
01/10/2025
Rumah di Ujung Gang
Bab 1 – Tangisan Malam
Malam itu, jalanan kampung begitu lengang. Raka dan Nadia baru saja pulang dari kampus. Hanya suara jangkrik yang menemani langkah mereka.
Tiba-tiba, Nadia menghentikan langkahnya.
Nadia: (berbisik) "Rak… kamu denger nggak?"
Raka: (mengernyit) "Apa?"
Nadia: "Ada suara… kayak orang nangis."
Dari arah gang buntu terdengar lirih suara tangisan. Semakin lama, semakin jelas. Raka, yang terkenal penasaran, langsung menoleh ke arah rumah tua di ujung gang.
Rumah itu gelap, terbengkalai, tapi pintunya berderit terbuka sendiri.
Raka: (menelan ludah) "Ada orang di dalam…"
Nadia: (gemetar) "Rak… kita pulang aja, please."
Namun, rasa penasaran Raka lebih kuat. Ia melangkah maju.
Bab 2 – Rumah Terlupakan
Rumah tua itu seolah menunggu. Cat dinding mengelupas, jendela pecah, dan halaman penuh rumput liar. Saat mereka mendekat, suara tangisan berhenti.
Hening.
Lalu, suara langkah kaki di dalam rumah. Tok… tok… tok…
Tiba-tiba pintu menutup keras. BRUK!
Nadia menjerit kecil, menarik tangan Raka.
Nadia: "Kita harus pergi!"
Raka: (menoleh ke pintu) "Tapi… siapa yang ada di dalam?"
Mereka kabur, tanpa berani menoleh lagi.
Bab 3 – Peringatan
Keesokan paginya, mereka bertemu Pak Surya, tetangga tua yang sudah lama tinggal di sana.
Pak Surya: (dengan tatapan tajam) "Kalian semalam ke rumah ujung gang, ya?"
Raka: (terkejut) "Lho… kok tahu, Pak?"
Pak Surya: "Jangan pernah dekati rumah itu lagi. Sejak keluarga terakhir hilang tanpa jejak, nggak ada yang berani masuk."
Nadia: (penasaran) "Hilang gimana maksudnya, Pak?"
Pak Surya: (menghela napas panjang) "Satu per satu. Pertama anaknya, lalu istrinya, terakhir suaminya. Mereka lenyap. Rumah itu… menelan orang."
Bab 4 – Obsesi Raka
Raka tidak bisa berhenti memikirkan rumah itu. Ia membaca berita lama, artikel blog, bahkan arsip desa. Semuanya mengarah ke satu hal: keluarga penghuni rumah hilang begitu saja tanpa jasad, tanpa penjelasan.
Raka: (pada Nadia) "Ada yang ditutupin. Aku yakin!"
Nadia: (kesal) "Kamu tuh kenapa nggak bisa berhenti? Aku udah bilang, rumah itu bukan tempat biasa!"
Namun rasa ingin tahu Raka sudah jadi obsesi. Ia memutuskan kembali… sendirian.
Bab 5 – Bisikan Gelap
Malam itu, Raka membawa senter dan perekam suara. Begitu masuk ke dalam, udara menjadi pengap. Bau anyir memenuhi ruangan.
Kursi goyang di ruang tamu bergerak sendiri.
Raka: (berbisik sambil merekam) "Ini gila…"
Tiba-tiba terdengar bisikan di telinganya.
Bisikan: "Kamu… selanjutnya…"
Langkah kaki dari lantai atas perlahan turun. Raka menyorotkan senter. Tangga kosong. Tapi suara itu jelas ada.
Bab 6 – Foto Keluarga
Nadia yang cemas akhirnya menyusul. Ia menemukan Raka di ruang tamu yang pucat ketakutan. Di dinding, ada foto keluarga penghuni lama. Wajah mereka tercoret tinta merah… kecuali satu: anak perempuan kecil.
Nadia: (gemetar) "Rak… itu artinya apa?"
Raka: (menelan ludah) "Mungkin… dia satu-satunya yang masih di sini."
Sebelum mereka sempat keluar, terdengar suara tawa kecil di belakang. Mereka menoleh…
Seorang anak kecil berambut panjang, wajah pucat, mata hitam berdiri sambil tersenyum.
Anak kecil: "Temani aku main… jangan pergi…"
Pintu rumah menutup rapat. Semua lampu padam.
Bab 7 – Rahasia Pak Surya
Esoknya, mereka nekat menemui Pak Surya lagi. Kali ini, dengan desakan keras.
Raka: "Pak, siapa anak kecil itu?!"
Pak Surya: (terdiam lama, lalu berkata pelan) "Namanya Sari… anak bungsu keluarga itu. Dia yang pertama hilang."
Nadia: "Berarti… arwahnya yang kita lihat?"
Pak Surya: (menggeleng) "Bukan. Itu… bukan Sari lagi. Sesuatu di rumah itu… mengambil wujudnya."
Bab 8 – Malam Terakhir
Mereka memutuskan mengakhiri semua ini. Membawa d**a, doa, dan keberanian, mereka masuk lagi ke rumah.
Suasana semakin mencekik. Dinding berlumur noda hitam seperti jelaga.
Dari atas tangga, sosok anak kecil muncul, kali ini dengan tubuh semakin menyeramkan: kulit membusuk, suara tangis bercampur tawa.
Sosok: "Kalian nggak boleh keluar… semua yang masuk harus tinggal!"
Lantai tiba-tiba retak. Dari bawah, muncul tangan-tangan hitam yang mencoba menarik kaki mereka.
Nadia: (berteriak) "Rak! Doa-nya cepat!"
Raka: (gemetar membaca doa)
Suara jeritan menggema, lalu rumah bergetar hebat.
Bab 9 – Kebangkitan
Ketika mereka tersadar, mereka sudah berada di luar. Rumah itu tampak tenang, seperti tidak terjadi apa-apa. Tapi jendela lantai dua perlahan terbuka… dan sosok anak kecil menatap keluar, tersenyum.
Nadia: (berbisik) "Rak… apa kita berhasil?"
Raka: (tatapannya kosong) "Aku nggak yakin…"
Nadia menoleh pada Raka… dan mendapati mata Raka mulai menghitam, sama seperti mata anak kecil itu.
Bab 10 – Penutup
Sejak malam itu, Raka berubah. Lebih pendiam, sering menyendiri, dan sesekali terdengar berbicara sendiri. Nadia ketakutan, tapi tidak berani menceritakan pada siapa pun.
Rumah di ujung gang tetap berdiri, tetap sepi, tetap menyimpan rahasia.
Dan setiap malam… tangisan samar terdengar lagi.