Unik AI

Unik AI Untuk video lengkap silahkan cek channel youtube HIDUP

Rumah di Ujung GangBab 1 – Tangisan MalamMalam itu, jalanan kampung begitu lengang. Raka dan Nadia baru saja pulang dari...
01/10/2025

Rumah di Ujung Gang

Bab 1 – Tangisan Malam
Malam itu, jalanan kampung begitu lengang. Raka dan Nadia baru saja pulang dari kampus. Hanya suara jangkrik yang menemani langkah mereka.
Tiba-tiba, Nadia menghentikan langkahnya.
Nadia: (berbisik) "Rak… kamu denger nggak?"
Raka: (mengernyit) "Apa?"
Nadia: "Ada suara… kayak orang nangis."
Dari arah gang buntu terdengar lirih suara tangisan. Semakin lama, semakin jelas. Raka, yang terkenal penasaran, langsung menoleh ke arah rumah tua di ujung gang.
Rumah itu gelap, terbengkalai, tapi pintunya berderit terbuka sendiri.
Raka: (menelan ludah) "Ada orang di dalam…"
Nadia: (gemetar) "Rak… kita pulang aja, please."
Namun, rasa penasaran Raka lebih kuat. Ia melangkah maju.

Bab 2 – Rumah Terlupakan
Rumah tua itu seolah menunggu. Cat dinding mengelupas, jendela pecah, dan halaman penuh rumput liar. Saat mereka mendekat, suara tangisan berhenti.
Hening.
Lalu, suara langkah kaki di dalam rumah. Tok… tok… tok…
Tiba-tiba pintu menutup keras. BRUK!
Nadia menjerit kecil, menarik tangan Raka.
Nadia: "Kita harus pergi!"
Raka: (menoleh ke pintu) "Tapi… siapa yang ada di dalam?"
Mereka kabur, tanpa berani menoleh lagi.

Bab 3 – Peringatan
Keesokan paginya, mereka bertemu Pak Surya, tetangga tua yang sudah lama tinggal di sana.
Pak Surya: (dengan tatapan tajam) "Kalian semalam ke rumah ujung gang, ya?"
Raka: (terkejut) "Lho… kok tahu, Pak?"
Pak Surya: "Jangan pernah dekati rumah itu lagi. Sejak keluarga terakhir hilang tanpa jejak, nggak ada yang berani masuk."
Nadia: (penasaran) "Hilang gimana maksudnya, Pak?"
Pak Surya: (menghela napas panjang) "Satu per satu. Pertama anaknya, lalu istrinya, terakhir suaminya. Mereka lenyap. Rumah itu… menelan orang."

Bab 4 – Obsesi Raka
Raka tidak bisa berhenti memikirkan rumah itu. Ia membaca berita lama, artikel blog, bahkan arsip desa. Semuanya mengarah ke satu hal: keluarga penghuni rumah hilang begitu saja tanpa jasad, tanpa penjelasan.
Raka: (pada Nadia) "Ada yang ditutupin. Aku yakin!"
Nadia: (kesal) "Kamu tuh kenapa nggak bisa berhenti? Aku udah bilang, rumah itu bukan tempat biasa!"
Namun rasa ingin tahu Raka sudah jadi obsesi. Ia memutuskan kembali… sendirian.

Bab 5 – Bisikan Gelap
Malam itu, Raka membawa senter dan perekam suara. Begitu masuk ke dalam, udara menjadi pengap. Bau anyir memenuhi ruangan.
Kursi goyang di ruang tamu bergerak sendiri.
Raka: (berbisik sambil merekam) "Ini gila…"
Tiba-tiba terdengar bisikan di telinganya.
Bisikan: "Kamu… selanjutnya…"
Langkah kaki dari lantai atas perlahan turun. Raka menyorotkan senter. Tangga kosong. Tapi suara itu jelas ada.

Bab 6 – Foto Keluarga
Nadia yang cemas akhirnya menyusul. Ia menemukan Raka di ruang tamu yang pucat ketakutan. Di dinding, ada foto keluarga penghuni lama. Wajah mereka tercoret tinta merah… kecuali satu: anak perempuan kecil.
Nadia: (gemetar) "Rak… itu artinya apa?"
Raka: (menelan ludah) "Mungkin… dia satu-satunya yang masih di sini."
Sebelum mereka sempat keluar, terdengar suara tawa kecil di belakang. Mereka menoleh…
Seorang anak kecil berambut panjang, wajah pucat, mata hitam berdiri sambil tersenyum.
Anak kecil: "Temani aku main… jangan pergi…"
Pintu rumah menutup rapat. Semua lampu padam.

