

datang untuk memaksa saya menikah dengannya,” keluh Putri Arum.

Pande Gelang kembali tertegun. Ia menyadari bahwa dewa penolong yang dimaksud sang putri adalah dirinya.

“Maaf, Tuan Putri. Kalau boleh hamba menyarankan, sebaiknya Tuan Putri mau menerima keinginan Pangeran Cunihin itu,” ujar Pande Gelang.

Mulanya sang putri menolak saran itu karena bagaimana mungkin ia bisa menikah dengan Pangeran Cunihin yang sangat dibencinya itu. Namun, setelah lelaki itu menjelaskan bahwa sang putri tidak menerimanya begitu saja tetapi dengan syarat yang berat, akhirnya sang putri mau menerima saran itu. Syarat tersebut adalah Pangeran Cunihin harus melubangi batu

keramat hingga bisa dilalui manusia. Selain itu, batu keramat itu harus diletakkan di sekitar pantai sebelum dilubangi. Untuk menyelesaikan

pekerjaan tersebut memerlukan waktu tiga hari. Dengan demikian, tentu saja setengah dari kesaktian Pangeran Cunihin akan hilang.

“Lalu, bagaimana selanjutnya Ki?” tanya Putri Arum setelah mendengar pejelasan itu.

“Tuan Putri tidak usah khawatir. Urusan selanjutnya serahkan kepada hamba,” ujar Pande Gelang.

Mendengar seluruh penjelasan Pande Gelang, maka semakin yakinlah sang putri untuk menerima saran tersebut. Setelah itu, Pande Gelang kemudian mengajak Putri Arum ke tempat tinggalnya untuk mengatur siasat. Perjalanan menuju ke tempat tinggal Pande Gelang ternyata cukup jauh dan melelahkan sehingga membuat Putri Arum jatuh pingsan di atas sebuah batu cadas saat akan tiba di kampung Pande Gelang. Mengetahui hal itu, penduduk kampung segera membantu Pande Gelang membawa Putri Arum ke salah satu rumah penduduk yang terdekat. Mereka pun merawat sang putri dengan penuh kasih sayang. Menurut tetua kampung, sang putri akan segera pulih jika ia meminum air gunung yang memancar melalui batu cadas itu.

Alhasil, setelah meminum air dari batu cadas tersebut, Putri Arum kembali sehat. Sejak itulah, penduduk kampung memanggil Putri Arum dengan sebutan Putri Cadasari. Setelah itu, sang putri segera mengatur siasat bersama Pande Gelang untuk mengelabui Pengeran Cunihin.

Keesokan harinya, Putri Cadasari kembali ke istana dengan diantar oleh beberapa penduduk kampung. Sementara itu, Pande Gelang sibuk membuat sebuah gelang besar untuk dikalungkan pada batu keramat.

Pada hari yang telah ditentukan, datanglah Pangeran Cunihin mengajak Putri Arum untuk menikah dengannya. Putri Arum pun mengajukan syarat sebagaimana yang disarankan oleh Pande Gelang.

“Kamu boleh menikahiku, tapi dengan satu syarat kamu harus membawa batu cadas ke pantai lalu melubanginya,” jelas Putri Arum.

“Ha, sungguh mudah syaratmu itu Tuan Putri. Tapi, apa maksud dari syaratmu itu?” tanya Pangeran Cunihin.

“Batu keramat itu untuk bulan madu kita Pangeran. Kita bisa duduk di atas batu itu sambil menikmati indahnya pemandangan laut. Bukankah itu sangat menyenangkan Pangeran?” jelas Putri Cadasari.

“Oh, sungguh bulan madu yang menyenangkan. Tuan Putri memang seorang putri yang romantis,” puji Pangeran Cunihin.

Tanpa perasaan curiga lagi, Pangeran Cunihin segera melaksanakan syarat itu. Dalam waktu tiga hari, ia berhasil menemukan batu keramat yang disyaratkan dan kemudian membawanya ke sebuah pantai yang indah. Setelah berhasil melubangi batu keramat itu, Pangeran Cunihin segera ke istana untuk menjemput Putri Cadasari.

