13/04/2025
"Pelukan Terakhir Oyen😔 untuk ibu‼️"
Di sudut kota yang ramai dan penuh hiruk-pikuk, hiduplah seekor kucing oyen jalanan. Tubuhnya kurus, bulunya kusut dan penuh luka. Ia terbiasa tidur di bawah mobil, mengais sisa makanan dari tempat sampah, dan berlari ketakutan setiap kali manusia mengusirnya.
Tapi di balik sorot matanya yang tajam, tersembunyi hati yang lelah dan rindu akan kasih sayang.
Suatu hari, saat hujan turun deras dan malam begitu dingin, Oyen berteduh di depan rumah kecil yang hangat. Di balik pintu, muncul seorang ibu tua yang dikenal tetangga sebagai pencinta kucing. Rambutnya sudah memutih, langkahnya perlahan, tapi matanya penuh kelembutan.
Ibu tua itu menatap Oyen yang gemetar, lalu membuka pintu lebar-lebar.
"Ayo masuk, Nak… sini, kau pasti lapar," katanya dengan suara gemetar.
Oyen, biasanya penuh waspada, entah kenapa justru melangkah pelan ke dalam.
Sejak malam itu, hidup Oyen berubah. Ia diberi nama, diberi selimut hangat, makanan setiap hari, dan yang paling penting pelukan yang membuatnya merasa dicintai. Ibu tua itu sering duduk di kursi goyang, membelai Oyen di pangkuannya sambil berbicara seakan mengobrol dengan anak sendiri.
Namun kebahagiaan itu tak berlangsung lama.
Suatu pagi, Oyen tidak berlari menghampiri seperti biasanya. Ia lemas, tak nafsu makan. Sang ibu membawa Oyen ke dokter, tapi usia jalanan dan luka-luka lama telah menggerogoti tubuh kecilnya. Dokter hanya bisa menggeleng.
Di malam terakhir, ibu tua itu menggendong Oyen, membisikkan kata-kata lembut sambil meneteskan air mata.
“Maaf kalau aku terlambat menemui kamu, Nak… Tapi setidaknya kamu tahu rasanya dicintai, ya?”
Oyen menghembuskan napas terakhir dalam pelukannya, matanya perlahan tertutup, seakan mengatakan: Terima kasih, Bu. Aku pulang dengan tenang.
Keesokan harinya, tetangga melihat ibu tua itu menanam bunga kecil di pojok taman rumahnya, di atas sebuah gundukan tanah kecil. Di sana, terbaring damai seekor kucing oyen yang pernah dianggap tak berharga namun pergi dengan nama, rumah, dan cinta.
Dan ibu tua itu… masih duduk di kursi goyangnya, menatap ke luar jendela sambil berbisik pelan,
"Aku akan merindukanmu setiap hari."