24/09/2025
Mataram - Enam mahasiswa ditetapkan sebagai tersangka atas kasus pembuangan janin di Pantai Selingkuh, Ampenan. Nama-nama mereka tak disebut gamblang, hanya berinisial D, TJ, I, RR, KD, dan SH.
Semua bermula dari kisah asmara sepasang muda-mudi, D dan TJ. Cinta yang setahun dijalani berubah getir ketika D dinyatakan hamil pada awal Agustus. TJ berniat bertanggung jawab, tapi D menolak. Ia mengaku belum siap, belum kuat memikul peran sebagai seorang ibu. Dari sinilah lingkaran gelap itu bermula.
D membuka rahasia kepada sahabatnya. TJ yang gelisah mencari jalan keluar, hingga satu nama mempertemukan nama lain. Dari I ke RR, dari RR ke KD, lalu ke SH. Rantai komunikasi itulah yang akhirnya menghadirkan “jalan pintas” berbahaya: obat yang sejatinya hanya untuk penderita maag, tapi kerap disalahgunakan untuk aborsi ilegal. Empat butir pil, harga Rp1,25 juta. Murah untuk transaksi, tapi mahal untuk sebuah nyawa.
Obat itu akhirnya dikonsumsi D. Sebagian diminum, sebagian lagi dimasukkan ke tubuhnya. Tak lama, janin keluar. Panik merayap. Rencana awal menguburkan janin di makam Loang Baloq urung dilakukan karena penjagaan ketat. Maka pilihan jatuh pada Pantai Selingkuh. Di sana, TJ menggali lubang dengan tangannya sendiri, mengubur buah cinta yang tak sempat menyapa dunia.
Namun takdir berkata lain. Aksi mereka keburu tercium warga, laporan pun mengalir ke Polsek Ampenan. Kasus ini melebar, hingga akhirnya keenam mahasiswa itu digiring ke ranah hukum.
Polisi menegaskan, kasus ini tidak berhenti di mereka saja. Dari mana obat itu diperoleh, siapa pemasoknya, semua akan diusut tuntas. Pasal berlapis sudah menunggu, ancaman hukuman bukan lagi bayangan.
Sebuah kisah pilu tentang cinta yang tersesat jalan, pilihan salah yang merenggut masa depan. Pantai yang biasanya menyimpan kisah romantis, kini menjadi saksi bisu dari sebuah tragedi yang menyayat hati.