Sementara itu, Pande Gelang yang sejak tadi bersembunyi di balik semak- semak mengamati semua tingkah laku Pangeran Cunihin, tidak menyia- nyiakan kesempatan itu. Ia segera memasang gelang besar pada batu keramat yang berlubang itu. Namun, ketika ia hendak kembali ke tempat

persembunyiannya, tanpa diduganya Pangeran Cunihin telah kembali bersama

Putri Cadasari.

“Hai, tua bangka! Apa yang kamu lakukan di sini?” bentak Pangeran Cunihin. “Saya datang kemari untuk merebut kembali kesaktian dan Puti Arum yang

kamu rampas dariku,” kata Pande Gelang.

“Hai, bukankah aku pernah mengatakan bahwa kamu tidak pantas menjadi pemenang. Lihatlah sang putri telah menjadi milikku untuk selamanya, hahaha…!” ujar Pangeran Cunihin seraya tertawa terbahak-bahak.

Putri Cadasari sungguh heran mendengar pembicaraan kedua orang itu. Sepertinya mereka sudah saling mengenal sebelumnya. Baru saja ia hendak menanyakan hal itu kepada mereka, tiba-tiba Pengeran Cunihin menarik tangannya untuk melihat batu keramat yang telah dilubanginya itu.

“Lihatlah, wahai Tuan Putri! Keinginan Tuan Putri terlah terwujud. Sungguh sebuah tempat yang indah dan romantis untuk bulan madu kita,” kata Pangeran Cunihin.

Dengan sikap tenang, Putri Cadasari mencoba untuk menunjukkan kegembiraannya seraya menjalankan siasat yang telah diatur bersama Pande Gelang.

“Maaf, Pangeran. Barangkali saya terlalu gembira sehingga tidak bisa

melihat lubang pada batu keramat ini. Sudikah Pangeran membuktikan bahwa batu ini telah berlubang?” pinta Putri Cadasari.

Tanpa berpikir panjang, Pangeran Cunihin segera berjalan melewati lubang pada batu keramat. Baru beberapa langkah ia berjalan di dalam lubang batu

itu, tiba-tiba seluruh tubuhnya merasakan sakit yang luar biasa. Ia pun berteriak keras karena tidak kuat lagi menahan rasa sakit. Begitu ia selesai melewati lubang itu, seluruh kekuatannya hilang sehingga ia hanya bisa duduk lemas tak berdaya. Beberapa saat kemudian, ia pun berubah menjadi seorang tua renta seolah telah melewati lorong waktu yang begitu panjang.

Pada saat yang bersamaan, Pande Gelang merasakan kekuatan yang luar biasa mengalir masuk ke dalam tubuhnya. Akhirnya, seluruh ilmu dan kesaktiannya kembali seperti semula. Wajahnya pun kembali seperti sediakala, yaitu wajah seorang pangeran yang tampan.

Putri Cadasari seolah-olah tidak percaya menyaksikan peristiwa ajaib itu. Ia baru sadar bahwa ternyata lelaki paruh baya yang telah menolongnya itu adalah kekasihnya sendiri, Pangeran Sae Bagus Lana.

“Akang, bagaimana semua ini bisa terjadi?” tanya Putri Cadasari dengan heran.

Pangeran Pande Gelang pun menceritakan semua kejadian yang dialaminya mulai dari peristiwa Pangeran Cunihin mencuri kesaktiannya hingga peristiwa ajaib itu terjadi. Mendengar cerita itu, barulah sang putri sadar bahwa wangsit yang ia terima memang benar adanya. Akhirnya, mereka pun meninggalkan batu keramat itu. Beberapa waktu kemudian, mereka menikah dan hidup bahagia.

