Ilmu Bermanfa'at

Ilmu Bermanfa'at mengikuti Arus gaya hidup yang positif

Dua Surga Untukmu ----ولمن خاف مقام ربه جنتانDan bagi orang yang takut saat akan menghadap Tuhannya ada dua surga. (Ar-R...
10/08/2025

Dua Surga Untukmu

----

ولمن خاف مقام ربه جنتان

Dan bagi orang yang takut saat akan menghadap Tuhannya ada dua surga. (Ar-Rahman : 46)

Mujahid rahimahullah berkata,

"Yakni seseorang yang berkeinginan untuk melakukan suatu perbuatan dosa, kemudian ia teringat akan pertemuan dengan Tuhannya kelak, ia pun meninggalkan perbuatan dosa tersebut" .

التوبة لابن أبي الدنيا ٦٧

(Perkataan ini terdapat juga di dalam Tafsir Al-Qurthubi).

Silahkan di share...
Semoga bermanfaat.

⚡ DAHSYATNYA DO’A ORANG TUA ⚡-----Sungguh ajaib do’a yang ditujukan orang tua untuk anaknya. Sebagaimana sabda Rasululla...
06/08/2025

⚡ DAHSYATNYA DO’A ORANG TUA ⚡

-----

Sungguh ajaib do’a yang ditujukan orang tua untuk anaknya. Sebagaimana sabda Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam :

ثَلَاثُ دَعَوَاتٍ يُسْتَجَابُ لَهُنَّ لَا شَكَّ فِيْهِنَّ دَعْوَةُ الْمَظْلُوْمَِ وَ دَعْوَةُ الْمُسَافِرِ وَدَعْوَةُ الْوَالِدِ لِوَلَدِهِ

“Tiga do’a yang mustajab yang tidak diragukan lagi, yaitu do’a orang-orang terzholimi, do’a orang yang bepergian, dan do’a baik orang tua pada anaknya.” (HR. Ibnu Majah 3862)

Jika orang tua ingin anaknya menjadi sholih atau sholihah, maka do’akanlah mereka, karena do’a orang tua adalah do’a yang mudah diijabahi.

Namun ingat, bahwasannya sebenarnya do’a yang dimaksudkan disini mencakup do’a baik dan buruk dari orang tua untuk anaknya.
Jika orang tua mendo’akan kebaikan untuk anaknya, maka akan terkabul do’anya. Begitu juga tatkala orang tua mendo’akan kejelekan untuk anaknya. Maka hendaknya kita berhati-hati dalam mendo’akan anak.

Hendaknya orang tua mencontoh para Nabi dan orang-orang sholih yang selalu mendo’akan kebaikan untuk anak keturunannya. Diantara do’a-do’a tersebut adalah:

رَبِّ اجْعَلْنِيْ مُقِيْمَ الصَّلَاةِ وَ مِنْ ذُرِّيَّتِيْ رَبَّنَا وَتَقَبَّلْ دُعَاءَ

“Ya Tuhan ku, jadikanlah aku dan anak-anak cucuku orang yang tetap mendirikan sholat. Ya Tuhan kami perkenankanlah do’aku.”

وَالَّذِيْنَ يَقُوْلُوْنَ رَبَّنَا هَبْ لَنَا مِنْ أَزْوَاجِنَا وَذُرِّيَّاتِنَا قُرَّةَ أَعْيُنٍ وَاجْعَلْنَا لِلْمُتَّقِيْنَ إِمَامًا

“Dan orang-orang berkata : “Ya Tuhan kami anugerahkanlah kepada kami, isteri-isteri kami, dan keturunan kami sebagai penyejuk/penyenang hati dan jadikanlah kami imam bagi orang-orang yang bertaqwa” (QS.Al-Furqon : 74)

Semoga kita menjadi orang tua yang selalu mendo’akan kebaikan untuk anaknya, selalu dalam kebaikan dan berada dijalan yang lurus dalam lindungan Allah. Amiin.

Telah di Muraja’ah oleh Ustadz Abu Ubaidah Yusuf bin Mukhtar Assidawi حفظه الله تعالى

Silahkan di share...
Semoga bermanfaat.

HANYA SATU YANG TIDAK PULANG-----Cepat atau lambat kita akan meninggalkan dunia ini, lalu ramailah keluarga, karib kerab...
04/08/2025

HANYA SATU YANG TIDAK PULANG

-----

Cepat atau lambat kita akan meninggalkan dunia ini, lalu ramailah keluarga, karib kerabat, sahabat mengantar ke pembaringan tanah sempit yang telah digali. Namun, keramaian itu takkan lama, hanya beberapa jam atau bahkan beberapa menit saja. Kemudian mereka semua p**ang, entah kapan lagi kembali untuk menjenguk.

Tiga hal yang akan mengantar, namun hanya satu yang akan tetap, tidak p**ang. Rasulullah shallallahu alaihi wasallam pernah bersabda:

يَتْبَعُ المَيِّتَ ثَلاَثَةٌ ، فَيَرْجِعُ اثْنَانِ وَيَبْقَى مَعَهُ وَاحِدٌ : يَتْبَعُهُ أَهْلُهُ وَمَالُهُ وَعَمَلُهُ ، فَيَرْجِعُ أَهْلُهُ وَمَالُهُ وَيَبْقَى عَمَلُهُ

“Ada tiga hal yang mengikuti mayit, dua akan kembali hanya satu yang akan tinggal bersamanya. Yang akan mengikutinya adalah keluarga, harta serta amalannya. Keluarga dan hartanya akan kembali hanya amalannya yang tersisa menemaninya.” (HR. Bukhari: 6514, Muslim: 2960)

Oleh sebab itu, dari sekarang seharusnya kita menyiapkan teman itu. Bersungguh-sungguh beramal shalih karena hanya itulah yang akan menemani. Jangan malah bersungguh-sungguh memperbanyak harta, karena ia justru akan kita tinggalkan atau meninggalkan kita, dia akan p**ang bersama orang-orang.

