19/06/2025
Victor Yeimo: Melarang demo berarti merampas hak rakyat utk bicara, berpikir, dan mengekspresikan diri secara damai. Ketika demo dilarang, maka senjata akan bicara. Bukan karena rakyat Papua mencintai kekerasan, tetapi karena negara terlebih dahulu menutup semua pintu damai. Demonstrasi adalah bentuk paling rasional dan damai dari ekspresi politik rakyat. Jadi siapa yg sedang lahirkan kekerasan?
Frantz Fanon sudah bilang: “Kalau orang tertindas tak bisa bicara, mereka akan bicara lewat senjata". Johan Galtung juga bilang, larangan demo itu kekerasan struktural! Rakyat dipaksa diam, hak dirampas, luka makin dalam! Dan luka yg dipaksa diam, lama-lama meledak jadi perlawanan bersenjata. Dan Paulo Freire juga mengulangi: "Ketika rakyat tidak bisa bicara, mereka sedang dipaksa utk memberontak."
Jadi para filsuf dan psikolog besar sudah sejak lama menyampaikan gagasan2 yg secara langsung dan tidak langsung mensintesis fenomena yg kita hadapi di Papua hari ini. Mereka menjelaskan bagaimana penindasan terhadap kebebasan berekspresi, pembungkaman ruang demokrasi, dan represi sistemik justru melahirkan kekerasan dan konflik.
Larangan demo oleh negara dan pejabat seperti Abisai Rollo ini manifestasi dari kekerasan struktural yang mematikan ruang damai bagi rakyat Papua. Akibatnya, perlawanan bersenjata muncul bukan karena rakyat s**a kekerasan, melainkan karena sistem menutup smua jalan damai dan demokratis.
Para pejabat kolonial di Papua HARUS sering baca buku-buku filsuf dan psikolog biar punya fondasi intelektual yg relevan utk membentuk kebijakan publik yang adil, manusiawi, dan berjangka panjang, terutama di wilayah konflik seperti Papua. Pejabat yang paham ini tidak akan gampang melarang demo, karena tahu itu justru memperparah konflik.
Papua tidak diam. Papua ingin bicara. Dan demo damai adalah bahasanya. Mereka membawa spanduk, bukan senjata. Mereka membawa suara, bukan peluru. Mereka tidak ingin memaksa, mereka hanya ingin didengar.
Maka, ketika demo dibubarkan, diserang, atau dilarang, itu artinya negara menolak mendengar.
Dan rakyat yg terus-menerus ditolak untuk bicara, akan mencari bahasa lain. Dan sejarah menunjukkan: bahasa yg lahir dari pembungkaman adalah perlawanan.