Putra Edukasi FB Pro

Putra Edukasi FB Pro Seputaran Edukasi FB Pro
Open Promosi FB Pro Inbok
(1)

Inilah sang juara yg sesungguhnya, tak perlu bergelar juara 1, tapi sudah banyak tawaran lagu dan BA berdatangan untuk A...
19/12/2025

Inilah sang juara yg sesungguhnya, tak perlu bergelar juara 1, tapi sudah banyak tawaran lagu dan BA berdatangan untuk Arbil dan April👏🥰

Tragis Di tengah lumpur bencana dan jerit korban, seharusnya negara hadir dengan empati dan keterbukaan. Namun yang terj...
18/12/2025

Tragis Di tengah lumpur bencana dan jerit korban, seharusnya negara hadir dengan empati dan keterbukaan.

Namun yang terjadi di Posko Terpadu Penanganan Bencana Alam Aceh di Lanud Sultan Iskandar Muda justru sebaliknya. Seorang jurnalis Kompas TV, Davi Abdullah, mengaku mengalami intimidasi dan pemaksaan penghapusan rekaman saat menjalankan tugas jurnalistik pada 11 Desember 2025. Ironisnya, peristiwa ini terjadi bukan di ruang rahasia militer, melainkan di posko bencana, tempat publik seharusnya berhak tahu apa yang sedang terjadi. Pertanyaannya menjadi getir, kenapa kamera jurnalis terasa lebih mengancam daripada bencana itu sendiri?

Menurut penuturan Davi, insiden bermula saat ia merekam aktivitas sekelompok warga negara asing yang datang ke area posko dengan koper dan atribut tertentu. Situasi memanas ketika sejumlah anggota TNI dan seseorang yang mengaku dari unsur intelijen mendekati lokasi. Permintaan untuk menghentikan perekaman berubah menjadi tekanan untuk menghapus rekaman. Davi menjelaskan posisinya sebagai jurnalis yang bekerja untuk kepentingan publik, namun penjelasan itu tidak cukup. Ponselnya disebut sempat diambil, dan dua file rekaman berdurasi sekitar empat menit dihapus secara paksa, disertai ancaman perusakan perangkat. Ini bukan sekadar konflik di lapangan, tapi sinyal serius tentang relasi negara dengan pers di situasi darurat.

Di sinilah masalah kebijakan dan mentalitas bertemu. Indonesia secara hukum mengakui kebebasan pers sebagai pilar demokrasi. Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers dengan tegas melindungi kerja jurnalistik dan melarang segala bentuk penghalangan.

Dewan Pers dan Aliansi Jurnalis Independen (AJI) berulang kali menegaskan bahwa intimidasi, perampasan alat, dan penghapusan paksa rekaman adalah pelanggaran serius. Namun di lapangan, terutama di wilayah bencana atau operasi keamanan, hukum sering kalah oleh tafsir kekuasaan. Sarkas Nya begini, di atas kertas kita negara demokrasi, di lapangan kamera masih diperlakukan seperti ancaman keamanan.

Kasus ini juga membuka pertanyaan tentang standar transparansi penanganan bencana. Bencana bukan hanya urusan logistik dan evakuasi, tapi juga akuntabilitas. Publik berhak tahu siapa yang datang, bantuan apa yang masuk, dan bagaimana koordinasi dilakukan. Kehadiran jurnalis justru membantu negara menunjukkan kinerjanya. Tapi ketika kamera diminta dimatikan dan rekaman dihapus, yang muncul bukan rasa aman, melainkan kecurigaan. World Bank dan berbagai lembaga internasional menekankan bahwa transparansi informasi adalah kunci kepercayaan publik dalam manajemen bencana. Tanpa itu, negara tampak defensif, bahkan ketika tidak ada yang disembunyikan.

Lebih jauh, intimidasi terhadap jurnalis di lokasi bencana juga berdampak langsung pada hak korban. Tanpa liputan bebas, penderitaan mudah diredam, kesalahan mudah ditutup, dan evaluasi sulit dilakukan. Sejarah menunjukkan banyak perbaikan kebijakan lahir dari liputan kritis media,dari distribusi bantuan yang timpang hingga kelalaian birokrasi. Jika jurnalis dibungkam, yang hilang bukan hanya rekaman, tapi peluang memperbaiki sistem. Memberangus kamera di posko bencana sama saja dengan mematikan alarm kebijakan.