Karena air ketubanku sudah pecah, suami mengantarku ke bidan. Namun sesampai di rumah bidan ....WARISANKU DIREBUT MERTUA...
25/04/2024

Karena air ketubanku sudah pecah, suami mengantarku ke bidan. Namun sesampai di rumah bidan ....

WARISANKU DIREBUT MERTUA DAN IPAR
Penulis: Santy St

hanya di kbm app

Cessss...
Aku terkejut kala merasakan aliran air keluar dari bagian kewanitaanku. Ya Allah, rupanya ketubanku sudah pecah. Bagaimana ini?

“Umi ngompol ya?” Tanya Lutfi melihat lantai di bawah tempatku berdiri basah karena air ketuban yang menggenang.

“Bukan, ini adik sudah mau lahir insyaAllah,” jawabku dengan suara yang kubuat setenang mungkin meski hatiku kebat kebit tak karuan.

Aku melangkah menuju lemari pakaian untuk mengambil tas yang sudah kusiapkan, namun rupanya gerakanku membuat air ketuban semakin deras mengalir. Aku pun membatalkan niatku, lalu memilih untuk duduk di atas tempat tidur. Kuambil gawaiku yang layarnya sudah pecah.

“Mas Bayu, kelihatannya aku sudah mau lahiran. Ini air ketubanku pecah,” ucapku pada suamiku setelah kami bertukar salam.

“Maasya Allah. Bentar ya, aku pamit ke Kepala Sekolah dulu,” jawab suamiku.

“Ya Mas. Hati-hati di jalan,” sahutku.
Aku menunggu kedatangan Mas Bayu sambil melafazkan zikir. Panik, sungguh aku panik melihat air ketuban yang masih saja keluar tanpa terkendali. Maka kucoba meredakan kepanikanku dengan banyak berzikir dan merapal doa, meski sejatinya aku tak bisa konsentrasi karena rasa panik yang melanda batinku.

Tak berapa lama kemudian Mas Bayu datang.
“Bagaimana keadaannya?” Suamiku bertanya dengan wajah cemas.

“Ini, masih keluar terus Mas,” jawabku sambil menunjuk ke arah lantai di bawah tempat ku duduk.

“Ya udah, yuk, langsung ke rumah bidan saja.”

“Ya Mas, itu tasnya tolong dibawa,” sahutku sambil menunjuk tas yang tadi kuletakkan di lantai.

“Sudah komplit?”

“Insya Allah sudah, Mas.”

“Fatih, tolong bawakan tas ini ke mobil ya,”ucap Mas Bayu kepada Fatih.

“Iya Bi. Abi sama Umi mau ke mana?”

“Abi sama Umi mau ke bidan, ini Umi sudah mau melahirkan insya Allah. Fatih temenin dik Lutfi ya. Kalo ada apa-apa ke Kakek saja.”

“Siap Bi,” jawab Fatih sambil memberikan gestur menghormat.

Mas Bayu pun tersenyum.

“Doakan Umi ya.”

Kedua anak lelakiku pun mengangguk bersamaan. Aku berusaha untuk tersenyum kepada mereka, meski mungkin senyumku lebih seperti seringaian karena berkecamuknya berbagai perasaan di batinku.

Beberapa menit kemudian, kami sampai di rumah merangkap klinik bersalin milik bidan Retno. Dua kali sudah aku melahirkan di tempat itu, dan selama kehamilanku yang ketiga ini aku juga rutin periksa di sana, sehingga para pegawai di sana sudah mengenal kami.

Segera aku dibawa masuk ke ruang bersalin untuk diperiksa.

“Ini baru pembukaan satu, Bu. Tapi ketubannya sudah pecah, jadi perlu dipacu Bu,” ucap Bidan Retno lembut.

“Ya Bu Retno,” jawabku sambil menahan rasa sakit yang mulai mendera.