Silahkan di share...
Semoga bermanfaat.

NASIB OH NASIB…-----Gitu kali ya keluh kesah orang yang tidak beriman atau lemah iman bahwa hidupnya mengalir sesuai kod...
03/08/2025

NASIB OH NASIB…

-----

Gitu kali ya keluh kesah orang yang tidak beriman atau lemah iman bahwa hidupnya mengalir sesuai kodrat ilahi.

Ia kira dengan curhat kepada orang lain, deritanya berkurang dan beban mentalnya menjadi ringan dan bisa jadi mereka mengulurkan tangan untuknya.

Berbeda dengan orang yang beriman, tiada ratapan atau keluh kesah yang membasahi bibirnya selain kepada Allah Ta’ala, yang ia lakukan di tempat yang sunyi dan di saat ia jauh dari pandangan manusia.

Di hadapan manusia, seakan hidupnya tanpa masalah dan tanpa rintangan, padahal rintangan dan cobaan silih berganti menerpanya.

Orang yang beriman yakin bahwa hati dan tangan manusia dibawah kuasa Tuhan, yang kuasa mengendalikannya kapan, dimana dan untuk siapapun yang Ia kehendaki.

Karenanya hanya kepada-Nya orang beriman berkeluh kesah:

قَالَ إِنَّمَا أَشْكُو بَثِّي وَحُزْنِي إِلَى اللَّهِ

Ayah Yusuf berkata: “hanya kepada Allah aku mengeluhkan kesusahanku dan dukaku” (QS. Yusuf : 86)

Ya demikianlah perbedaan hidup orang yang beriman dan orang yang lemah iman atau bahkan tiada beriman sama sekali.

Bagaimana dengan anda sobat? Kepada siapa anda berkeluh kesah selama ini?

Ustadz DR. Muhammad Arifin Badri MA, حفظه الله تعالى

Silahkan di share...
Semoga bermanfaat.

Kita menguap, mengapa setan tertawa?⠀-----⠀Tertawa merupakan ekspresi senang dan bahagia. Setan merasa senang ketika god...
02/08/2025

Kita menguap, mengapa setan tertawa?

-----

Tertawa merupakan ekspresi senang dan bahagia. Setan merasa senang ketika godaannya berhasil dan dituruti manusia. Karena setan selalu memotivasi manusia untuk menjadi pemalas dan banyak tidur. Sehingga Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam menyebutkan bahwa menguap sumbernya dari setan. Dalam sebuah hadis, beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

التَّثَاؤُبُ مِنَ الشَّيْطَانِ، فَإِذَا تَثَاءَبَ أَحَدُكُمْ فَلْيَرُدَّهُ مَا اسْتَطَاعَ

“Menguap itu dari setan, jika seorang menguap hendaklah dia tahan semampunya.” (HR. Bukhari 3289 & Muslim 7682).

Dr. Musthofa Dib al-Bugho – pakar madzhab syafiiyah kontemporer – mengatakan,

أضيف إلى الشيطان لأنه هو الذي يدعو إلى إعطاء النفس شهواتها والتثاؤب يكون مع ميل الإنسان إلى الكسل والنوم والتثاقل عن الطاعات

Menguap dikatakan sebagai godaan setan, karena dialah yang mengajak manusia untuk memenuhi syahwatnya. Sementara menguap terjadi ketika seseorang cenderung malas, banyak tidur, dan berat dalam melakukan ketaatan. (Ta’liq Shahih Bukhari untuk hadis no. 3115)

Jika menguap itu sendiri sudah membuat setan merasa senang, dia akan merasa lebih senang ketika orang yang menguap sampai mengeluarkan suara huaah… Karena yang terjadi tidak hanya menguap, tetapi menguap yang disertai kesungguhan. Inilah yang membuat setan tertawa.

Ada juga yang mengatakan, setan tertawa ketika manusia menguap, karena wajah manusia berubah menjadi jelek saat dia menguap. (Fathul Bari, 10/612).

Ustadz Ammi Nur Baits


Silahkan di share...
Semoga bermanfaat.

Senyuman kepada saudaramu adalah sedekah وَعَنْ أَبِي ذَرٍّ رضي الله عنه قَالَ: قَالَ رَسُولُ اَللَّهِ صلى الله عليه وسل...
17/06/2025

Senyuman kepada saudaramu adalah sedekah

وَعَنْ أَبِي ذَرٍّ رضي الله عنه قَالَ: قَالَ رَسُولُ اَللَّهِ صلى الله عليه وسلم ( لَا تَحْقِرَنَّ مِنْ اَلْمَعْرُوفِ شَيْئًا, وَلَوْ أَنْ تَلْقَى أَخَاكَ بِوَجْهٍ طَلْقٍ )

Dari Abu Dzar Radliyallaahu 'anhu bahwa Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam bersabda: "Janganlah engkau memandang rendah bentuk apapun dari kebaikan, walaupun engkau hanya bertemu dengan saudaramu dengan muka manis." Riwayat Muslim.