Solusinya tidak rumit, tapi membutuhkan keberanian institusional. Pertama, aparat di lapangan perlu pedoman jelas dan pelatihan tentang interaksi dengan pers, terutama di situasi darurat. Kedua, mekanisme pengaduan harus cepat dan berpihak pada korban intimidasi, bukan berlarut dalam klarifikasi tanpa ujung. Ketiga, pimpinan institusi militer maupun sipil harus tegas menyatakan bahwa kerja jurnalistik adalah mitra, bukan musuh. Tanpa sikap tegas dari atas, budaya intimidasi akan terus berulang, berganti wajah tapi dengan pola yang sama.

Refleksi nasionalnya pahit namun perlu. Kita sering bangga menyebut Indonesia sebagai negara demokrasi terbesar ketiga di dunia. Tapi demokrasi bukan hanya soal pemilu, melainkan keberanian menerima sorotan, terutama saat negara diuji oleh bencana. Jurnalis yang bekerja di tengah lumpur dan puing bukan lawan negara, melainkan saksi sejarah. Jika saksi dipaksa bungkam, yang tersisa hanya narasi resmi yang steril dari kritik. Kita lahir di negeri yang rawan bencana, jangan tambahkan satu bencana lagi berupa matinya kebebasan pers. Karena bangsa yang kuat bukan yang menutup kamera, tapi yang berani membuka diri even ketika yang terlihat tidak selalu indah.
---

pecah telur

Viral! Tangis Produser Lapangan Jurnalis IrineWardhanie tak kuasa menahan tangis saat melaporkan kondisi terkini di Aceh...
18/12/2025

Viral! Tangis Produser Lapangan Jurnalis Irine
Wardhanie tak kuasa menahan tangis saat melaporkan kondisi terkini di Aceh Tamiang, Senin
(17/12).
Dari seberang lokasi, ada anak-anak yang belum makan. Dari pengungsian, ada pesan sederhana:
"Tolong beritakan yang sebenarnya dari Aceh.'
Ini bukan sekadar liputan.
Ini jeritan yang menunggu didengar.
sumber CNN Indonesia

DPR merespons pemanfaatan kayu gelondongan sisa banjir Sumatera.Diketahui, kayu gelondongan yang diduga hasil perambahan...
18/12/2025

DPR merespons pemanfaatan kayu gelondongan sisa banjir Sumatera.

Diketahui, kayu gelondongan yang diduga hasil perambahan hutan banyak yang terbawa banjir.

Kayu gelondongan menghantam permukiman, merusak rumah warga hingga menutupi jalan, seperti yang terlihat di Garoga, Batangtoru Tapanuli Selatan, Sumut.

Masyarakat memanfaatkan barang bernilai ekonomis seperti papan.

Wakil Ketua Komisi IV DPR RI Alex Indra Lukman, menyoroti fenomena masyarakat yang mulai memanfaatkan kayu gelondongan tersebut.

Alex menegaskan, pemanfaatan kayu-kayu tersebut tidak boleh dilakukan secara sembarangan, meski bernilai ekonomis bagi masyarakat.

Menurut Alex, pengelolaannya tetap harus mengacu pada Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah.

“Hari ini kita melihat, warga menjadikan kayu berbagai ukuran dan jenis itu, sebagai barang bernilai ekonomis seperti papan dan sejenisnya. Ini tak bisa dibiarkan terus berlanjut, karena penanganannya mesti merujuk UU No 18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah,” kata Alex, kepada wartawan Rabu (17/12/2025).

Sc = Tribunnews

Ini Perampokan!!!
08/10/2025

Ini Perampokan!!!

makan sikit biar sakit🗿
08/10/2025

makan sikit biar sakit🗿

Bahlul
08/10/2025

Bahlul

Lanjutkan MBG
08/10/2025

Lanjutkan MBG

war antar gen
08/10/2025

war antar gen

Tetap menyerah
08/10/2025

Tetap menyerah

Address

Lorong Merdeka Jembatan Musi 6 Palembang
Palembang
453723

Alerts

Be the first to know and let us send you an email when Putra Edukasi FB Pro posts news and promotions. Your email address will not be used for any other purpose, and you can unsubscribe at any time.

Contact The Business

Send a message to Putra Edukasi FB Pro:

Share