Bab 7 – Rahasia Pak Surya
Esoknya, mereka nekat menemui Pak Surya lagi. Kali ini, dengan desakan keras.
Raka: "Pak, siapa anak kecil itu?!"
Pak Surya: (terdiam lama, lalu berkata pelan) "Namanya Sari… anak bungsu keluarga itu. Dia yang pertama hilang."
Nadia: "Berarti… arwahnya yang kita lihat?"
Pak Surya: (menggeleng) "Bukan. Itu… bukan Sari lagi. Sesuatu di rumah itu… mengambil wujudnya."

Bab 8 – Malam Terakhir
Mereka memutuskan mengakhiri semua ini. Membawa d**a, doa, dan keberanian, mereka masuk lagi ke rumah.
Suasana semakin mencekik. Dinding berlumur noda hitam seperti jelaga.
Dari atas tangga, sosok anak kecil muncul, kali ini dengan tubuh semakin menyeramkan: kulit membusuk, suara tangis bercampur tawa.
Sosok: "Kalian nggak boleh keluar… semua yang masuk harus tinggal!"
Lantai tiba-tiba retak. Dari bawah, muncul tangan-tangan hitam yang mencoba menarik kaki mereka.
Nadia: (berteriak) "Rak! Doa-nya cepat!"
Raka: (gemetar membaca doa)
Suara jeritan menggema, lalu rumah bergetar hebat.

Bab 9 – Kebangkitan
Ketika mereka tersadar, mereka sudah berada di luar. Rumah itu tampak tenang, seperti tidak terjadi apa-apa. Tapi jendela lantai dua perlahan terbuka… dan sosok anak kecil menatap keluar, tersenyum.
Nadia: (berbisik) "Rak… apa kita berhasil?"
Raka: (tatapannya kosong) "Aku nggak yakin…"
Nadia menoleh pada Raka… dan mendapati mata Raka mulai menghitam, sama seperti mata anak kecil itu.

Bab 10 – Penutup
Sejak malam itu, Raka berubah. Lebih pendiam, sering menyendiri, dan sesekali terdengar berbicara sendiri. Nadia ketakutan, tapi tidak berani menceritakan pada siapa pun.
Rumah di ujung gang tetap berdiri, tetap sepi, tetap menyimpan rahasia.
Dan setiap malam… tangisan samar terdengar lagi.

"Pelukan yang Tak Direncanakan"**1. Awal yang Penuh Jarak**  Setelah kematian ibu kandungnya, Raka (14 tahun) tinggal be...
27/09/2025

"Pelukan yang Tak Direncanakan"

**1. Awal yang Penuh Jarak**
Setelah kematian ibu kandungnya, Raka (14 tahun) tinggal bersama ayahnya, Arman. Arman kemudian menikah lagi dengan Maya (32 tahun), seorang wanita mandiri dan hangat yang belum pernah punya anak. Raka merasa Maya adalah pengganti ibunya yang "tidak sah", dan menolak memanggilnya "Ibu". Ia bersikap dingin, sering mengabaikan Maya, bahkan sengaja membuat keributan kecil di rumah.

Maya, meski terluka, berusaha memahami. Ia tahu Raka sedang berduka dan merasa dikhianati oleh ayahnya yang "menggantikan" ibunya terlalu cepat.

**2. Konflik yang Memuncak**
Suatu hari, Raka pulang larut malam setelah kabur dari rumah karena bertengkar dengan Maya soal nilai rapornya yang menurun. Maya panik dan mencarinya hingga larut malam, akhirnya menemukannya di taman dekat sekolah lamanya — tempat ia sering bermain dengan ibu kandungnya.

Di sana, untuk pertama kalinya, Raka menangis di depan Maya. Ia mengakui rasa takutnya: takut dilupakan, takut ibu kandungnya "dihapus" dari hidupnya. Maya tidak membela diri. Ia hanya duduk di samping Raka, memeluknya diam-diam, lalu berkata,
> “Aku tidak datang untuk menggantikan ibumu. Aku datang untuk berdiri di sampingmu… kalau kau izinkan.”

**3. Perlahan Membangun Kepercayaan**
Sejak malam itu, hubungan mereka mulai mencair. Maya tidak memaksakan diri. Ia mulai mengajak Raka memasak makanan kesukaan ibunya, mendengarkan cerita tentang masa kecil Raka, bahkan membuat album foto bersama yang menyertakan kenangan ibu kandungnya.

Raka perlahan mulai membuka diri. Ia melihat Maya bukan sebagai ancaman, tapi sebagai seseorang yang tulus ingin mencintainya — tanpa syarat.

**4. Titik Balik: Saat Maya Sakit**
Beberapa bulan kemudian, Maya jatuh sakit karena kelelahan bekerja dan terlalu banyak memikirkan Raka. Saat Maya dirawat di rumah sakit, Raka yang biasanya cuek justru bolak-balik menjenguk, membawakan sup buatan tangannya sendiri, dan bahkan menangis saat melihat Maya lemah di ranjang.

Di sana, untuk pertama kalinya, Raka memanggilnya,
> “Ibu… sembuh ya. Aku butuh Ibu.”

