Hijrah Cinta

Bab  1 ( Pemuda Populer)Penulis : Berlyan_biru03Judul : Lentera Tasbih CintaGenre : Romance (Cinta Beda Agama)==========...
05/07/2024

Bab 1 ( Pemuda Populer)

Penulis : Berlyan_biru03
Judul : Lentera Tasbih Cinta
Genre : Romance (Cinta Beda Agama)

===========================

Seorang gadis penyuka hujan, menatap genangan air di permukaan bumi. Khimar selutut berwarna hitam yang ia kenakan berkibar diterpa angin. Gamis yang ia kenakan menyapu halaman masjid, beserta dengan genganan air yang tersisa. Hujan memang belum reda. Namun ia menerobosnya, menikmati rintik hujan membuat senyum kembali merekah di bibir secerah buah cery.

Ia memutar arah, mengambil sisi kiri di samping pagar masjid. Setelah menemukan sosok pemuda populer yang ia kagumi secara diam-diam. Gadis itu memilih untuk melewatinya. Meskipun hati meronta untuk sekedar menghampiri lalu bercengkrama dengannya.

"Assalamu'alaikum warahmatullahi wabarakatuh. Teh Fitri! Tunggu! Ada pesan dari Umi yang harus Ana sampaikan." Pemuda pemakai jubah berwarna hijau tosca itu menghampiri sang gadis.

Merasa terpanggil, perlahan Fitri menghentikan langkahnya. Gengsi untuk memutar tubuh. Dengan perasaan yang berdebar, gadis itu menunggu sang pemanggil untuk berada di hadapannya.

"Wa'alaikumsalam warahmatullahi wabarakatuh," sahutnya.

"Teh, Umi tadi suruh ana bilangin ke Teteh, kalau Umi pesan kue basah untuk acara arisan," ujar pemuda itu sembari menunduk.

Fitri mengangguk, sama seperti pemuda di hadapannya, ia juga menundukkan pandangan.

"Syukron Zam,"

"Afwan Teh Fitri,"

Percakapan singkat itu berakhir, seiring pemuda bernama Azzam itu memutar langkah, setelah berpamitan kepada Fitri. Azzam memutuskan untuk segera menemui sang Umi.

****

Abdullah Azzam Robbani, seorang pemuda berparas timur. Memiliki rahang tegas, bulu mata lentik, mata bundar, bibir tipis, hidung mancung, serta berkulit putih. Anak satu-satunya dari seorang pemilik warung kelontong dan seorang pemilik usaha laundry.

Pemuda itu di gandrungi oleh kaum hawa, disebabkan tutur kata yang santun, sikap yang sopan, paras yang tampan, juga karena hatinya yang dermawan. Ia saat ini tengah menyandang status sebagai mahasiswa tingkat akhir ilmu sastra arab. Ia juga menjadi marbot masjid di sekitar tempat desanya tinggal.

Azzam seperti reinkarnasi Uwais Al-qarni, begitu sangat menyayangi ibunya. Ia rela melakukan apa saja demi membuat sang umi memberikan ridho kepadanya, dan bahagia karenanya.

Azzam tersentak saat ada tangan yang tiba-tiba menyentuh pundaknya. Saat menoleh ia menemukan sang Abi yang tengah tersenyum kepadanya.

"Assalamu'alaikum warahmatullahi wabarakatuh. Kenapa kamu melamun Nak?"

Azzam menyalami tangan sang abi dengan takzim. Perlahan kepalanya menggeleng, sembari tersenyum ia meyakinkan sang abi kalau ia sedang baik-baik saja. Lalu menjawab salam sang abi dengan senyum yang selalu terpatri.

"Bagaimana Curiculum Vitae akhwat ke empat yang kemarin kamu terima? Apakah kamu menyukainya? Apakah kamu setuju menikah dengannya?" umi memberikan pertanyaan berbondong.

Azzam menoleh. Menatap horor sang umi yang mendadak muncul dibalik gantungan detergen sasetan.

"Umi ucap salam dulu atuh," tegur sang abi membuat Azzam mendengkus geli karenanya.