Senyuman yang di maksud sudah tentu bukan senyuman antara lawan jenis yang masih lajang atau senyum tebar pesona, bukan ya. Apalagi senyum yang dapat mengantarkan jiwa menjadi terbayang-bayang akan senyuman tersebut sehingga menjadi syahwat maka dosa, dan ini jangan ya.

Namun senyum yang di maksud adalah, senyuman guru kepada muridnya, orang tua kepada anaknya dan sahabat kepada sahabat nya, sebagaimana Rasulullah selalu tersenyum kepada para sahabat beliau. Dll

Setiap kebaikan adalah sedekah عَنْ جَابِرٍ رضي الله عنه قَالَ: قَالَ رَسُولُ اَللَّهِ صلى الله عليه وسلم ( كُلُّ مَعْرُ...
15/06/2025

Setiap kebaikan adalah sedekah

عَنْ جَابِرٍ رضي الله عنه قَالَ: قَالَ رَسُولُ اَللَّهِ صلى الله عليه وسلم ( كُلُّ مَعْرُوفٍ صَدَقَةٌ ) أَخْرَجَهُ اَلْبُخَارِيُّ

Dari Jabir Radliyallaahu 'anhu bahwa Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam bersabda: "Setiap kebaikan adalah sedekah." Riwayat Bukhari.

عَنْ أَبِـيْ ذَرٍّ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ ، أَنَّ نَاسًا مِنْ أَصْحَابِ النَّبِيِّ صَلَّى اللّٰـهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالُوْا لِلنَّبِيِّ صَلَّى اللّٰـهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : يَا رَسُوْلَ اللّٰـهِ ! ذَهَبَ أَهْلُ الدُّثُوْرِ بِاْلأُجُوْرِ ؛ يُصَلُّوْنَ كَمَـا نُصَلِّـيْ ، وَيَصُوْمُوْنَ كَمَـا نَصُوْمُ ، وَيَتَصَدَّقُوْنَ بِفُضُوْلِ أَمْوَالِـهِمْ. قَالَ : «أَوَلَيْسَ قَدْ جَعَلَ اللّٰـهُ لَكُمْ مَا تَصَدَّقُوْنَ ؟ إِنَّ بِكُلِّ تَسْبِيْحَةٍ صَدَقَةً ، وَكُلِّ تَكْبِيْرَةٍ صَدَقَةً ، وَكُلِّ تَـحْمِيْدَةٍ صَدَقَةً ، وَكُلِّ تَهْلِيْلَةٍ صَدَقَةً ، وَأَمْرٌ بِالْـمَعْرُوْفِ صَدَقَةٌ ، وَنَهْيٌ عَنْ مُنْكَرٍ صَدَقَةٌ ، وَفِـيْ بُضْعِ أَحَدِكُمْ صَدَقَةٌ». قَالُوْا : يَا رَسُوْلَ اللّٰـهِ ! أَيَأْتِـيْ أَحَدُنَا شَهْوَتَهُ وَيَكُوْنُ لَهُ فِيْهَا أَجْرٌ ؟ قَالَ : «أَرَيْتُمْ لَوْ وَضَعَهَا فِـي حَرَامٍ، أَكَانَ عَلَيْهِ فِيْهَا وِزْرٌ ؟ فَكَذٰلِكَ إِذَا وَضَعَهَا فِـي الْـحَلاَلِ كَانَ لَهُ أَجْرًا»

Dari Abu Dzar Radhiyallahu anhu bahwa beberapa orang dari Sahabat berkata kepada Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam : “Wahai Rasulullah! Orang-orang kaya telah pergi dengan membawa banyak pahala. Mereka shalat seperti kami shalat, mereka puasa seperti kami puasa, dan mereka dapat bersedekah dengan kelebihan harta mereka.” Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda : “Bukankah Allah telah menjadikan bagi kalian sesuatu yang dapat kalian sedekahkan? Sesungguhnya pada setiap tasbih adalah sedekah, setiap takbir adalah sedekah, setiap tahmid adalah sedekah, setiap tahlil adalah sedekah, menyuruh kepada yang ma’ruf adalah sedekah, mencegah dari yang mungkar adalah sedekah, dan salah seorang dari kalian bercampur (berjima’) dengan istrinya adalah sedekah.” Mereka bertanya : “Wahai Rasulullah! Apakah jika salah seorang dari kami mendatangi syahwatnya (bersetubuh dengan istrinya) maka ia mendapat pahala di dalamnya?” Beliau menjawab : “Apa pendapat kalian seandainya ia melampiaskan syahwatnya pada yang haram, bukankah ia mendapatkan dosa? Maka demikian p**a jika ia melampiaskan syahwatnya pada yang halal, maka ia memperoleh pahala.” [HR. Muslim]

Rasulullah melarang memutuskan tali silaturrahmi lebih dari tiga hari, jika lebih maka di haramkan وَعَنْ أَبِي أَيُّوبَ...
14/06/2025

Rasulullah melarang memutuskan tali silaturrahmi lebih dari tiga hari, jika lebih maka di haramkan

