10/11/2025
Roy Suryo Senang Jadi Tersangka.
Jokowi Siap Lihatkan Ijazah di Pengadilan.
Kita masuk lagi ke drama tiada akhir, ijazah palsu.
Roy Suryo cs merasa senang ditetapkan jadi tersangka, sementara Jokowi berjanji akan memperlihatkan ijazahnya di pengadilan. Simak lagi kisahnya sambil seruput kopi ya wak.❗️
Jakarta, 2025. Awan menggantung di atas gedung pengadilan. Di bawahnya, dua kekuatan kosmik bersiap. Joko Widodo, mantan presiden dengan aura tenang bak Jedi yang pensiun di Solo dan Roy Suryo, pakar telematika yang kini tampil seperti detektif konspirasi dari serial Netflix berjudul File Ijazah yang Hilang. Satu map cokelat, satu laptop, dan satu bangsa menahan napas, Semua itu karena selembar kertas yang bernama “ijazah.”
Jokowi membuka babak pertama dengan gaya tenang khasnya. “Kalau perlu, ijazah asliku akan saya tunjukkan di pengadilan,” ujarnya. Kalimat sederhana itu menggema di seluruh negeri.
Di medsos, orang berdebat dengan semangat ilmuwan CERN. Di warung kopi, topik “ijazah” kini lebih panas dari minyak goreng yang berada didalam penggorengan pengusaha gorengan.😅
Namun Roy Suryo tak gentar dengan tatapan penuh teori, ia berkata lantang, “Itu bualan semata!” Nada suaranya seperti paduan antara konspirasi dan stand-up comedy politik.😁
Lalu badai hukum datang. Polda Metro Jaya menetapkan delapan tersangka, termasuk Roy, Eggi Sudjana, Rismon Sianipar, dan dokter Tifa. 😱
Tapi alih-alih panik, Roy malah tersenyum, menatap kamera seperti villain yang tahu dirinya masih hidup di sekuel berikutnya. “Senyum saja,” katanya. Sementara Denny Siregar langsung menyindir, “Mereka pasti senang dijadikan tersangka, karena pengadilan itu panggung besar.” Memang, suasana berubah, bukan lagi sidang, tapi festival absurditas nasional. 🙈
Publik terbelah dua. Separuh berteriak “Tunjukkan ijazahnya!” dengan gaya Ultras sepak bola. Separuh lagi berkata, “Yang penting harga kopi stabil.” Di tengah lautan opini itu, muncul Donny, konten kreator yang tiba-tiba jadi Sokrates digital. “Kalau ijazah Jokowi asli, Roy masuk penjara. Kalau palsu, Jokowi diadili.” Sebuah keadilan yang begitu imbang hingga hukum Newton pun menunduk hormat. 🤭
Namun dari balik kabut perdebatan itu, muncullah suara yang tenang tapi tajam, Susno Duadji. Mantan petinggi polisi ini tampil bukan sebagai tokoh drama, melainkan sebagai nabi rasionalitas menyebutkan Tak ada kasus pencemaran nama baik jika ijazah belum terbukti Asli.
“Berpikirlah waras,” katanya, seolah menegur seluruh republik yang mabuk isu. Ia menegaskan, pembuktian keaslian ijazah harus lewat hukum, bukan lewat Tiktok dan editan Canva dan ia mengingatkan aparat, jangan memaksakan hukum. “Kalau satu pasal cukup, tak perlu ditambah-tambah. Pasal berlapis sah, tapi jangan sampai terlihat seperti mencari-cari kesalahan.” Sebuah kalimat yang menampar lembut seluruh penonton drama hukum ini. Yang kita tonton seharusnya bukan kompetisi siapa paling nyinyir, tapi siapa paling objektif.
Susno juga menekankan, inti perkara hanyalah satu, yakni keaslian ijazah Jokowi dan jika benar asli maka laporan para penuduh runtuh akan tetapi jika sebaliknya, biarlah pengadilan jadi saksi kebenaran. Dalam dunia penuh teori, suaranya menjadi oase akal sehat di tengah gurun opini.
Sementara itu, polisi tetap pada sikap, hasil digital forensik menunjukkan dokumen Roy Suryo dkk telah diedit. Mungkin dengan software bajakan, mungkin dengan niat yang terlalu kreatif. Mereka menegaskan ijazah Jokowi asli, titik. Tapi di negeri di mana titik bisa berubah jadi koma, kisah ini masih belum selesai.
Apa berikutnya? Roy cs akan diminta keterangan, biasanya ada penahanan. Setelah itu, bola panas ini segera memasuki meja hijau. Tempat kejujuran diuji tanpa efek pencahayaan dan tanpa naskah.
Semua drama, semua opini, semua debat medsos kini berhenti di satu titik palu hakim dan disanalah nasib kebenaran akan ditentukan.
Bukan oleh siapa yang paling berkuasa, tapi oleh siapa yang paling jujur itu karena pengadilan sejatinya adalah altar terakhir dari akal sehat, tempat fakta berbicara tanpa takut tekanan dan tempat integritas hakim menjadi penentu arah sejarah jika benar pengadilan bebas dari intervensi penguasa.
Kita sedang menyaksikan bukan sekadar sidang ijazah, tapi ujian moral seluruh bangsa, apakah hukum masih milik rakyat atau sudah menjadi panggung sandiwara yang dimainkan oleh mereka yang merasa lebih tinggi dari kebenaran itu sendiri.
Foto Ai hanya ilustrasi
Sc: Rosadi Jamani