Asisten Bu Retno kemudian masuk membawa peralatan-peralatan. Ia memasang jarum infus di tangan kananku, setelah itu memeriksa tensi dan mengecek HB. Kemudian perempuan muda itu keluar lagi dari ruang bersalin.

Tak berapa lama kemudian, Bu Retno masuk lagi. Kepanikan langsung menyerbuku melihat rasa cemas yang tergurat tipis di wajah bidan langgananku itu.

“Bu Ayu,ini HB njenengan rendah banget. Cuma 6. Jadi harus transfusi dulu, khawatirnya pendarahan.”
Sontak ucapan bidan Retno itu memicu kecemasanku.

“Trus bagaimana Bu Retno?”

“Njenengan saya rujuk ke rumah sakit saja ya, yang peralatannya lebih lengkap. Soalnya KPD (Ketuban Pecah Dini) juga.”

Aku hanya bisa pasrah. Mas Bayu dan Bu Retno lalu mempersiapkan segala sesuatunya untuk membawaku ke rumah sakit.

PEU MANA MEINEGAKA  KAWAIAlkisah, di daerah Paniai,  Papua, terdapat sebuah  kampung  bernama Bilai.  Tidak jauh dari ka...
25/04/2024

PEU MANA MEINEGAKA KAWAI

Alkisah, di daerah Paniai, Papua, terdapat sebuah kampung bernama Bilai. Tidak jauh dari kampung terdapat

sebuah gunung yang berdiri tegak dan tinggi bernama Zega. Penduduk kampung Bilai percaya bahwa gunung itu ada penghuninya. Apabila terserang wabah penyakit, mereka meminta sering bantuan kepada penghuni gunung itu melalui seorang

pawang yang diyakini memiliki kesaktian yang tinggi.

Suatu hari, penduduk Bilai ingin mengetahui dan melihat langsung wujud penunggu gunung itu. Oleh karena rasa penasaran tersebut, para penduduk mengundang seorang pawang untuk bermusyawarah di Balai Desa.

“Maaf, Pawang! Kami mengundang sang pawang untuk berkumpul di tempat ini atas permintaan seluruh warga,” ungkap tetua kampung membuka musyawarah itu.

“Kalau boleh saya tahu, ada apa gerangan?” tanya sang pawang penasaran. Tetua kampung kemudian menjelaskan mengenai maksud mereka. Setelah

mendengar penjelasan tersebut, sang pawang pun dapat memahami keinginan

seluruh warga.

“Baiklah kalau begitu. Saya akan mengantar kalian menuju ke puncak Gunung Zega. Saya pun merasa penasaran ingin mengetahui siapa sebenarnya penghuni Gunung Zega itu. Selama ini saya selalu meminta bantuan kepadanya, tetapi belum pernah bertemu secara langsung,” ungkap sang pawang.

Keesokan hari, para penduduk dari kaum laki-laki berangkat bersama sang pawang menuju ke puncak Gunung Zega dengan membawa senjata berupa

tombak. Perjalanan yang mereka lalui cukup sulit karena harus melewati hutan lebat, menyeberangi sungai, dan memanjat tebing yang terjal. Meski demikian, mereka berjalan tanpa mengenal lelah dan pantang menyerah demi menghilangkan rasa penasaran mereka.

Setibanya di puncak Gunung Zega, para penduduk beristirahat untuk melepaskan lelah. Suasana di puncak gunung itu sangat dingin dan sunyi mencekam. Yang terdengar hanya suara-suara binatang dan kicauan burung memecah kesunyian. Saat mereka tengah asyik beristirahat, tiba-tiba seekor biawak besar melintas tidak jauh dari tempat mereka beristirahat.

“Hai, lihat! Makhluk apakah itu?” teriak salah seorang anggota rombongan ketika melihat biawak itu.

Mendengar teriakan itu, anggota rombongan lainnya segera beranjak dari tempat duduk mereka. Betapa terkejutnya mereka ketika melihat seekor biawak besar berkepala manusia, kakinya seperti kaki cicak, dan berkulit keras seperti kulit biawak. Dengan tombak di tangan, mereka kemudian mengepung biawak itu.