وَعَنْ أَبِي أَيُّوبَ رضي الله عنه أَنَّ رَسُولَ اَللَّهِ صلى الله عليه وسلم قَالَ: ( لَا يَحِلُّ لِمُسْلِمٍ أَنْ يَهْجُرَ أَخَاهُ فَوْقَ ثَلَاثِ لَيَالٍ يَلْتَقِيَانِ, فَيُعْرِضُ هَذَا, وَيُعْرِضُ هَذَا, وَخَيْرُهُمَا اَلَّذِي يَبْدَأُ بِالسَّلَامِ ) مُتَّفَقٌ عَلَيْهِ

Dari Abu Ayyub Radliyallaahu 'anhu bahwa Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam bersabda: "Tidak halal bagi muslim memutuskan persahabatan dengan saudaranya lebih dari tiga malam. Mereka bertemu, lalu seorang berpaling dan lainnya juga berpaling. Yang paling baik di antara keduanya ialah memulai mengucapkan salam. Muttafaq Alaihi.

Salah satu dosa besarوَعَنْ عَبْدِ اَللَّهِ بْنِ عَمْرِو بْنِ الْعَاصِ -رَضِيَ اَللَّهُ عَنْهُمَا- أَنَّ رَسُولَ اَللَّه...
13/06/2025

Salah satu dosa besar

وَعَنْ عَبْدِ اَللَّهِ بْنِ عَمْرِو بْنِ الْعَاصِ -رَضِيَ اَللَّهُ عَنْهُمَا- أَنَّ رَسُولَ اَللَّهِ صلى الله عليه وسلم قَالَ: ( مِنْ اَلْكَبَائِرِ شَتْمُ اَلرَّجُلِ وَالِدَيْهِ قِيلَ: وَهَلْ يَسُبُّ اَلرَّجُلُ وَالِدَيْهِ؟ قَالَ: نَعَمْ يَسُبُّ أَبَا اَلرَّجُلِ, فَيَسُبُّ أَبَاهُ, وَيَسُبُّ أُمَّهُ, فَيَسُبُّ أُمَّهُ ) مُتَّفَقٌ عَلَيْهِ

Dari Abdullah Ibnu Amar Ibnu al-'Ash Radliyallaahu 'anhu bahwa Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam bersabda: "Termasuk dosa besar ialah seseorang memaki orang tuanya." Ada seseorang bertanya: Adakah seseorang akan memaki orang tuanya. Beliau bersabda: "Ya, ia memaki ayah orang lain, lalu orang lain itu memaki ayahnya dan ia memaki ibu orang lain, lalu orang itu memaki ibunya." Muttafaq Alaihi.

Beberapa dosa dosa besarوَعَنْ اِبْنِ مَسْعُودٍ رضي الله عنه قَالَ سَأَلْتُ رَسُولَ اَللَّهِ صلى الله عليه وسلم أَيُّ اَ...
12/06/2025

Beberapa dosa dosa besar

وَعَنْ اِبْنِ مَسْعُودٍ رضي الله عنه قَالَ سَأَلْتُ رَسُولَ اَللَّهِ صلى الله عليه وسلم أَيُّ اَلذَّنْبِ أَعْظَمُ؟ قَالَ: ( أَنْ تَجْعَلَ لِلَّهِ نِدًّا, وَهُوَ خَلَقَكَ قُلْتُ ثُمَّ أَيُّ؟ قَالَ: ثُمَّ أَنْ تَقْتُلَ وَلَدَكَ خَشْيَةَ أَنْ يَأْكُلَ مَعَكَ قُلْتُ: ثُمَّ أَيُّ؟ قَالَ: ثُمَّ أَنْ تُزَانِيَ حَلِيلَةَ جَارِكَ ) مُتَّفَقٌ عَلَيْهِ

Ibnu Mas'ud Radliyallaahu 'anhu berkata: Aku bertanya kepada Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam, dosa apakah yang paling besar?. Beliau menjawab: Engkau membuat sekutu bagi Allah, padahal Dia-lah yang menciptakanmu." Aku bertanya lagi: Kemudian apa?. Beliau menjawab: "Engkau membunuh anakmu karena takut ia akan makan bersamamu." Aku bertanya lagi: Kemudian apa?. Beliau bersabda: "Engkau berzina dengan istri tetanggamu." Muttafaq Alaihi.

Dari ‘Abdullah bin ‘Amr bin al-‘Ash Radhiyallahu anhuma, dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam, beliau bersabda:

اَلْكَبَائِرُ اْلإِشْرَاكُ بِاللهِِ، وَعُقُوْقُ الْوَالِدَيْنِ، وَقَتْلُ النَّفْسِ، وَالْيَمِينُ الْغَمُوسُ.

“Dosa besar itu adalah syirik kepada Allah, durhaka kepada kedua orang tua, membunuh jiwa seseorang, dan sumpah palsu.’” [HR. Al-Bukhari].

Tidak sempurna iman seorang muslim hingga ia mencintai saudaranya sebagaimana ia mencintai dirinya sendiri وَعَنْ أَنَسٍ...
09/06/2025

Tidak sempurna iman seorang muslim hingga ia mencintai saudaranya sebagaimana ia mencintai dirinya sendiri

وَعَنْ أَنَسٍ رضي الله عنه عَنْ اَلنَّبِيِّ صلى الله عليه وسلم قَالَ: ( وَاَلَّذِي نَفْسِي بِيَدِهِ لَا يُؤْمِنُ عَبْدٌ حَتَّى يُحِبَّ لِجَارِهِ - أَوْ لِأَخِيهِ- مَا يُحِبُّ لِنَفْسِهِ ) مُتَّفَقٌ عَلَيْهِ

Dari Anas bin Malik radhiallâhu 'anhu dari Nabi Shallallahu 'alaihi wasallam, beliau bersabda: "Tidaklah (sempurna) iman seseorang diantara kalian hingga dia mencintai saudaranya sebagaimana dia mencintai dirinya sendiri". (H.R. Muttafaqun 'Alaih).

