11/09/2025
Jakarta, Selasa 9 September 2025 — Perwakilan komunitas Masyarakat Adat dari Dolok Parmonangan, Sihaporas, Nagasaribu, Natinggir, dan Natumingka bersama Kelompok Studi dan Pengembangan Prakarsa Masyarakat (KSPPM), Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) Tano Batak, Justice, Peace, and Integrity of Creation (JPIC) Ordo Kapusin, serta Ephorus HKI melakukan audiensi dengan Komisi XIII DPR RI di Gedung DPR RI.
Audiensi ini membahas pelanggaran HAM yang dilakukan PT Toba Pulp Lestari (TPL) terhadap Masyarakat Adat di Kawasan Danau Toba. Kehadiran PT TPL dinilai tidak hanya menyisakan luka lama, tetapi juga terus melahirkan tragedi baru. Dalam enam tahun terakhir, konflik antara perusahaan dan masyarakat semakin mengemuka, dengan pola agresif yang berulang.
Rapat dengar pendapat tersebut dipimpin oleh Ketua Komisi XIII DPR RI, W***y Aditya, dan dihadiri oleh perwakilan tujuh fraksi. Mayoritas anggota DPR menyampaikan keprihatinan mendalam atas praktik PT TPL yang dinilai merampas hak masyarakat adat, merusak lingkungan, hingga menimbulkan kriminalisasi dan konflik horizontal.
Baca Juga
PACDR: Kelompok Subur Tani Desa Buntu Mauli Dorong Aksi Nyata Pemerintah.
Desak Pemerintah Hentikan Kekerasan
Rapidin Simbolon dari fraksi PDIP, menegaskan telah terjadi perampasan hak masyarakat adat atas tanah ulayat dan lahan kemenyan, disertai kekerasan berulang. “Orang Batak masih menjaga hak ulayatnya untuk diwariskan ke generasi mendatang. Namun PT TPL merusak alam tanpa memperhatikan keberadaan masyarakat,” ujarnya. Ia mendesak DPR memanggil Menteri Kehutanan untuk menjelaskan pemberian izin PT TPL serta meminta Kepolisian menjalankan mandat melindungi masyarakat.
Maruli Siahaan dari Fraksi Golkar, menilai PT TPL sudah terlalu lama beroperasi dan berpotensi terus mengintimidasi masyarakat. Ia mendorong DPR merekomendasikan penataan ulang konsesi perusahaan.
Dari Fraksi Gerindra disampaikan bahwa konflik agraria akibat PT TPL sudah berlarut-larut, merusak lingkungan, dan memicu kriminalisasi masyarakat adat. Fraksi NasDem menambahkan bahwa pelanggaran HAM di wilayah sengketa lahan sering diabaikan. Mereka mendesak Komisi XIII memperkuat peran Kementerian HAM serta mendukung pembentukan tim investigasi.
Fraksi PKB menyoroti semakin kritisnya kondisi kawasan Danau Toba dengan berkurangnya tutupan hutan dan DAS. Mereka mengusulkan pengakuan tanah adat, penghentian kriminalisasi masyarakat adat, pembentukan tim pencari fakta, serta moratorium penanaman di wilayah adat. “TPL sudah hampir 40 tahun beroperasi dan merusak. Tidak mungkin dibiarkan,” tegasnya.
Fraksi PKS menekankan bahwa dugaan pelanggaran HAM di kawasan Danau Toba harus menjadi perhatian serius. DPR RI, kata mereka, wajib memastikan negara hadir memberikan perlindungan hukum, meminimalisir kriminalisasi, dan memulihkan korban.
Sementara Fraksi PAN menilai persoalan ini tidak boleh berlarut. “Semua yang dilakukan TPL sudah bisa disebut pelanggaran HAM berat. Kita harus segera sidak ke lapangan dan memberikan perlindungan kepada rakyat,” tegas mereka.
Menutup rapat, Ketua Komisi XIII DPR RI, W***y Aditya, memastikan komisi berpihak pada rakyat. “Apa yang dialami masyarakat di Danau Toba tidak boleh terulang. Kami akan mendorong pembentukan tim gabungan pencari fakta. Jika hasil temuan menunjukkan PT TPL harus ditutup, maka TPL harus ditutup. Rakyat harus dimenangkan dari sistem yang menindas,” pungkasnya.
Sumber: https://ksppm.org/2025/09/09/masyarakat-adat-mengadu-ke-komisi-xiii-dpr-ri/?fbclid=IwY2xjawMvF59leHRuA2FlbQIxMABicmlkETFtY0RPdjg3MDlIRENJTXhoAR5zeHCMgC6Z8f6IrRLIVnyZQfOAua4Psu35zHktUIsOuGR_dRB2JjlQam_pgA_aem_R5yycak2098YePBZ8cfLgQ