“Ayo kita habisi saja makhluk aneh itu!” seru seorang warga.

“Tenang saudara-saudara! Kita tidak perlu gegabah. Saya yakin, makhluk inilah penghuni gunung ini,” kata sang pawang.

“Lalu, apa yang harus kita lakukan terhadap makhluk ini?” tanya seorang warga.

“Sebaiknya kita tangkap saja biawak ini,” ujar sang pawang.

Akhirnya para penduduk bersepakat untuk menangkap biawak itu dan membawanya pulang ke kampung. Setiba di kampung, biawak berkepala manusia itu menjadi tontonan seluruh warga. Mereka sangat heran melihat wujud makhluk itu. Kaum lelaki segera membuatkan kandang biawak itu untuk dipelihara. Jika suatu ketika mereka mendapat musibah, mereka dengan mudah meminta bantuan kepada biawak yang diyakini sebagai penghuni Gunung Zega itu.

Tanpa mereka duga, ternyata biawak itu dapat berbicara layaknya manusia. “Wahai seluruh penduduk kampung ini! Saya berjanji akan memenuhi segala

keinginan kalian tetapi dengan satu syarat,” kata biawak itu.

“Apakah syaratmu itu wahai biawak?” tanya sang pawang.

“Kalian harus memberikan saya satu kepala suku atau kepala kepala perang sebagai tumbal,” pinta biawak itu.

Para penduduk pun tergiur mendengar janji biawak itu. Setiap penduduk menginginkan harta benda. Untuk itulah, mereka berlomba-lomba mencari satu kepala suku atau kepala perang untuk diserahkan kepada biawak itu. Perang antarsuku pun tak terhindarkan sehingga banyak kepala perang dan kepala suku yang menjadi korban.

Lama-kelamaan, kaum lelaki di daerah itu semakin hari semakin berkurang. Setelah melihat akibat dari menuruti permintaan biawak itu, para penduduk menjadi sadar. Akhirnya mereka bersepakat untuk membinasakan biawak itu agar tidak ada lagi warga yang menjadi korban. Mereka pun menombak biawak itu hingga tewas. Sebelum menghembuskan nafas terakhir, biawak itu sempat menyampaikan sebuah pesan kepada warga.

“Jika ada kabut yang muncul di puncak Gunung Zega, maka itu pertanda akan terjadi perang.”

Sejak itulah, penduduk Bilai percaya bahwa kabut di puncak Gunung Zega adalah kabut pembawa petaka.

Aamiin 🤲🤲🤲
24/04/2024

Aamiin 🤲🤲🤲

KISAH DOYAN NADAAlkisah, saat belum mempunyai  nama, Pulau Lombok masih  berupa perbukitan yang  dipenuhi hutan  belanta...
24/04/2024

KISAH DOYAN NADA

Alkisah, saat belum mempunyai nama, Pulau Lombok masih berupa perbukitan yang dipenuhi hutan belantara dan belum dihuni manusia. Pulau ini hanya dihuni oleh ratu jin yang bernama Dewi Anjani didampingi seorang patih bernama Patih Songan. Dewi Anjani mempunyai banyak prajurit dari bangsa jin dan

seekor burung peliharaan yang bernama Beberi. Burung itu berparuh perak dan berkuku baja yang sangat tajam. Dewi Anjani beserta para

pengikutnya tinggal di puncak Gunung Rinjani yang terdapat di pulau itu.

Suatu hari, sepulang dari berkeliling mengitari seluruh daratan Pulau

Lombok, Patih Songan datang menghadap kepada Dewi Anjani.

“Ampun, Tuan Putri! Izinkanlah hamba untuk menyampaikan sesuatu,” kata

Patih Songan sambil memberi hormat.

“Kabar apa yang hendak kamu sampaikan, Patih? Katakanlah!” seru Dewi

Anjani.