Wanita paruh baya pemakai niqab itu memberi salam. Setelah salamnya dijawab oleh sang anak dan suami. Ia kembali melontarkan pertanyaan yang membuat sang anak terlihat tidak nyaman.

Tampak dari raut wajahnya yang kaku. Azzam hanya diam menatap sang umi dengan binar meredup. Menyadari perubahaan sang putra, sebagai ibu yang peka akhirnya hanya menampilkan senyum.

"Ga apa, kalau Azzam belum mau menikah. Tapi Umi udah pengen banget Lihat Azzam menikah, kalau begitu Azzam urusin dulu skripsinya ya." umi meminta Azzam untuk menunduk, putranya terlalu tinggi untuk digapai. Meskipun bingung, Azzam menuruti permintaan sang ibu. Umi mengelus sayang pucuk kepala Azzam. Membuat abi merasa haru karena kedekatan keduanya.

***

Sore ini Azzam akan pergi ke sebuah perpustakaan desa. Lelaki itu diminta untuk menjadi guru privat beberapa anak perangkat desa. Dengan senang hati Azzam menyanggupi permintaan mereka. Keterampilannya dalam berbahasa arab. Serta kecakapannya dalam melantunkan ayat suci alqur'an berserta makhraj dan tajwid yang benar, membuat ia selalu di amanahi untuk mengajarkan kitabullah.

Azzam memasuki perpustakaan. Segera menuju ke kamar kecil untuk melakukan wudu. Sembari menunggu beberapa anak didiknya yang belum datang. Azzam menurunkan beberapa Alqur'an dan menatanya diruang belajar perpustakaan.

Tak lama seorang bocah perempuan berp**i gembul menghampiri Azzam. Menyalami pemuda itu dengan santun. Azzam tersenyum, lalu mengusap kepala anak itu. Azzam membetulkan hijab yang dikenakan bocah itu.

"Assalamu'alaikum warahmatullahi wabarakatuh, Aa Azzam Ana datang pertama lagi kan?" bocah pemakai hijab berwarna kuning itu tersenyum lebar.

Azzam mengangguk. Lalu menatap segerombolan anak lelaki yang barusaja datang.

"Akbar! Alif! Chiko! Nizam! Angga! Buruan masuk. Silahkan duduk di sebelah Chika," ujar Azzam meminta mereka untuk bersegera.

Bocah bernama Chika itu melirik Chiko. Kembarannya yang tadi meninggalkannya saat menuju ke perpustakaan.

"Antum kenapa ninggalin Ana? Nanti Ana bilangin Umi?" Chika tampak menggembungkan p**inya. Lalu dengan mata berkaca-kaca ia menoleh kepada Azzam yang tengah tersenyum kearahnya.

“Janganlah marah dan bagimu surga," ujar bocah berlesung p**i yang berdiri di belakang Chiko.

Azzam mengangguk saat Nizam mengucapkan salah satu hadist shahih riwayat imam Thabrani. Chika menghela nafas, lalu mengusap dadanya yang kembang-kempis.

"Aseef Jidan ya habibaty." Chiko menghampiri Chika, menyalaminya lalu memeluk kembarannya dengan erat.

"Na'am, Laa Ba'sa. Jangan diulangi," ujar Chika sembari membalas pelukan Chiko.

"MasyaAllah, nah begini kan adem. Kalian makin pintar deh. Tadinya Aa bingung mau bikin akur kalian kek mana? Eh tahunya Nizam kasih nasihat. Syukron Jazakallahu Khoiron Khatsiron Nizam," ujar Azzam sembari mengusap kepala Nizam. Nizam justru tersenyum memamerkan sebelah lesung p**inya, tepatnya dip**i sebelah kiri.

Azzam meminta semua peserta didiknya yang berjumlah enam orang untuk segera mengambil wudu. Setelahnya mereka duduk melingkar di sebuah karpet permadani berwarna hitam.

"Ada sedikit tambahan buat Adek-adek sekalian. Yang di ucapkan oleh Nizam tadi benar. Dari Abu Hamzah, Anas bin Malik radiallahuanhu, pembantu Rasulullah Shallallahu'alaihi wasallam dari Rasulullah Shallallahu'alaihi wasallam, beliau bersabda: Tidak beriman salah seorang di antara kamu hingga ia mencintai saudaranya sebagaimana ia mencintai dirinya sendiri. Jadi kita harus saling menyayangi dan juga mencintai. Jangan sampai karena hal kecil, menjadi terpecah belah. Fahimtum?"