Takhrij Hadits secara global

Hadits ini dikeluarkan oleh Imam Bukhari dan Imam Muslim, juga dikeluarkan oleh Imam Ahmad, at-Turmuzi, Ibnu Majah, an-Nasai dan Ibnu Hibban.

Makna hadits secara global

Dalam hadits diatas, Rasulullah menjelaskan bahwa salah satu dari ciri kesempurnaan iman seseorang adalah dia memberikan porsi kecintaan terhadap saudara nya se-iman melebihi cintanya pada dirinya sendiri.

Penjelasan tambahan

Dalam riwayat yang dikeluarkan oleh Imam Ahmad terdapat penjelasan tentang makna penafian iman dalam hadits diatas yaitu menafikan pencapaian hakikat dan puncak keimanan karena banyak sekali disebutkan dalam hadits-hadits Nabi tentang penafian iman lantaran tiada terpenuhinya sebagian dari rukun-rukun dan kewajiban-kewajiban yang terkait dengannya. Seperti dalam makna sabda beliau: "Tidaklah beriman (sempurna imannya) orang yang tetangganya tidak aman dari ucapan-ucapannya".

Hadits yang diriwayatkan oleh Anas bin Malik diatas, menunjukkan bahwa seorang Mukmin merasa senang dan gembira bila saudaranya se-iman merasakan hal yang sama dengan yang dia rasakan. Begitu juga, dia ingin agar saudaranya itu mendapatkan kebaikan seperti yang dianugerahkan kepadanya. Hal ini bisa terealisasi manakala dada seorang Mukmin secara sempurna terselamatkan dari penyakit dengki dan ngibul. Sebab sifat dengki mengindikasikan bahwa si pendengki tidak s**a bila kebaikan seseorang melebihi dirinya atau bahkan menyamainya. Dia ingin agar kelebihan yang ada padanya selalu diatas orang lain dan tidak ada orang yang menyainginya sedangkan keimanan mengindikasikan sebaliknya; yaitu agar semua orang-orang yang beriman sama-sama diberikan kebaikan seperti dirinya tanpa dikurangi sedikitpun. Oleh karena itu, dalam KitabNya Allah memuji orang yang tidak ingin menyombongkan diri dan berbuat kerusakan di muka bumi. Dia Ta'ala berfirman: "Negeri akhirat itu, Kami jadikan untuk orang-orang yang tidak ingin menyombongkan diri dan berbuat kerusakan di (muka) bumi..". (Q.,s. 28/al-Qashash: 83).

Diantara hadits yang semakna dengan hadits Anas diatas, adalah hadits yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad dari Mu'adz, bahwasanya dia bertanya kepada Rasulullah Shallallahu 'alaihi wasallam tentang iman yang paling utama, maka beliau bersabda: "iman yang paling utama adalah engkau mencintai karena Allah dan membenci karena Allah, engkau pekerjakan lisanmu dalam berzikir kepada Allah". Mereka lantas bertanya : kemudian apa lagi wahai Rasulullah! , beliau menjawab: "engkau mencintai manusia sebagaimana engkau mencintai dirimu sendiri dan engkau benci (sesuatu yang buruk terjadi) terhadapnya sebagaimana engkau membenci hal itu terjadi terhadap dirimu, dan engkau berkata dengan perkataan yang baik atau engkau diam".

Implikasi dari terpatrinya sifat iman diatas

Diantara implikasi dari tercapainya keimanan melalui sifat mencintai saudara se-iman seperti tersebut diatas adalah bahwa sifat tersebut dapat membawa pemiliknya masuk surga. Hal ini dipertegas dalam hadits-hadits lain, diantaranya: hadits yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad dari Yazid bin Asad la-Qasri, dia berkata: Rasulullah Shallallahu 'alaihi wasallam bersabda kepadaku: "apakah kamu menginginkan surga?, aku berkata: Ya, lalu beliau bersabda: "oleh karena itu, cintailah saudaramu sebagaimana engkau mencintai dirimu sendiri". Begitu juga hadits yang diriwayatkan oleh Imam Muslim dari 'Abdullah bin 'Amru bin al-'Ash dari Nabi Shallallahu 'alaihi wasallam, beliau bersabda: "barangsiapa yang ingin agar dirinya dijauhkan dari api neraka dan dimasukkan ke surga, maka hendaklah saat dia menemui ajalnya dalam keadaan beriman kepada Allah dan Hari Akhir, dan dia memberikan kepada manusia sesuatu yang dia s**a hal itu diberikan kepadanya".

Hal ini juga diterapkan oleh Rasulullah Shallallahu 'alaihi wasallam, sebagaimana yang diriwayatkan oleh Abu Dzar al-Ghifari, dia berkata: Rasulullah Shallallahu 'alaihi wasallam bersabda kepadaku: "wahai Abu Dzar! Sesungguhnya aku melihatmu seorang yang lemah, dan aku mencintaimu sebagaimana aku mencintai diriku sendiri; janganlah engkau menjadi amir (pemimpin) atas dua orang, dan janganlah p**a engkau menjadi wali atas harta anak yatim".