“Begini, Tuan Putri. Hamba baru saja selesai mengelilingi pulau ini. Hamba melihat pulau ini semakin penuh dengan pepohonan. Maka itu, Hamba menyarankan agar Tuan Putri segera memenuhi pesan kakek Tuan Putri untuk mengisi pulau ini dengan manusia,” ungkap Patih Sangon.

“Oh, iya, terima kasih Patih telah mengingatkanku mengenai amanat itu,” ucap Dewi Anjani, “Baiklah kalau begitu, besok temani aku untuk mencari tempat yang cocok dijadikan lahan pertanian oleh manusia yang akan menghuni pulau ini!”

“Baik, Tuan Putri!” jawab Patih Sangon.

Keesokan hari, Dewi Anjani bersama Patih Songan dan Beberi menjelajahi seluruh wilayah daratan pulau tersebut. Setelah menemukan tempat yang cocok, Dewi Anjani segera memerintahkan Beberi untuk menebang pepohonan yang tumbuh sesak dan berdesak-desakan di sekitar tempat itu.

Beberi pun segera melaksanakan perintah tuannya. Dengan paruh dan kukunya yang tajam, ia mampu menyelesaikan tugas itu dengan mudah. Setelah itu, Dewi Anjani segera mengubah sepuluh pasang suami istri dari prajuritnya menjadi manusia dan salah seorang di antaranya dijadikan sebagai kepala suku. Kesepuluh pasangan suami istri tersebut kemudian menetap di daerah itu dan hidup sebagai petani.

Setelah beberapa lama menetap di sana, istri sang kepala suku melahirkan seorang bayi laki-laki yang ajaib. Begitu terlahir ke dunia, ia langsung dapat berjalan dan berbicara, serta dapat menyuapi dirinya sendiri. Selain itu, bayi ajaib itu sangat kuat makan. Sekali makan, ia dapat menghabiskan dua bakul nasi beserta lauknya. Maka sebab itulah, kedua orang tua dan orang-orang memanggilnya Doyan Nada. Dalam bahasa setempat, kata Doyan Nada merupakan julukan yang biasa diberikan kepada orang yang kuat makan.

Semakin besar Doyan Nada semakin kuat makan sehingga kedua orang tuanya tidak sanggup lagi memberinya makan. Oleh karena itu, sang ayah berniat untuk menyingkirkannya.

“Bu, anak kita harus segera disingkirkan dari rumah ini. Jika tidak, kita akan mati kelaparan,” kata kelapa suku.

“Tapi, Yah. Bukankah Doyan Nada anak kita satu-satunya?”

“Iya, Ibu benar. Tapi, hanya inilah satu-satunya cara untuk menyelamatkan hidup kita,” jawab sang kepala suku.

Sang istri tidak bisa berbuat apa-apa kecuali pasrah setelah mendengar penjelasan suaminya. Sementara itu, sang kepala suku segera menyusun rencana untuk menghabisi nyawa Doyan Nada. Pada esok harinya, ia mengajak anaknya ke hutan untuk menebang pohon besar. Tanpa merasa curiga sedikit pun, Doyan Nada menuruti saja ajakan sang ayah.

Setibanya di hutan, sang ayah memilih pohon yang paling besar dan segera menebangnya. Dengan sengaja ia mengarahkan pohon besar itu roboh ke tempat Doyan Nada berdiri. Begitu roboh, pohon besar itu menindih tubuh Doyan Nada hingga tewas seketika. Melihat anaknya tidak bernyawa lagi, sang ayah segera meninggalkan tempat itu.

Rupanya, Dewi Anjani menyaksikan semua peristiwa tersebut dari puncak

Gunung Rinjani.

“Beberi, cepat percikkan banyu urip (air hidup) ke tubuh Doyan Nada!” seru

Dewi Anjani kepada burung peliharaannya.