"Fahimna," Serempak keenam bocah lucu tersebut.

*****

Fitri Ananda adalah gadis kesekian yang menaruh perasaan secara diam-diam kepada Azzam. Tanpa sepengetahuan gadis itu, sebenarnya Azzam mengetahui perasaan Fitri terhadapnya. Azzam adalah pemuda yang begitu peka. Sementara Fitri tidak mengetahui hal tersebut. Karena selama ini, yang tampak Azzam merupakan sosok yang cuek.

Fitri mengetuk pintu kayu berwarna putih, mengucapkan salam sekali. Lalu menoleh ke sisi berlawanan dari arah pintu, berusaha mengikuti adab-adab dalam bertamu. Sembari menunggu sang pemilik rumah membukakan pintu. Ia bersenandung ria, melantunkan selawat.

Azzam yang tengah membasuh ayam menoleh saat pintu rumahnya diketuk. Saat suara menyapa indera pendengarannya. Ia tahu siapa yang tengah bertamu. Menjawab salam gadis itu dengan pelan. Azzam tetap tak bergeming. Merasa sendirian di rumah, ia ragu untuk menemui Fitri. Apalagi untuk mengajak gadis itu masuk.

"Gimana ya, Ana jadi bingung? Kalau dibiarin, kan kasihan anak orang. Tapi kalau Ana terima tamunya, juga ga boleh. Umi masih lama ga ya?" gumam Azzam menatap ruang tamu.

Perlahan-lahan kakinya bergerak untuk menghampiri pintu. Setelah meninggalkan dapur dan melewati ruang tamu. Azzam kembali tak bergeming. Menatap pintu putih yang masih tertutup rapat.

"Wa'alaikumsalam warahmatullahi wabarakatuh. Afwan Ukhty, Ana ga bisa bukain. Ana lagi sendiri dirumah, Anti bisa datang lagi nanti, atau mau nungguin Umi diteras juga boleh. Afwan ya sekali lagi kalau Azzam ga sopan sama Teteh," ujar Azzam merasa bersalah.

Fitri yang tadinya menatap bunga angrek kepemilikkan Umi Azzam. Bergeming saat mendengar suara lelaki yang ia sukai secara diam-diam. Mengerti akan kegundahan Azzam, ia hendak berbalik dan memutuskan untuk pulang. Namun langkahnya terhenti saat seseorang menyentuh pundaknya.

======================

Baca kelengkapannya di Fizzo

Hai, kamu pernah ga sih berusaha selalu bikin orang lain bahagia? Sementeara kamu sendiri tengah tertatih untuk membalut...
26/06/2024

Hai, kamu pernah ga sih berusaha selalu bikin orang lain bahagia? Sementeara kamu sendiri tengah tertatih untuk membalut luka, temani sosok laki-laki dalam buku ini yuk! Barangkali kamu dapat sebuah cara untuk bangkit dan terbiasa dengan luka-luka.

Yuk buruan di order 💌

20/05/2024

Entah hanya lembaran naskah yang tidak berwarna. Atau hanya sekadar delusi semata. Hadirnya semu tak kasat mata, beriringan dengan datangnya duka semata.

Kau kebahagian atau justru malah senduku.
Dalam sekejap kau datang membuatku tertawa.
Dalam sedetik kau menghilang membuatku terluka.

Jika ingin pergi, silahkan! Tetapi jangan pernah kau kembali. Jika kau tetap ingin di sini, maka jangan pergi.

Tidak tahu lanjutannya 🫠😭 udah lama ga bikin puisi, apa lagi bacain puisi. Jadi kehabisan kata-kata. Mia ada puisi ga, ana mau bikin konten buat di tiktok.

Address

Padang

Alerts

Be the first to know and let us send you an email when Hijrah Cinta posts news and promotions. Your email address will not be used for any other purpose, and you can unsubscribe at any time.

Contact The Business

Send a message to Hijrah Cinta:

Share