18/02/2025
Korupsi adalah musuh terbesar pembangunan, merampas hak rakyat dan memperkaya segelintir orang yang seharusnya menjadi pelayan masyarakat. Dari gedung-gedung megah di Senayan hingga kantor kepala desa di pelosok negeri, korupsi bersembunyi di balik janji-janji manis para pemimpin.
Di ibu kota, seorang anggota DPR yang terpilih atas nama rakyat malah sibuk mengamankan proyek-proyek bernilai triliunan rupiah. Ia menggunakan kedudukannya untuk mengatur anggaran, memastikan perusahaan milik kroninya mendapat tender, dan meminta komisi dari setiap proyek pemerintah. Sidang paripurna hanya menjadi formalitas, sementara lobi-lobi gelap di balik meja menjadi panggung utama. Dengan dalih kepentingan bangsa, ia menggelontorkan anggaran fiktif, menggelemb**gkan harga, dan membangun istana pribadi dari uang haram yang seharusnya dinikmati rakyat.
Di sisi lain, di sebuah desa terpencil, kepala desa yang baru dilantik membawa harapan perubahan bagi warganya. Namun, godaan uang lebih kuat daripada sumpah jabatannya. Dana desa yang seharusnya digunakan untuk membangun jalan, irigasi, dan fasilitas umum justru diselewengkan. Laporan pertanggungjawaban diisi dengan angka-angka palsu, proyek desa hanya sebatas papan nama, sementara rekening pribadinya terus bertambah gemuk. Ketika rakyat mempertanyakan, ia berlindung di balik janji-janji kosong dan intimidasi.
Korupsi di DPR dan desa mungkin berbeda skala, tetapi dampaknya sama: rakyat yang menjadi korban. Masyarakat dibiarkan berjuang sendiri dalam kemiskinan, sementara mereka yang berkuasa hidup dalam kemewahan yang didapat secara haram. Jika hukum hanya tajam ke bawah dan tumpul ke atas, lalu kepada siapa rakyat harus berharap?