Mendengar perintah tuannya, Beberi segera terbang melesat menuju ke tempat Doyan Nada tertindih pohon besar dengan membawa banyu urip. Konon, banyu urip itu berkhasiat untuk menghidupkan kembali orang yang telah meninggal. Setelah banyu urip itu dipercikkan ke seluruh tubuhnya, Doyan Nada pun hidup kembali. Begitu sadar, ia langsung berteriak memanggil ayahnya.

“Ayah… Ayah… tolong aku! Pohon besar ini menindih tubuhku!”

Beberapa kali Doyan Nada berteriak, namun tidak ada jawaban. Akhirnya, ia mencoba untuk melepaskan tubuhnya dari tindihan kayu besar itu. Semula, ia mengira bahwa dirinya tidak akan mungkin mampu menggerakkannya. Namun tanpa diduga, ia dapat melakukannya dengan mudah. Ternyata, Dewi Anjani telah memberikan kekuatan yang luar biasa kepadanya.

Setelah terbebas, Doyan Nada kemudian membawa pulang kayu besar itu dan meletakkannya di depan rumah.

“Ayah… Ibu… aku pulang!” teriaknya, “Kayu yang Ayah tebang tadi aku letakkan di sini.”

Mendengar teriakan itu, sang ayah segera berlari keluar rumah. Alangkah terkejutnya ia ketika melihat Doyan Nada masih hidup. Lebih terkejut lagi ketika ia mengetahui anaknya itu mampu mengangkat sebuah kayu besar.

“Ayah, kenapa Ayah meninggalkanku seorang diri di tengah hutan?” tanya

Doyan Nada.

Sang ayah tidak langsung menjawab. Ia berpikir sejenak untuk mencari-cari alasan agar niat jeleknya tidak diketahui oleh Doyan Nada.

“Maafkan Ayah, Nak! Ayah tidak bermaksud meninggalkanmu. Tadi Ayah mengira kamu sudah meninggal. Ayah sudah berusaha untuk menolongmu, tapi Ayah tidak kuat mengangkat kayu besar yang menindihmu itu,” jawab sang ayah dengan penuh alasan.

Doyan Nada langsung percaya saja pada kata-kata ayahnya. Ia kemudian masuk ke dalam rumah untuk mencari makanan karena sudah kelaparan. Nasi

dua bakul beserta lauk yang telah dihindangkan untuk makan siang mereka bertiga habis semua dilahapnya. Sang ayah semakin kesal melihat perilaku Doyan Nada. Ia pun mencari cara lain untuk membinasakannya.

Keesokan hari, sang ayah mengajak anaknya untuk memancing ikan di sebuah lubuk yang besar dan dalam. Ketika Doyan Nada sedang asyik memancing, diam-diam sang ayah mendorong sebuah batu besar yang berada di belakang Doyan Nada. Batu besar itu menindih tubuh Doyan Nada hingga tewas seketika. Dewi Anjani yang melihat peristiwa tersebut kembali menolongnya hingga ia dapat hidup kembali.

Ketika sadar, Doyan Nada tidak melihat lagi ayahnya sedang memancing di lubuk itu. Sejak itulah, ia mulai curiga kepada ayahnya yang sengaja untuk mencelakai dirinya. Dengan perasaan kesal, ia membawa pulang batu besar itu. Sesampai di halaman rumah, dibantinglah batu besar itu di hadapan ayahnya. Konon, sejak itu, kampung Doyan Nada kemudian dinamakan Sela Parang. Kata sela berarti batu, sedangkan kata parang berarti besar atau kasar.

Meskipun niat jeleknya telah diketahui Doyan Nada, sang ayah tetap saja berniat untuk menghabisi nyawa anaknya itu dengan berbagai cara. Sementara itu, sang ibu yang tidak tahan lagi melihat kelakuan suaminya menganjurkan anak semata wayangnya itu untuk pergi mengembara. Doyan Nada pun menuruti nasehat ibunya. Dengan bekal dendeng secukupnya, ia pergi mengembara dengan menyusuri hutan belantara tanpa arah dan tujuan.

