16/10/2025
PIDATO MAMA YASINTA MOIWEND, MEWAKILI KOMUNITAS MAMA-MAMA MASYARAKAT ADAT MALIND ANIM TANAH PAPUA SAAT MENERIMA PENGHARGAAN AKADEMI JAKARTA 2025
Pidato ini disampaikan secara virtual saat penyerahan Penghargaan Akademi Jakarta 2025 di Teater Kecil, Taman Ismail Marzuki, Jakarta, 13 Oktober 2025.
Mama Yasinta Moiwen yang mewakili komunitas Mama-mama Masyarakat Malind Anim menerima penghargaan AJ secara virtual, mengucapkan terima kasih kepada Tuhan dan para leluhur Malind Anim atas penghargaan tersebut.
"Puji dan syukur kepada Allah yang maha kuasa, kepada leluhur Malind Anim. Kami masih terus ada di atas tanah kami…, (walaupun) saat ini kami dalam ancaman akibat proyek strategi nasional dua juta hektar di tanah kami" ungkapnya tergetar.
HUTAN KAMI DIGUSUR
Ia mengatakan, dirinya hanya salah satu dari sekian Mama-mama Malind yang (sampai) hari ini berjuang mempertahankan tanah adat mereka dari proyek strategi nasional (PSN) pemerintah yang hari ini telah terbukti merampas ruang hidup mereka.
"Saat ini pemerintah DPR, DPD, Gubernur, Bupati, dan Kementerian terkait tidak mendengar suara dan aspirasi kami. (Demikjian juga) Majelis Rakyat Papua juga tidak membela kami. Kami ditinggalkan sendiri.
Hutan tempat kami mencari makan digusur. Lingkungan kami digusur, tempat hewan dan tanaman obat-obatan.
Semua menjadi hancur karena proyek strategis nasional," ungkapnya.
Mama Yasinta juga mengemukakan, apa yang terjadi di tanah adat Malind Anim, khususnya di Wamena.
Sampai saat ini pembongkaran masih berjalan terus.
Tempat kami cari makan, tempat kami melahirkan sudah tidak ada lagi.
"Kebiasaan kami mama-mama Papua, kami punya tempat melahirkan, itu di hutan. Kita buat sebuah pondok, kita melahirkan dan Tuhan sudah menyiapkan obat-obat kami, obat-obat alam yang sudah tidak ada lagi. Sehingga kami sekarang kehilangan alam, kehilangan tanah kami.
Tanah kami anggap adalah ibu kami. Dan kami saat ini juga mau dikemanakan…?", ungkapnya.
Bagi masyarakat adat Malind Anim, tanah dan hutan kami, yang kami anggap, kami punya bank. Hewan yang kami dapat untuk makan, minum, dan sebagian yang kami jual sudah tidak ada.
Dikemukakannya, “Kami sudah bersuara dari tahun 2024.
Begitu banyak yang saya hadapi, tantangan dan intimidasi, tetap saya melawan. Saya tidak mundur. Saya tetap melawan. Saya tetap maju demi tanah dan hutan kami. Karena Tuhan memberikan tanah dan hutan untuk kami makan, minum, dan bahkan ketika kami mati.”
Dengan menahan perasaan, Mama Yasinta menyatakan, "Kami dikuburkan di tanah. Tidak mungkin kami dibuang seperti kucing atau anjing. Namanya kita manusia harus dimakamkan selayaknya.
Banyak yang kami hadapi, termasuk air bersih yang juga sudah hilang karena strategi nasional."
Mama Yasinta mengatakan, p**a, “Begitu dia membongkar tanah kami, akhirnya air dari laut masuk, air yang bersih menjadi air yang asin. Di saat ini kami mencari air bersih dengan susah payah. Kami masih bersyukur karena ada hujan, kami masih bisa dapat air bersih. Jadi kami menganggap perusahaan yang menggusur tanah kami atau pemerintah, tidak peduli dengan suara rakyat aspirasi.
Dia menganggap kami apa ya sebetulnya.., kami ini manusia, kami bersuara tapi tidak pernah ada tanggapan dari pemerintah.”
PAPUA BUKAN TANAH KOSONG
Dikemukakan p**a, suara rakyat sampai di Jakarta, sampai di Bapak Presiden Prabowo Subianto, tetapi tidak pernah suara rakyat tak ditanggapi. “Kami dianggap sebagai hewan apa iblis yang datang ke Jakarta untuk bersuara,” ujarnya.
"Suara orang miskin. Kami ini orang Papua. Inilah kami orang Papua. Papua bukan tanah kosong. Ada pemilik, ada penghuninya, ada penjaganya.
Sejak Allah jadikan tanah Papua, tanah Papua kaya raya. Tetapi apa yang kami dapat, orang Papua? Malah kami diusir, tanah kami digusur. Kira-kira kami mau ke mana? Kami mau tinggal di mana? Karena, itu kami berusaha untuk menolak Proyek Strategi Nasional,” lanjutnya.
Mengakhiri ucapannya, Mama Yasinta mengucapkan terima kasih kepada Akademi Jakarta yang telah memberi penghargaan kepada kami mama-mama.
“Ini adalah bukti bahwa masih ada harapan kepada kami. Mama-mama adat Malind Anim untuk berjuang mempertahankan tanah kami,” mama Yasinta mengakhiri pidatonya.
I.Sandyawan Sumardi