Mengomentari hadits ini, Mushannif mengatakan bahwa beliau Shallallahu 'alaihi wasallam melarang Abu Dzar untuk melakukan hal tersebut lantaran beliau memandang bahwa dia (Abu Dzar) merupakan sosok yang lemah dalam hal itu (memimpin/leadership), sedangkan beliau mencintai setiap orang yang lemah, termasuk Abu Dzar sendiri. Adapun kenapa beliau dapat menjalankan tugas mengatur urusan orang banyak, hal itu karena Allah telah memberikan kekuatan kepada beliau untuk melakukannya, dan memerintahkan kepada beliau untuk mengajak seluruh makhluk agar loyal terhadapnya serta mengembankan tugas kepada beliau untuk mengarahkan urusan agama dan dunia mereka.

Permasalahan hadits

Ada beberapa permasalahan yang terkait dengan hadits diatas:

1) Masalah pelaku dosa-dosa besar (Murtakibul Kaba-ir)

Para Ulama berbeda pendapat mengenai pelaku dosa-dosa besar; apakah dia seoraang Mukmin tetapi iman nya kurang ataukah dia tidak dinamakan sebagai seorang Mukmin tetapi disebut sebagai seorang Muslim?. Dalam hal ini terdapat dua pendapat yang keduanya merupakan riwayat dari Imam Ahmad.

Sedangkan terhadap pelaku dosa-dosa kecil (Murtakibush Shagha-ir), maka lebel "iman" tidak hilang darinya secara keseluruhan tetapi dia adalah seorang Mukmin yang kurang imannya dan kekurangan ini terjadi sesuai dengan dosa yang dilakukannya.

Mengenai pelaku dosa-dosa besar diatas, pendapat yang mengatakan bahwa pelaku dosa-dosa besar adalah seorang Mukmin yang kurang imannya berasal dari Jabir bin Abdullah (seorang shahabat), Ibnu Mubarak, Ishaq bin Rahawaih, Abu 'Ubaid, dan lain-lain.

Sementara itu, pendapat kedua yang mengatakan bahwa pelaku dosa besar adalah seorang Muslim bukan Mukmin berasal dari Abu Ja'far, Muhammad bin 'Ali.

Berkaitan dengan iman, Abdullah bin Rawahah, Abu Darda', Imam Ahmad dan lain-lain menyatakan bahwa iman itu seperti baju yang terkadang dipakai oleh seseorang dan terkadang p**a dicopotnya. Menurut Mushannif, makna dari ucapan diatas adalah: bila seseorang telah dapat menyempurnakan sifat keimanan maka dia akan memakainya dan bila keimanan tersebut berkurang sedikit maka dia akan mencopotnya. Hal ini semua mengisyaratkan dapat terealisasinya iman yang benar-benar sempurna yang tidak kurang sesuatupun dari kewajiban-kewajiban yang berkaitan dengannya. Maksudnya, bahwa diantara ciri-ciri sifat iman yang wajib adalah seseorang mencintai saudaranya se-iman sama seperti dia mencintai dirinya sendiri. Begitu p**a, dia tidak s**a bila sesuatu terjadi terhadapnya sama seperti dia tidak s**a hal itu akan terjadi terhadap dirinya. Bila perasaan semacam itu telah hilang dari jiwanya, maka karenanya p**a imannya akan berkurang. Terdapat hadits yang mendukung makna tersebut, yaitu hadits yang diriwayatkan oleh Imam Ibnu Majah dari Waatsilah bin al-Asqa' dari Abu Hurairah, Nabi Shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Cintailah manusia sebagaimana engkau mencintai diri sendiri maka engkau akan menjadi seorang Muslim".

2) Masalah orang yang menyombongkan diri dan berbuat kerusakan seperti yang disinggung dalam ayat 83 surat al-Qashash diatas

Dalam ayat 83 surat al-Qashash diatas disebutkan bahwa " Negeri akhirat itu, Kami jadikan untuk orang-orang yang tidak ingin menyombongkan diri dan berbuat kerusakan di (muka) bumi..".

Ada yang mengatakan bahwa ayat tersebut berlaku bila seseorang ingin menyombongkan diri atas orang lain bukan karena hanya sekedar menonjolkan keindahan (berindah-indah) semata. 'Ikrimah dan para Mufassir lainnya mengomentari ayat ini dengan mengatakan: (maksudnya) kesombongan di muka bumi adalah takabbur/berlaku sombong dan mencari kemuliaan serta kedudukan di sisi penguasa. Sedangkan maksud dari berbuat kerusakan dalam ayat tersebut adalah melakukan perbuatan maksiat.

Dalam kaitannya dengan hal diatas, banyak hadits yang menyatakan bahwa orang yang tidak s**a orang lain melebihi kecantikan/ketampanan dirinya tidak berdosa. Diantaranya, hadits yang dikeluarkan oleh Imam Ahmad dan al-Hakim dari Ibnu Mas'ud radhiallâhu 'anhu, dia berkata: aku mengunjungi Nabi Shallallahu 'alaihi wasallam yang saat itu disampingnya ada Malik bin Mararah ar-Rahawi, lantas aku memergokinya berkata kepada Rasulullah: wahai Rasulullah! Engkau telah mellihat bahwa Allah telah memberikan ketampanan kepadaku dan aku tidak s**a seorang pun yang melebihiku meskipun seukuran dua pasang sandal atau lebih, apakah hal ini termasuk perbuatan melampaui batas? Beliau bersabda: "tidak, ini bukan termasuk perbuatan melampaui batas, tetapi yang dikatakan melampau batas itu adalah orang yang menolak dan mengingkari kebenaran. (perawi mengatakan: atau sabda beliau-) orang yang meremehkan kebenaran dan menyombongkan diri terhadap manusia".