Maya terharu. Bukan karena dipanggil “Ibu”, tapi karena akhirnya Raka merasa aman untuk mencintai lagi.

**5. Akhir yang Hangat**
Waktu berlalu. Raka tumbuh menjadi remaja yang lebih terbuka dan peduli. Maya tetap tidak pernah memaksakan peran, tapi kehadirannya menjadi fondasi baru dalam keluarga kecil mereka.

Di hari ulang tahun Raka yang ke-17, ia memberikan surat untuk Maya:
> *"Terima kasih karena tidak menyerah padaku. Aku punya dua ibu sekarang — satu di surga, satu di sisiku. Dan aku mencintai kalian berdua dengan cara yang berbeda, tapi sama dalam."*

Maya menangis sambil memeluk erat anak tirinya — bukan karena darah, tapi karena pilihan hati.

---

**Pesan Cerita:**
Cinta dalam keluarga tidak selalu lahir dari ikatan darah, tapi dari kesabaran, pengertian, dan keberanian untuk saling membuka hati.

---

**Hubungan sedarah anak yatim piatu**Di sebuah kota kecil yang tenang, tinggallah dua bersaudara—Raka dan Lira. Mereka y...
26/09/2025

**Hubungan sedarah anak yatim piatu**

Di sebuah kota kecil yang tenang, tinggallah dua bersaudara—Raka dan Lira. Mereka yatim piatu sejak remaja, sehingga tumbuh sangat dekat, saling mengandalkan satu sama lain. Raka, yang berusia 19 tahun, selalu melindungi Lira yang berusia 17 tahun. Namun, kedekatan emosional itu perlahan bergeser menjadi sesuatu yang tak seharusnya.

Saat Lira mulai mengalami kebingungan emosional akibat tekanan sekolah dan rasa kesepian, Raka menjadi satu-satunya tempat curhatnya. Mereka sering berduaan larut malam, berbagi rahasia, dan pelan-pelan batas persaudaraan mulai kabur. Suatu malam, dalam keadaan emosional yang rapuh, mereka melakukan hal yang melanggar norma agama dan kemanusiaan: hubungan intim.

Setelah kejadian itu, keduanya diliputi rasa bersalah yang mendalam. Lira menangis diam-diam setiap malam, sementara Raka menjadi murung dan menjauh dari teman-temannya. Mereka tahu apa yang mereka lakukan salah—baik menurut hati nurani, ajaran agama, maupun hukum sosial.

Suatu hari, Lira memberanikan diri menemui seorang guru BK di sekolahnya yang dikenal bijak dan penuh empati. Dengan suara gemetar, ia menceritakan semuanya tanpa menyebut nama. Sang guru tidak menghakimi, melainkan membimbing Lira untuk memahami bahwa kesalahan bisa diperbaiki selama ada niat tulus untuk bertobat.

Dengan dukungan sang guru, Lira mengajak Raka menemui seorang ustadz di lingkungan mereka. Di sana, keduanya menangis tersedu-sedu, mengakui kesalahan, dan memohon ampunan. Sang ustadz menjelaskan dengan lembut tentang batas-batas hubungan dalam Islam, pentingnya menjaga kehormatan diri, serta kekuatan taubat yang sejati—yaitu menyesali, berhenti dari perbuatan dosa, dan bertekad tidak mengulanginya.

Sejak hari itu, Raka dan Lira memutuskan untuk memperbaiki diri. Mereka menjaga jarak yang sehat, memperbanyak ibadah, dan aktif dalam kegiatan sosial keagamaan. Raka mulai kuliah di kota lain, sementara Lira fokus menyelesaikan sekolahnya. Mereka tetap saling menyayangi, tapi sebagai saudara—dengan batas yang jelas dan penuh hormat.

**Pesan Edukasi:**

Cerita ini mengingatkan kita bahwa kedekatan emosional antar saudara harus tetap dijaga dalam koridor yang benar. Perbuatan inses (hubungan sedarah) adalah dosa besar dalam agama dan pelanggaran terhadap nilai kemanusiaan. Namun, selama seseorang masih hidup, pintu taubat selalu terbuka. Yang terpenting adalah kesadaran, penyesalan, dan komitmen untuk tidak mengulangi kesalahan. Dengan bimbingan yang tepat dan niat yang tulus, siapa pun bisa kembali ke jalan yang benar.

23/04/2025

yang lagi viral nih

22/04/2025

Mantan napi yang sudah toubat menuntut balas teman nya yang berhianat

18/04/2025
21/12/2024

Podcast kampungan gagal

Sabun kecantikan
06/02/2024

Sabun kecantikan

Lihat video Murah Gaess.

20/11/2023

Bertarung melawan siluman pasir

Address

Menggala

Website

Alerts

Be the first to know and let us send you an email when Unik AI posts news and promotions. Your email address will not be used for any other purpose, and you can unsubscribe at any time.

Share