Suatu hari, ketika melewati sebuah hutan lebat, Doyan Nada dikejutkan oleh suara orang berteriak meminta tolong. Ia pun segera menolongnya. Rupanya, orang itu adalah seorang pertapa yang terlilit oleh akar beringin. Pertapa yang bernama Tameng Muter itu kemudian bercerita kepada Doyan bahwa dirinya sudah sepuluh tahun bertapa karena ingin menjadi raja di pulau itu. Akhirnya, mereka pun menjadi sahabat dan pergi mengembara tanpa arah

dan tujuan.

Dalam perjalanan mereka menemukan seorang pertapa yang dililit oleh akar beringin yang sangat besar. Pertapa yang bernama Sigar Penjalin itu sudah dua belas tahun bertapa karena ingin juga menjadi raja di Pulau Lombok. Akhirnya, ketiga orang tersebut bersahabat dan pergi mengembara bersama- sama.

Pada suatu siang, mereka sedang beristirahat di bawah sebuah pohon rindang di tengah hutan. Ketika mereka sedang tertidur pulas, sesosok raksasa yang bernama Limandaru mendekati mereka. Raksasa itu hendak mencuri dendeng bekal Doyan Nada. Setelah mengambil dendeng itu,

Limandaru segera melarikan diri. Namun, suara langkah kakinya yang keras membangunkan ketiga orang sahabat tersebut. Doyan Nada dan kedua sahabatnya segera mengejar raksasa itu hingga ke tempat persembunyiannya di sebuah gua di daerah Sekaroh.

Ketika Limandaru hendak masuk ke dalam gua, Doyan Nada segera mencegatnya.

“Berhenti, hai raksasa tengik!” seru Doyan Nada, “Kembalikan dendeng yang kamu curi itu!”

“Hai, anak manusia! Menyingkirlah dari hadapanku, atau kamu akan kujadikan mangsaku!” ancam Limandaru.

“Aku tidak akan menyingkir sebelum kau serahkan dendeng itu kepadaku,”

kata Doyan Nada.

Merasa ditantang, Limandaru menjadi marah dan langsung menyerang Doyan Nada. Tanpa diduga, ternyata anak kecil yang dihadapinya adalah seorang sakti mandraguna. Serangannya yang datang secara bertubi-tubi dapat dihindari oleh anak kecil itu dengan mudah. Karena kesal, Limandaru terus menyerang Doyan Nada dengan cara membabi buta. Namun begitu ia lengah, tiba-tiba sebuah tendangan keras dari Doyan Nada mendarat tepat di lambungnya. Tubuhnya yang besar itu pun terpelanting jauh dan terjatuh di tanah hingga tidak sadarkan diri.

Melihat Limandaru tidak bernyawa lagi, Doyan Nada bersama kedua sahabatnya masuk ke dalam gua. Betapa terkejutnya mereka ketika mendapati tiga orang putri cantik yang menjadi tawanan Limandaru. Ketiga putri tersebut adalah putri dari Madura, Majapahit, dan Mataram. Akhirnya, Doyan Nada menikahi putri dari Majapahit, Tameng Muter

menikahi putri dari Mataram, dan Sigar Penjalin menikahi putri dari Madura.

Setelah itu, ketiga sahabat tersebut masing-masing mendirikan kerajaan di pulau tersebut. Doyan Nada mendirikan kerajaan di Selaparang tempat kelahirannya, Tameng Muter mendirikan kerajaan di Penjanggi, sedangkan Sigar Penjalin mendirikan kerajaan di Sembalun. Mereka mempimpin kerajaan masing-masing dengan arif dan bijaksana.

Address

Percetakan
Manokwari

Website

Alerts

Be the first to know and let us send you an email when Kumpulan cerita rakyat nusantara posts news and promotions. Your email address will not be used for any other purpose, and you can unsubscribe at any time.

Share