Dalam hadits ini Rasulullah menafikan ketidaks**aan terhadap orang yang melebihi diri seseorang dalam keindahan rupa termasuk kategori "baghy" (melampaui batas) atau "kibr" (menyombongkan diri). Bahkan beliau menafsirkan keduanya dengan: "menolak dan mengingkari kebenaran dan takabbur. Juga menolak untuk menerimanya secara sombong bila bertentangan dengan hawa nafsunya". Oleh karenanya, sebagian Salaf berkata: Tawadhu' adalah menerima kebenaran dari siapa saja yang membawanya meskipun lebih muda/kecil; barangsiapa yang menerima kebenaran dari siapa saja yang membawanya meskipun dia muda atau tua, menyukai atau membencinya maka dia adalah Mutawaadhi' (orang yang memiliki sifat tawadhu') sedangkan orang yang menolak untuk menerima kebenaran secara sombong maka dia adalah Mutakabbir (seorang yang memiliki sifat sombong).

3) Masalah tahadduts dengan nikmat

Jika seseorang mengetahui bahwa Allah menganugerahkan keistimewaan kepada dirinya yang tidak dimiliki oleh orang lain lantas dia meceritakan hal itu kepada orang banyak demi kepentingan yang bersifat keagamaan dan dia menceritakan hal itu dalam rangka tahadduts binni'am (menceritakan nikmat) yang diberikan kepadanya. Dalam hal ini juga dia melihat bahwa dirinya belum maksimal dalam bersyukur maka hal ini adalah boleh.

Secara global, hendaklah seorang Mukmin mencintai kaum Mukminin sebagaimana dia mencintai dirinya sendiri, begitu p**a dia tidak s**a sesuatu yang jelek terjadi terhadap mereka sebagaimana dia tidak s**a hal itu terjadi pada dirinya. Jika dia melihat ada kekurangan dalam masalah agama pada saudaranya se-Islam maka dia berupaya dengan serius untuk sedapat mungkin memperbaikinya.

Dalam hal ini, sebagian Salaf menyatakan bahwa orang-orang yang mencintai saudaranya karena Allah, mereka akan memandang dengan Nur Allah, mereka amat prihatin terhadap kemaksiatan yang dilakukan oleh orang-orang yang berbuat maksiat, mencerca perbuatan tersebut dan berupaya merubahnya melalui nasihat, menyayangkan bila raga mereka dibakar oleh api neraka.

Seorang Mukmin tidak dikatakan sebagai sebenar-benar Mukmin hingga dia rela bila orang lain mendapatkan sesuatu yang baik sebagaimana dia rela hal itu dia dapatkan juga, dan tidak lah dia dikatakan sebagai Mukmin bila melihat kelebihan yang ada pada orang lain melebihi dirinya kemudian dia bercita-cita ingin mendapatkan kelebihan itu p**a namun bila kelebihan tersebut dalam masalah yang bersifat keagamaan maka hal itu adalah baik sebab Nabi Shallallahu 'alaihi wasallam juga pernah bercita-cita mendapatkan kedudukan yang dicapai melalui mati syahid.

Karenanya, Nabi Shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Tidaklah boleh mendengki kecuali terhadap dua spesifikasi: seorang yang dikarunia oleh Allah dengan harta, lalu dia infaqkan harta tersebut sepanjang siang dan malam; dan seorang yang dikaruniai oleh Allah dengan Al-Qur'an lalu dia membacanya (dengan mentadabburinya) sepanjang malam dan siang".

Dalam hadits yang lain dijelaskan juga bahwa orang yang melihat saudaranya menafkahkan hartanya di jalan ketaatan, kemudian dia berkata pada dirinya: "andaikan saya memiliki harta seperti itu niscaya akan saya lakukan begini dan begitu (di jalan ketaatan)", maka orang tersebut mendapatkan pahala yang sama dengan orang yang memiliki harta dan menafkahkan hartanya tersebut di jalan ketaatan. Akan tetapi hal ini tidak berlaku dalam masalah duniawi dan tidak baik bercita-cita seperti itu (lihat Q.,s. al-Qashash: 79-80).

Yang jelas, hendaknya seorang Mukmin bersedih bila dia tidak dapat melakukan dan mendapatkan kelebihan dalam hal yang bersifat keagamaan, oleh karena itu diperintahkan kepadanya dalam hal ini untuk memandang kepada orang yang lebih dari dirinya dan berlomba-lomba untuk mendapatkannya dengan seluruh kekuatan dan kemampuan yang ada padanya. Allah berfirman: "…dan untuk yang demikian itu hendaknya orang berlomba-lomba". (Q.,s. 83/al-Muthaffifiin: 26). Dia tidak boleh membenci siapapun yang menyamainya dalam hal ini bahkan amat senang bila semua orang berlomba-lomba di dalamnya dan mengajak orang kepada hal itu.

