12/11/2025
๐ณ Eh Jangan Salah, Kayu Nggak Langsung Bisa Dibilang Legal, ya !
Setiap potong kayu yang kamu lihat, entah itu jadi meja, kursi, hiasan rumah atau kertas tulis, punya perjalanan panjang sebelum dinyatakan legal.
Lewat SVLK, asal-usul kayu bisa dilacak dari hutan sampai ke produk akhir. Dengan begitu, kita dapat memastikan kayu yang digunakan berasal dari sumber yang sah, bukan hasil tebang tanpa izin. ๐ฒ
โจ Perjalanannya dimulai dari hutan.
Kayu bisa berasal dari dua tempat:
๐ฑ Kalau dari hutan negara, pengelolannya wajib punya Sertifikat Pengelolaan Hutan Lestari (S-PHL).
๐ก Kalau dari hutan rakyat, pemiliknya harus membuat Deklarasi Hasil Hutan (DHH), bukti bahwa kayu itu benar dari lahannya sendiri.
๐ฆ Setelah ditebang, kayu dikumpulkan di TPT-KB (Depo).
TPT-KB (Depo) ini wajib punya Sertifikat Legalitas Kayu (S-LK) juga
๐ญ Dari TPT-KB (Depo), kayu lanjut ke Pabrik.
Mulai dari Pabrik Penggergajian, sampai Pabrik Furniture dan Kerajinan, semuanya juga harus punya S-LK.
Tujuannya biar rantai legalitasnya tidak terputus, dari hulu sampai hilir.
๐ Nah, untuk mendapatkan S-PHL & S-LK, para pelaku usaha bisa mengajukan sertifikasi ke Lembaga Penilai Verifikasi Independen (LPVI) yang telah diakreditasi oleh KAN (Komite Akreditasi Nasional) dan ditetapkan oleh Kementerian Kehutanan. Sertifikat ini akan terdaftar pada Sistem Informasi Legalitas Kayu (SILK) ๐
๐ข Tahap terakhir: Ekspor.
Sebelum dikirim ke luar negeri, produk kayu harus dilengkapi Dokumen V-Legal/ Lisensi FLEGT.
Ini ibarat โPasporโ yang membuktikan kalau produk kayu dari Indonesia berasal dari sumber yang legal dan dikelola secara lestari.
Dengan SVLK, Indonesia memastikan setiap kayu yang beredar bisa ditelusuri asalnya, bebas dari pembalakan liar, dan punya nilai jual tinggi di mata dunia. Jadi, kalau kamu lihat produk kayu Indonesia dengan label SVLK, artinya kayu itu bukan cuma legal, tapi juga lestari dan membawa kebaikan untuk hutan kita. ๐