Inilah tingkatan yang sempurna dalam memberi nashihat kepada kaum Muslimin. Al-Fudhail bin 'Ayadh berkata: "jika kamu ingin agar orang lain sepertimu maka kamu dianggap belum melaksanakan nasihat karena Tuhanmu, bagaimana tidak? Sebab (dengan begitu berarti) anda ingin agar kondisi mereka di bawah anda". Disini al-Fudhail mengisyaratkan bahwa memberi nasihat kepada mereka artinya dia ingin agar mereka melebihi dirinya.

Dan inilah kedudukan dan tingkat yang tinggi dalam memberikan nasihat namun hal ini bukan merupakan suatu kewajiban. Sebenarnya yang diperintahkan oleh syara' adalah keinginannya agar mereka sama seperti dirinya, meskipun demikian bila seseorang melebihi dirinya dalam masalah yang bersifat keagamaan maka dia mesti berusaha untuk mendapatkannya dan bersedih atas ketidak maksimalannya di dalamnya. Hal semacam ini bukan dikategorikan sebagai hasad (dengki) atas karunia yang diberikan oleh Allah kepada mereka akan tetapi dalam rangka berlomba-lomba dengan mereka dalam kebaikan.

Bila seorang Mukmin merasa bahwa dirinya masih belum maksimal dalam menggapai kedudukan yang tinggi dalam masalah yang bersifat keagamaan, maka dia akan mendapatkan dua keuntungan:

Pertama , dia akan berupaya untuk mendapatkan kedudukan tersebut dan ingin terus meningkatkannya.

Kedua, dia selalu melihat dirinya masih memiliki kekurangan; hal ini berimplikasi kepada sikap ingin agar kaum Mukminin lebih baik dari dirinya karena dia tidak rela kondisi mereka sama seperti dirinya tersebut sebagaimana ketidakrelaannya dengan apa yang terjadi terhadap dirinya bahkan dia akan berusaha memperbaikinya.

Muhammad bin Waasi' berkata kepada anaknya: " mudah-mudahan Allah tidak memperbanyak di kalangan kaum Muslimin orang seperti bapakmu ini". Dengan demikian, bilamana seseorang tidak rela terhadap dirinya maka bagaimana mungkin dia menginginkan kaum Muslimin sama kondisinya seperti dirinya dan memberikan nasihat kepada mereka? Bahkan selayaknyalah dia menginginkan agar kondisi mereka lebih baik dari dirinya dan ingin agar kondisi dirinya selalu lebih baik dari kondisi yang tengah dialaminya.

Intisari Hadits

Hendaknya seorang Mukmin mencintai saudaranya sebagaimana dia mencintai dirinya sendiri, begitu p**a dia tidak s**a bila saudaranya mendapatkan sesuatu yang tidak baik sebagaimana dia tidak s**a hal itu terjadi pada dirinya.

Syara' memerintahkan agar seorang Mukmin selalu menginginkan saudaranya mendapatkan kelebihan yang sama seperti yang Allah anugerahkan kepadanya, namun adalah merupakan tingkatan memberi nasihat yang tinggi bila dia ingin agar saudaranya itu melebihi dirinya dalam hal tersebut.

Berlomba-lomba dalam ketaatan dan kebaikan bukan termasuk melampaui batas dan hal yang dilarang bahkan dianjurkan.

Menceritakan nikmat yang dianugerahkan oleh Allah kepada kita dalam rangka bersyukur adalah dibolehkan. Wallaahu a'lam

Ridho Allah tergantung keridhoan orang tua, kemurkaan Allah tergantung keridhoan orang tua.وَعَنْ عَبْدِ اَللَّهِ بْنِ ع...
08/06/2025

Ridho Allah tergantung keridhoan orang tua, kemurkaan Allah tergantung keridhoan orang tua.

وَعَنْ عَبْدِ اَللَّهِ بْنِ عُمَرَ -رَضِيَ اَللَّهُ عَنْهُمَا-, عَنْ اَلنَّبِيِّ صلى الله عليه وسلم قَالَ: ( رِضَا اَللَّهِ فِي رِضَا اَلْوَالِدَيْنِ, وَسَخَطُ اَللَّهِ فِي سَخَطِ اَلْوَالِدَيْنِ ) أَخْرَجَهُ اَلتِّرْمِذِيُّ, وَصَحَّحَهُ اِبْنُ حِبَّانَ وَالْحَاكِمُ

Dari Abdullah Ibnu Amar al-'Ash Radliyallaahu 'anhu bahwa Nabi Shallallaahu 'alaihi wa Sallam bersabda: "Keridloan Allah tergantung kepada keridloan orang tua dan kemurkaan Allah tergantung kepada kemurkaan orang tua." Riwayat Tirmidzi. Hadits shahih menurut Ibnu Hibban dan Hakim.

untuk itu berbaktilah kepada orang tuamu, taati perintah orang tua selama perintah tersebut tidak bertentangan dengan aturan agama, bila orang tua menyuruh kepada hal yang baik maka ikutilah, tetapi apabila kepada hal yang buruk maka tidak wajib di ikuti dalam perkara itu saja.

Address

Namrole

Website

Alerts

Be the first to know and let us send you an email when Ilmu Bermanfa'at posts news and promotions. Your email address will not be used for any other purpose, and you can unsubscribe at any time.

Contact The Business

Send a message to Ilmu Bermanfa'at:

Share